PENILIK ADA DAN BISA

Senin, 17 Mei 2021

NONFORMAL, DIPUSARAN PROGRAM SEKOLAH PENGGERAK (PSP)

 



M. Kasim

Mohon maaf, untuk ke-kali sekian, selalu menyuarakan (opini ?) ketimpangan pendidikan formal vs nonformal. Namun bukan maksud mempertajam sinyalemen tersebut, melainkan ingin menjernihkan suasana agar yang di dalam dan dipermukaan sama adanya.

Hampir setahun, hiruk-pikuk Program Sekolah Penggerak (PSP) mewarnai geliat pendidikan. Program yang diturunkan dari kebijakan Mas Menteri, ternyata mendapatkan sambutan dengan penuh antusiasme dari akademisi, praktisi, birokrasi dan pemangku jabatan yang terkait.

Namun sayangnnya, ada hal yang terlewatkan (bukan dilewati?), yaitu keterlibatan para pemangku jabatan dari pendidikan jalur nonformal,   tidak memperoleh porsi dan peran yang seimbang. Jika dicermati, itu bersumber pada tidak dijadikannya PTK nonformal menjadi sasaran PSP. Apa yang melatarbelakanginya? Diharapkan, dan sekali lagi dengan penuh harap, semua itu bukan bentuk diabaikannya jalur pendidikan nonformal, yang dalam peraturan perundang-undangan dijamin kesetaraannya dengan jalur formal.

 

Sekilas PSP

Sebagaimana tercantum dalam konsiderans Kepmendikbud Nomor 1177/M/2020, tentang Program Sekolah Penggerak, adalah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, perlu menyelenggarakan program sekolah penggerak sebagai model satuan pendidikan bermutu.

a. Apa yang dimaksud dengan PSP?

Program Sekolah Penggerak adalah program untuk meningkatkan kualitas belajar siswa yang terdiri dari 5 jenis intervensi untuk mengakselarasi sekolah bergerak 1-2 tahap lebih maju dalam kurun waktu 3 tahun ajaran.

b. Apa saja 5 jenis intervensi?

1. Pendampingan konsultatif dan asimetris

Program kemitraan antara Kemendikbud dan pemerintah daerah dimana Kemendikbud memberikan pendampingan implementasi Sekolah Penggerak

2. Penguatan SDM Sekolah

Penguatan Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Penilik, dan Guru melalui program pelatihan dan pendampingan intensif (pelatihan secara individual) dengan pelatih ahli yang disediakan oleh Kemendikbud.

3.  Pembelajaran kompetensi holistik

Pembelajaran yang berorientasi pada penguatan kompetensi dan pengembangan karakter yang sesuai nilai-nilai Pancasila, melalui kegiatan pembelajaran di dalam dan luar kelas.

4. Perencanaan berbasis data

Manajemen berbasis sekolah: perencanaan berdasarkan refleksi diri satuan pendidikan.

5. Digitalisasi sekolah

Platform digital bertujuan mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi, menambah inspirasi, dan pendekatan yang disesuaikan (Kemendikbud, 2021).

c. Satuan pendidikan apa yang menjadi sasaran PSP?

1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Usia 5 sampai dengan 6 tahun.

2. Sekolah Dasar (SD)

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP

4. Sekolah Menengah Atas (SMA)

5. Sekolah Luar Biasa (SLB)

d. Siapa saja yang terlibat dalam PSP?

1. Guru/Pendidik PAUD

2. Kepala Satuan Pendidikan

3. Pengawas Sekolah/Penilik

 

Sekilas Tilikan

Jelaslah bahwa kebijakan PSP ini memiliki tujuan atau output/outcome-nya peningkatan mutu. Titik fokusnya adalah meningkatkan kualitas belajar siswa, menjadi Pelajar Pancasila, yang memiliki kompetensi: 1) Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, 2) Berkebinekaan Global, 3) Bergotong Royong, 4) Kreatif, 5) Bernalar Kritis, dan 6) Mandiri (Kemendikbud, 2021).

Lima intervensi PSP, menunjukkan langkah yang benar-benar komprehensif dan perfekstif. Seluruh komponen atau stakeholder dilibatkan. Konsep PSP berbeda dengan Program Sekolah Model/Rujukan/Unggulan, yang didalamya tidak mencakup seluruh kondisi satuan pendidikan.

