Oleh M. Kasim
Jujur, judul itu sengaja untuk memprovokasi
diri sendiri, kalaupun teman-teman penilik ada yang ikut terbakar, itu urusan yang berbeda…. Sudah lama jengah hati ini, saat ada kegiatan atau program yang bersinggungan dengan tugas dan fungsi penilik. Yang seharusnya dapat
diperankan oleh penilik lebih baik, justru “diambil alih” pihak lain.
Coba
cermati, lebih heboh mana penilik menyikapi: pengendalian mutu, akreditasi dan supervisi/pemetaan
mutu, yang dua hal terakhir dlilakukan oleh bukan penilik. Kalaupun penilik
terlibat dalam kegiatan tersebut, hanya sebagai “petugas” yang ditugaskan oleh
yang memberi tugas, dan bukan atasan penilik. Hhhhhh….
Semuanya memperlihatkan sistem kerja
yang bercampur aduk atau jika tidak mau disebut tumpang tindih, dari proses
pengendalian mutu, akreditasi dan supervis/pemetaan mutu.
Jika ditelaah lebih dalam, semua berawal dari
belum dipahaminya batas dan kewenangan dari masing-masing pihak tentang konsep besar penjaminan mutu sebagai mana diamanatkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Penjaminan Mutu Pendidikan
Marilah kita renungkan permasalahan yang dipaparkan di
atas, dengan membedah apa yang dimaksud dengan penjaminan mutu. Pemerintah sudah memberikan dasar pemikiran yang kokoh dan baku.
Semuanya dilakukan dalam rangka melaksanakan amanah yang tercantum pada alenia
4 Pembukaan UUD 1945: mencerdaskan kehidupan bangsa.
Apa saja yang telah
dilakukan? Berikut produk peraturan dan perundang-undangan yang mengatur
tentang penjaminan mutu pendidikan.
1.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
a. Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi. (Bab IV, Pasal 11)
b. Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan
tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu. (Bab XI, Pasal 41, Ayat 3)
c. Pemerintah
menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin
mutu pendidikan nasional. (Bab XIV, Pasal 50, Ayat 2)
2.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan
a. Evaluasi
pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan (Bab I, Pasal 1)
b. Untuk
penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. (Bab II, Pasal 2,
Ayat 2 ).
c. Standar
Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat. (Bab II, Pasal 4).
Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa penjaminan mutu, adalah kewajiban
pemerintah, bukan pilihan. Artinya, ada konsekuensi sanksi kepada pihak-pihak
terkait, jika ada pembiaran.
Pelaksana
Penjaminan Mutu
Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan penjaminan mutu, juga sudah
diatur, siapa saja yang terkait dengan proses penjaminan mutu.
1.
Badan
Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disingkat BSNP adalah badan
mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau, dan mengendalikan
Standar Nasional Pendidikan (PP. N0. 13 tahun 2015, Pasal 1, Angka 29 )
2. Satuan
pendidikan Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disingkat LPMP adalah
unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berkedudukan
di provinsi dan bertugas untuk membantu pemerintah daerah dalam bentuk
supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan
dasar dan menengah, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan
untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan. (PP. N0. 13 tahun 2015, Pasal 1,
Angka 30 ).
3. Badan
Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal yang
selanjutnya disebut BAN PAUD dan PNF adalah badan evaluasi mandiri yang
menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan anak usia dini dan
pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. (PP. N0.
13 tahun 2015, Pasal 1, Angka 32 ).
Pihak-pihak
yang dimaksud diharapkan membangun sinergisitas untuk mewujud pelayanan
pendidikan yang bermutu. Jika dibuatkan alurnya, BSNP memiliki tugas
fungsi yang bertanggung jawab mempersiapkan standar penjaminan mutu. LPMP dan
pemerintah (pusat dan daerah), bekerja sama merealisasikan penjaminan mutu, dan
BAN/BAP memiliki peran mengevaluasi tingkat pencapaian mutu. Pertanyaannya,
dimanakah peran dan fungsi penilik dalam konsep penjaminan mutu?
