Jumat, 17 Juli 2020
MENAKAR KESERIUSAN KITA, MELAHIRKAN GENERASI EMAS TAHUN 2045
Selasa, 14 Juli 2020
BERBURU (DAN BEREBUT ?) PESERTA DIDIK PAUD SAAT PPDB
M. Kasim
Apakah ini juga terjadi di wilayah binaan bapak/ibu?
Pernahkah bapak/ibu menerima keluhan dari para pengelola (TPA, KB, SPS dan TK)
tentang terjadinya saling meng-claim. Bahkan
sampai melibatkan orang tua sehingga permasalahan semakin membesar. Lebih parah
lagi unsur pembina, penilik PAUD dan pengawas TK, ikut pula terimbas dampaknya,
mereka berhadapan satu dengan yang lainnya: menyatakan sebagai pihak yang
paling berhak untuk melayani AUD pada KU (Kelompok Umur) tertentu.
Kasus tersebut sudah lama sudah terdengar,
namun tidak sampai nampak di permukaan, sehingga ibaratnya api dalam sekam, terasa panas, tidak nampak baranya. Nah pada
masa pandemik Covid-19 ini, PPDB (Penerimaan Peserta Didik baru) PPDB ibarat
minyak sebagai penyulut, dan terjadilah percikan api.
Muncul usulan untuk mempertemukan dari beberapa
pihak yang terkait (penilik, pengawas TK, IGTKI, HIMPAUDI dan Dinas Pendidikan)
bertemu dan berembug dengan harapan ada surat keputusan bersama yang berisi
ketentuan tentang kewenangan pelayanan satuan pendidikan berdasarkan KU.
Baguslah, semangat berembugnya. Itu menandakan bahwa ada semangat kebersamaan
dalam menyikapi permasalahan. Namun perlu diperhatikan, setiap kebijakan
apalagi produk sebuah regulasi, harus memenuhi beberapa prasyarat antara lain
sumber hukum/peraturan di atasnya.
Kewenangan Pelayanan
Satuan PAUD
Pemerintah (dalam hal ini Kemendikbud) telah
mengatur dengan jelas dan tegas tentang batasan kewenangan pelayanan satuan
PAUD berdasarkan KU. Tentunya sebuah produk regulasi, akan melalui beberapa
tahap sebelum diterbitkan, antara lain pengkajian (FGD) yang melibatkan seluruh
stake holder ( birokrasi, akademisi,
praktisi dan pemangku jabatan terkait). Selanjutnya setelah penyusunan draf,
dilakukan uji publik untuk menampung aspirasi dari pengguna peraturan, dan
dijadikan bahan revisi draf, baru diterbitkan.
Peraturan yang mengatur kewenangan pelayanan
satuan PAUD berdasarkan KU tercantum dalam permendikbud berikut ini:
a. Permendikbud No. 84 Tahun 2014, tentang
Pendirian Satuan PAUD.
Pada Pasal 1 mengatur bahwa:
1. Taman Kanak-kanak
yang selanjutnya disingkat TK adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur
pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4
(empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun dengan prioritas usia 5 (lima) dan 6
(enam) tahun.
2. Taman Kanak-kanak
Luar Biasa yang selanjutnya disingkat TKLB adalah salah satu bentuk satuan PAUD
pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan khusus
bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun dengan prioritas
usia 5 (lima) dan 6 (enam) tahun.
3. Kelompok Bermain
yang selanjutnya disingkat KB adalah salah satu bentuk satuan PAUD jalur
pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 2
(dua) sampai dengan 6 (enam) tahun dengan prioritas usia 3 (tiga) dan 4 (empat)
tahun.
4. Taman Penitipan
Anak yang selanjutnya disingkat TPA adalah salah satu bentuk satuan PAUD jalur
pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak sejak
lahir sampai dengan 6 (enam) tahun dengan prioritas sejak lahir sampai dengan
usia 4 (empat) tahun.
5. Satuan pendidikan
anak usia dini sejenis yang selanjutnya disebut SPS adalah salah satu bentuk
satuan PAUD jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan
bagi anak sejak lahir sampai dengan 6 (enam) tahun secara mandiri atau
terintegrasi dengan berbagai layanan kesehatan, gizi, keagamaan, dan atau
kesejahteraan sosial.
b. Permendikbud No. 137 Tahun 2014, rentang Standar Nasional PAUD
Bab IX, pasal 36, ayat (2) mengatur:
Jenis layanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas: a. usia lahir - 2 tahun dapat melalui TPA dan atau
SPS; b. usia 2 - 4 tahun dapat melalui
TPA, KB dan atau SPS; dan c. usia 4 - 6 tahun dapat melalui KB, TK/RA/BA, TPA,
dan atau SPS.
c. Permendikbud No. 146 Tahun 2014, tentang Kurikulum 2013 PAUD
Pasal
2, ayat (1) mengatur:
PAUD diselenggarakan berdasarkan
kelompok usia dan jenis layanannya, yang meliputi.
1. Layanan PAUD untuk
usia sejak lahir sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri atas Taman Penitipan Anak
dan Satuan PAUD Sejenis (SPS), dan yang
sederajat.
2. Layanan PAUD untuk
usia 2 (dua) sampai dengan 4 (empat) tahun terdiri atas Kelompok Bermain (KB)
dan yang sejenisnya.