Pertanyaannya, mengapa satuan pendidikan nonformal tidak menjadi sasaran PSP? PAUD yang dimaksud dalam PSP secara eksplisit adalah PAUD Formal, Usia 5-6 tahun. Belum ada penjelasan secara tegas, baik ditinjau dari landasan yuridis, psikologis, maupun sosio kultural. Hanya dalam booklet, diterangkan, bahwa PSP bisa didemininasikan kepada PAUD jenis layanan Kelompok Usia dibawahnya, yang memang tidak lain adalah PAUD Nonformal.  Tentunya ini tidak sejalan dengan rasionalisasi Kurikulum 2013 PAUD, bahwa sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun. Artinya, seharusnya justru menjadi sasaran utama, jika ingin konsisten dengan cita-cita meraih Generasi Emas Tahun 2045.

Apakah Ini didasarkan pada Permendikbud Nomor 32 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal Pendidikan? Sebagai peraturan yang setingkat, kemungkinan tertutup analisis tersebut. Akhirnya terjawab sudah, mengapa setiap kebijakan yang terkait dengan PAUD, maka yang “nampak” oleh pengambil kebijakan adalah PAUD Formal, karena semua bersumber pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Pasal 5, Ayat (5) huruf c yang mengatur bahwa penerima pelayanan dasar untuk setiap jenis pelayanan dasar  yaitu warga negara dengan ketentuan: usia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan anak usia dini.

Kemudian berkaitan dengan PTK, bahwa memang JF Penilik tercakup dalam sasaran PSP. Penilik memiliki kedudukan yang setara dengan Pengawas Sekolah. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah tidak dipertimbangkan, bahwa JF Penilik, sasaran tugas dan fungsinya adalah jalur nonformal. Bagaimana dapat memerankan sebagai sasaran PSP, sedangkan satuan pendidikan binaannya, tidak menjadi bagian dari sasaran PSP.

Perlu dipaparkan disini, bahwa dalam PSP, pihak-pihak yang menjadi sasaran, memiliki peran Guru Penggerak (Pendidik), Sekolah Penggerak (Kepala Sekolah), dan Pelatih Ahli (Dosen, Pengawas Sekolah Aktif, Pensiunan Pengawas Sekolah/Penilik/Kepala Sekolah/Pendidik/Widyaiswara, dsb). Catatan: untuk Pelatih Ahli yang nantinya bertugas pendampingan kepada Guru, KS, Pengawas dan Penilik, ternyata tertutup untuk diisi oleh Penilik Aktif. Selain itu juga ada Asesor PSP, yang dapat diisi oleh Guru, KS, Pengawas, Penilik, Dosen, Widyaiswara dsb. Tugas Asesor PSP adalah menyeleksi KS Sekolah penggerak dan Pelatih Ahli.

Sebenarnya, jika PTK Nonformal diberi kesempatan, maka juga mampu untuk berkompetisi. Hal ini terlihat dari proses seleksi Asesor PSP Gelombang I. Dari pendaftar (Dosen, widyaiswara, Guru/KS mulai PAUD-SMA) sekitar 8.000-an, lolos Seleksi tahap I, 400-an dan terakhir yang lolos tahap II , sejumlah 349. Yang cukup pengobat dahaga, yang 6 berasal dari Penilik. Sayangnya, adik kandung Pamong Belajar, belum diberikan kesempatan.

 

Sekilas Simpulan

Mencermati substansi PSP tersebut, boleh saja orang (nonformal) berpendapat bahwa PSP yang memang perwujudan dari semangat pendekatan merdeka belajar, yang dicanangkan Mas Menteri, adalah hal yang sudah familier di dunia pendidikan nonformal. Nilai-nilai dalam semangat merdeka belajar, bersinggungan  dengan ciri khas nonformal: life skill, humanis, fleksibelitas, dst.

Namun demikian permasalahannya, bukan  itu, melainkan rasa keadilan terusik, manakala kebijakan belum berpihak kepada seluruh insan pendidikan (peserta didik dan PTK). Pendidikan nonformal, yang sempat bersemangat mencanangkan mengubah paradigma dari pengganti, penambah, dan/atau pelengkap  menjadi mengejar, mengiringi, dan/atau mendahului, tentunya memiliki tuntutan untuk disamakan, bukan hanya disetarakan.