Kedudukan Penilik dalam Konsep
penjaminan mutu
Berdasarkan
peraturan-peraturan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa penjaminan merupakan
tugas dari badan yang berkedudukan di pusat (BSNP, BAN, juga pemerintah Pusat),
juga di Propinsi (LPMP, BAP). Penjaminan mutu tidak terkait dengan tugas fungsi
dari sebuah jabatan fungsional tertentu.
Pembahasan jabatan fungsional
penilik, akan lebih jernih jika dikaitkan
dengan jabatan fungsional sejenis yaitu: pengawas. Jabatan pengawas dan penilik, tercantum pada PP No. 19 Tahun
2005.
1.
Pengawasan
pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan. (Bab VI,
Pasal 39, Ayat 1).
2. Pengawasan
pada pendidikan nonformal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan. (Bab VI,
Pasal 40, Ayat 1).
3. Pengawasan
satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan
tindak lanjut hasil pengawasan. (Bab VII, Pasal 55)
Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, jelaslah bahwa jabatan pengawas satuan pendidikan dan
penilik satuan pendidikan, tidak terkait langsung dengan penjaminan mutu,
tetapi merupakan jabatan yang memiliki tugas pengawasan. Pengawasan meliputi:
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Peran Penilik dalam proses
Penjaminan Mutu
Pertanyaan
berikutnya, dimanakahkah penilik dalam proses penjaminan mutu?
Ulasan ini tidak memperdalam tentang konsep pengendalian mutu oleh penilik
sebagaimana yang diamanatkan dalam Permenpan RB No. 14 Tahun 2010. Semua
penilik sudah paham itu. Hanya saja, bagaimana hubungan tugas fungsi penilik
dan kontribusi apa yang dapat diberikan oleh penilik untuk mencapai tujuan penjaminan mutu, ? Itu yang perlu dikritisi.
Disinggung
di atas, bahwa lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP) (atau sekarang di
lingkup PAUD dan Dikmas, diperankan oleh BP PAUD dan Dikmas?), bertugas untuk
membantu pemerintah daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran,
dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan.
Dengan demikian diharapkan ada
sinersitas dan kolaborasi yang padu antara pihak lembaga penjaminan mutu dengan
pemerintah pusat ataupun daerah. Pemerintah daerah, ujung tombaknya adalah
penilik, sekaligus pelaku pengawasan pendidikan Program PAUD dan Dikmas.
Harus diingat, bahwa penilik memiliki kesempatan yang lebih besar dalam
proses penjaminan mutu. Beberapa hal yang dimiliki penilik, antara lain: waktu ,
penguasaan situasi dan kondisi satuan pendidikan dan kewenangan terkait tugas
dan fungsinya.
1.
Waktu
Lembaga akreditasi melakukan tugasnya, untuk satuan pendidikan
yang sama, terbatas pada alur proses lima tahunan. Setelah melakukan tugasnya,
maka akan bertemu lagi setelah lima tahun berikutnya. Jika memaksakan untuk
memvisitasi pasca proses akreditasi, maka sangat terbatas kemampuan dan daya
jangkauannya, karena keterbatasan sumber daya manusia dan mungkin biaya.
Lembaga penjaminan mutu, dengan program supervisi pendidikan,
yang bertujuan melakukan pemetaan mutu program sebagai bahan untuk melakukan
pembimbingan satuan pendidikan. Dalam satu tahun 1 -2 kali dilakukan, dan
itupun dengan satuan pendidikan yang berbeda. Lagi-lagi karena keterbatasan sumber
daya manusia dan biaya.
Pemerintah daerah, dengan ujung tombaknya, penilik, memiliki intensitas
waktu yang lebih dari pada dua pihak di atas. Bukan hanya dalam hitungan tahun
ataupun bulan, melaqinkan sepanjang hari dan setiap saat, penilik selalu ada
kesempatan untuk memantau satuan pendidikan binaannnya.
2.