Jalan belum tertutup. Tahapan PSP masih panjang. Pada tahun Ajaran 2021/2022 ini, targetnya adalah 34 Provinsi 110 Kab/Kota dengan 2.500 Satuan Pendidikan,  dan tahun ajaran 2024/2025 34 Provinsi 514 Kab/Kota dengan 40.000 Satuan Pendidikan, sebelum target tercapai seluruhnya (100%) satuan pendidikan, pada tahun selanjutnya. Artinya, kebijakan masih sangat dimungkinkan untuk disesuaikan dengan aspirasi yang ada bahwa seluruh insan pendidikan Indonesia saat ini sebaiknya satu kata sepakat: Merdeka Belajar memang untuk Pendidikan Jalur Formal dan Nonformal.

Sabtu, 15 Mei 2021

TERBIT PP NOMOR 57 TAHUN 2021, DIMANA PENILIK?

 

Oleh M. Kasim

Orang bijak bilang: selalu ada harapan. Itu pandangan orang optimis, sedangkan yang pesimis, maka tamatlah riwayat JF Penilik, atau paling tidak semakin memperkuat anggapan beberapa pihak: tidak berpihaknya pengambil kebijakan kepada JF Penilik, benar adanya. 

Benarkah demikian? Faktanya JF Penilik tidak sendirian. Jabatan fungsional saudara sekandungpun, bernasib sama, hilang dari pengaturan dalam pasal-pasal di PP 57 Tahun 2021. Bahkan ternyata hal itu juga merembet kepada pihak-pihak lain, sebagai institusi/kelembagaan.  Menurut sudut pandang dan analisis masing-masing, keberadaannya menjadi tidak jelas dan khawatir dihilangkan, misal BSN, LPMP atau yang lain.

Oke, catatan ini khusus mencoba menilik khusus JF Penilik. Mari cermati pasal demi pasal dari peraturan dan perundang-undangan yang terkait. Perlu dibuktikan apakah lahirnya PP 57 Tahun 2021, menghambat atau menafikkan JF Penilik. Mari berpikir positif dan optimis, bahwa PP tersebut, lahir bukan tanpa melalui  pemikiran dan kajian yang mendalam.


Konstruksi Regulasi

Kajian masalah lahirnya sebuah regulasi, tidak bisa melepaskan diri dari tata urutan peraturan dan perundang-undangan, dimulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dst. Dimanakah JF Penilik memperoleh dasar hukumnya, sehingga keberadaannya diakui dan dipersyaratkan sebagai sebuah profesi, yang dijabat oleh PNS?. 

Analisis dipersingkat berkaitan dengan topik ini yang dimulai dari undang-undang dan seterusnya hingga menjadi sebuah peraturan menteri.

1. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas

Sebagai regulasi yang memiliki kedudukan paling kuat setelah UUD 1945, diharapkan undang-undang ini sudah menunjukkan pasal yang mengatur keberadaan JF Penilik. Ibarat sebuah rumah, maka undang-undang ini sebagai pondasi, dalam mengatur jabatan tertentu. Namun bisa dipahami jika hal tersebut, hanya mencantumkan secara umum tetang fungsi dari jabatan. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan peraturan pada tingkat di bawahnya. Pasal-pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan JF penilik adalah sebagai berikut:

Pasal 39

(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

Pasal 41

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

(4) Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 39:

Ayat (1)

Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.

Berdasarkan pasal 39 dan 41 tersebut, dapat ditegaskan bahwa keberadaan tenaga kependidikan termasuk Penilik, bukan saja menjadi kebutuhan, untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, melainkan sebagai suatu kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi pengadaan/pengangkatan Jabatan Fungsional Penilik. Bahkan, keberadaannya menjadi amanah untuk diatur dalam peraturan pemerintah.

2. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021

Dalam sebuah konstruksi regulasi, jika undang-undang diibaratkan  sebagai pondasi, maka peraturan pemerintah, adalah tiang-tiang penyangga sebuah rumah. Fungsi sebuah tiang tidaklah ringan, karena tidak hanya menahan beban atap rumah, tetapi juga memberi bentuk yang indah.

Peraturan Pemerintah ini diterbitkan dimaksudkan sebagai pengganti PP No. 19 Tahun 2005. Semua pihak berharap, bahwa PP ini akan lebih sempurna dan lengkap. Sempurna, sebagaimana dijelaskan dalam konsiderannya, bahwa peraturan sebelumnya belum dapat memenuhi kebutuhan pendidikan saat ini. Lengkap, artinya, semua pihak terkait terakomodasi kepentingan dan eksistensinya.

Kita cermati, di pasal manakah JF Penilik diatur dalam PP tersebut.

a. Pasal 23

(1). Standar tenaga kependidikan selain pendidik merupakan kriteria minimal kompetensi yang dimiliki tenaga kependidikan selain pendidik sesuai dengan tugas dan fungsi dalam melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses Pendidikan pada Satuan Pendidikan.

(2). Kompetensi tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional untuk menunjang proses Pendidikan pada Satuan Pendidikan.

(3). Tenaga kependidikan selain pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan dan penyelenggaraan di Satuan Pendidikan.

b. Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar tenaga kependidikan selain pendidik diatur dengan PeraturanM Menteri

Berdasarkan pasal tersebut, secara eksplisit, memang tidak mencantumkan tenaga kependidikan, termasuk JF Penilik. Namun demikian, pasal ini tetap menjalankan amanah Pasal 39, UU No. 20 Tahun 20003 tentang Sisdiknas. Bahwa tenaga kependidikan, sesuai tugas fungsinya satu diantaranya kepengawasan, untuk menunjang proses pendidikan. Konsekuensinya,  satu diantaranya wajib mengakomodasi JF Penilik, yang telah tercantum dalam Penjelasan Pasal 39.


Kehati-hatian lebih Utama

Hampir semua pihak yang merasa terusik (terabaikan?) menyuarakan aspirasinya dengan langkah yang berbeda-beda, baik secara perorangan atau melalui organisasi profesi.  Bentuknya forum formal/informal, melalui media sosial, cetak/elektronika. Namun demikian  sepanjang yang tercatat, hampir semua berpendapat: menyayangkan terbitnya PP ini.

Oleh sebab itu, beberapa pihak ada yang langsung mengusulkan  perlunya diterbitkan PP Perubahan, terutama pihak yang memiliki kalkulasi “bargaining power” atau minimal memiliki keyakinan suaranya akan diperhatikan oleh pengambil kebijakan. Pihak-pihak tersebut tentunya memiliki dukungan dari organisasi profesi dengan jumlah anggota yang cukup besar agar didengar.

Namun bagaimana dengan JF Penilik? Jika dipertimbangkan dari “besar suara” nya, maka belum dapat dikatakan memiliki kekuatan yang dapat diperhitungkan. Dengan jumlah penilik, yang relatif kecil dibandingkan JF yang lain, maka perlu berpikir lebih hati-hati, atau dibilang langkah cerdas dan terukur. Bagaimana langkah-langkahnya?

 

Analisis Komprehensif

Pendapat yang mengatakan dengan terbitnya PP 57 Tahun 2021,  berkonsekuensi akan menghilangnya JF Penilik, agak terburu-buru.  Selain UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sisdiknas, wajib dilaksanakan, dan juga pada Pasal 24 dari PP No. 57 Tahun 2021,   menjadi dasar untuk mengatur lebih lanjut sesuai kewenangan instansi pembina (Kemendikbudristek), dengan menerbitkan peraturan menteri. 

Selain itu, ada regulasi yang mungkin “terlupakan” oleh beberapa pihak, yaitu PP No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.  Mari dicermati.

a. Pada Konsideran menimbang, ditegaskan bahwa dengan memperhatikan berbagai pasal UU No. 20 Tahun 2003 tentang Siskdiknas, maka perlu diterbitkan PP No. 17 tahun 2010.

b. Pasal 173

(1). Tenaga kependidikan selain pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 mencakup pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga administrasi, psikolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan dan keamanan, serta tenaga dengan sebutan lain yang bekerja pada satuan pendidikan.

     (3) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: ........ penilik melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan nonformal

Sebagai regulasi yang memiliki kekuatan yang sama, dengan PP No. 57 tahun 2021, maka PP No. 17 Tahun 2010, menjadi dasar rujukan untuk melindungi eksistensi JF Penilik.  Oleh sebab itu, jika nanti akan dilakukan langkah-langkah taktis untuk menyuarakan aspirasi JF Penilik, pada saat proses terbitnya Peraturan Mendikbudristek, sebagai amanah Pasal 24, PP No. 57 tahun 2021, maka PP No, 17 tahun 2010, dapat dijadikan dasar yang kokoh. Justru, PP No. 17 Tahun 2010 memiliki fungsi yang terkait langsung dengan keberadaan JF Penilik, sedangan PP  No. 57 tahun 2021, lebih pada mengatur pada pencapaian mutu/standarisasi profesi/pendidikan. Nah, adakah yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan?

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...