Penguasaan
Situasi dan Kondisi Satuan Pendidikan
Sebagai konsekuensinya, penilik lebih memiliki kesempatan untuk
bersama dengan satuan pendidikan, maka tidak ada yang lebih paham situasi dan
kondisi satuan pendidikan dari pada penilik. Bagaimana satuan pendidikan
mengimplemntasikan 8 SNP, dan bagaimana upaya yang tepat sasaran dan sesuai kebutuhan
satuan pendidikan, ada di tangan penilik.
3.
Kewenangan
terkait Tugas dan Fungsinya.
Penilik adalah pengendali mutu program. Oleh sebab itu memiliki
kewajiban untuk melakukan pemantauan, penilaian dan pembimbingan terhadap
satuan pendidikan. Tidak hanya secara berkala lima tahunan, tahunan atau
semester, tetapi setiap saat penilik harus mengetahui situasi dan kondisi
satuan pendidikan binaannya. Hal ini
dimungkinkan dengan jarak dan alat komunikasi yang lebih mudah.
Penilik, memiliki peran pembimbingan, yang berarti tidak hanya
tahu hambatan dan tantangan satuan pendidikan, tetapi dituntut untuk mampu
memberikan asupannya. Apa yang dibutuhkan satuan pendidikan, penilik harus
berupaya mencukupinya. Apa yang menjadi hambatan dan tantangan, penilik harus
mampu memberikan solusinya.
Pemetaan Mutu oleh Penilik
Telah
dipaparkan di atas, bahwa lembaga akreditasi dan penjaminan mutu, memiliki output data kondisi satuan
pendidikan. Data –data itu
mendiskripsikan keadaan satuan pendidikan. Hasil inilah yang berfungsi untuk
memetakan mutu satuan pendidikan. Penilik dapat menggunakan data tersebut,
sebagai bahan dasar melakukan tugas dan fungsinya agar sesuai kebutuhan satuan
pendidikan.
Pentingnya pemetaan mutu belum menjadikan kesadaran bagi pihak terkait. Satu diantaranya belum ada sistem yang memberikan akses kepada penilik untuk mengetahui secara
detail hasil akreditasi, kecuali hasil secara global yang menunjukkan status
akreditasi. Pihak BAN pun, belum menunjukkan komitmen, bahwa hasil akreditasi
itu akan lebih bermanfaat jika diberikan kepada penilik. Apalagi upaya
berkontribusi untuk meningkatkan kompetensi penilik, walaupun itu bukan
tugasnya. Bahkan, perbaikan instrument akreditasi, tidak diberikan secara
kesengajaan kepada penilik, yang seharusnya dipahami bahwa penilik memerlukan
itu sebagai pedoman dalam pengendalian mutu.
Lembaga
penjaminan mutu, faktanya dalam proses supervisi pendidikan untuk memperoleh
data pemetaan satuan pendidikan, melibatkan penilik. Penilik yang diberikan
tugas melakukan pendampingan pada saat pemetaan mutu, mengisi/mengunggah data
implementasi 8 SNP secara online. Namun
demikian, penilik pada posisi sebagai petugas yang melaksanakan tugas dari
pemberi tugas, yang bukan atasan langsung dan tidak berdasarkan tugas fungsinya
selaku pengendali mutu. Lebih runyamnya,
pemetaan mutu seperti barang yang aneh dan asing bagi penilik.
Kembali kepada kelebihan-kelebihan yang dimiliki penilik bahwa dari segi waktu, penguasaan satuan pendidikan
dan kewenangan, lebih unggul, maka sebenarnya penilik memiliki peran yang lebih
tepat dan akan menghasilkan data yang lebih akurat, jika melakukan pemetaan
mutu. Hasil pemetaan mutu itu, sangat diperlukan peniliki terutama saat akan
mengawali pelaksanaan tugas pada tahun tertentu.
Dengan memiliki pemetaan mutu, maka ibarat dokter specialis,
akan memberikat obat atau asupan gizi yang tepat karena telah melakukan
diagnosis yang akurat. Gimana? Berani mencoba.
Terima kasih. Sangat membantu kerja kami. Grito Blitar
BalasHapusSama2 Pak....
BalasHapusSemoga berkah