3. Layanan PAUD untuk
usia 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri atas Taman Kanak-kanak
(TK)/Raudhatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA), dan yang sederajat
Jika kita cermati maka dapat disimpulkan
kewenangan masing-masing satuan PAUD adalah sebagai berikut:
1. Taman Penitipan Anak (TPA)
TPA adalah satuan PAUD yang lebih
menonjolkan pengasuhan pada layanannya, sehingga dapat memberikan layanan KU
0-6 tahun. Oleh sebab itu, pada satuan PAUD yang satu atap, anak-anak TK,
setelah KBM, mereka langsung masuk layanan pengasuhan TPA. Hal ini terutama
jika orangtuanya, semua sibuk bekerja hingga sore hari.
2. Kelompok Bermain (KB)
KB adalah satuan PAUD yang dapat
melayani KU 2-4 tahun, 2-6 tahun, dan
prioritas 3-4 tahun.
3. Taman Kanak-Kanak (TK)
TK adalah satuan PAUD yang dapat
melayani KU 4-6 tahun
4. Satuan PAUD Sejenis (SPS)
SPS (POS PAUD, TAAM, dsb), adalah
satuan PAUD yang dapat melayani KU 0-6 tahun. Ciri khas dari SPS adalah menyelenggarakan
program pendidikan secara mandiri atau terintegrasi dengan berbagai layanan
kesehatan, gizi, keagamaan, dan atau kesejahteraan sosial.
Tumpang tindih atau irisan?
Ketiga permendikbud tersebut di atas
sangat rinci dan terang benderang memberikan petunjuk tentang kewenangan
masing-masing berdasarkan KU. Tidak ada
tumpang tindih diantaranya. Masing-masing memiliki spesifikasi sendiri-sendiri
dengan kata kunci “ dapat” dan “prioritas”.
Artinya, dalam peraturan tersebut, mempertimbangkan faktor-faktor
situasi dan kondisi sebagai dasar pegangan dalam bertindak.
Bisa dimaknai bahwa permendikbud tersebut
mengakomodasi permasalahan heterogenitas geografis di negeri. Sebuah peraturan
tidak diperuntukkan untuk wilayah tertentu, tetapi juga implementatif di seluruh pelosok daerah. Dalam kondisi
tertentu tidak memungkinkan berdirinya satuan PAUD yang memiliki kewenangan
sesuai skala prioritas (misal TK), maka jenis satuan PAUD SPS/TPA bahkan KB,
dapat melayani pendidikan AUD tersebut.
Bagaimana jika dalam satu wilayah
banyak berdiri satuan PAUD? Misal di kota, atau daerah yang telah berkembang
satuan PAUD-nya. Di sinilah sebenarnya, asal-muasal permasalahan dalam topik
ini terjadi. Jika demikian yang terjadi, maka yang menjadi pemutus dan pemilih
adalah masyarakat/orangtua. Orangtua/wali yang paling berhak menentukan akan
mempercayakan kepada siapa pendidikan anaknya.
Oleh sebab itu, konsekuensi bagi
satuan PAUD memahami dan menghormati pilihan orangtua tersebut. Yang paling
bisa dan logis dilakukan berlomba-lomba memberikan layanan yang bermutu, dan
biarkan orangtua yang menentukan. Rasanya, tidak tepatlah jika berebut AUD
dengan teknik yang kurang bijak dan elok, misal dengan memaksa atau bahkan
mengintimidasi orangtua/masyarakat.
Peran pembina (Dinas Pendidikan, Penilik PAUD, Pengawas TK)
Sebagai pelaksana kebijakan
pemerintah di garda terdepan, tidak ada pilhan lain, bagi unsur pembina selain
menjalankan semua regulasi dengan penuh dan lurus. Pihak-pihak ini memiliki
tanggung jawab mengawal implementasi peraturan-peraturan. Bagaimana langkah-langkah
yang dapat dilakukan?
1. Mencermati dan memahami ke tiga
permendikbud di atas, dan menjadikannya sebagai rujukan pada saat pembinaan
kepada GTK PAUD. Yang dapat ditangkap, semangat pemerintah dalam upaya memenuhi
hak pendidikan AUD, tanpa dibatasi aspek sosial, budaya, ekonomi dan geografis.
2. Melakukan komunikasi dan
koordinasi dalam rangka membangun kesepahaman dan kesepakatan diantara
pihak-pihak yang terkait, sehingga meminimalisasi terjadinya friksi atau
gesekan, khususnya antar satuan PAUD.
3. Mencegah terjadinya
multipenafsiran yang didasari ego kelembagaan. Permendikbud yang ada sudah
cukup jelas. Jika akan dibuatkan juklak/juknis, pastikan tidak
bertentangan dengan permendikbud tersebut, yang justru membuka peluang
terjadinya permasalahan baru. Jangan menyelesaikan masalah dengan membuka
masalah.
PAUD BDR, BUAH SIMALAKAMA, BUKAN? BUKAN…!!!
M. Kasim
Judul di atas bukan tanpa maksud….. “Bukan” yang pertama adalah
pertanyaan, yang berisi keraguan bernuansa kegalauan. Sedangkan “bukan” yang kedua adalah jawaban,
yang berisi ketegasan yang tidak memiliki
maksud lain, selain demi melindungi hidup anak-anak.
Hari pertama masuk tahun ajaran baru lewat sudah, dengan
berbagai pernak-perniknya. Setelah sebelumnya (sampai sekarang?) banyak
pertanyaan, konfirmasi, debat, saran, himbauan, permohonan, bantahan, dan
tumpah ruah menjadi satu: memprihatinkan. Ternyata kebijakan dari pemerintah
pusat, yang tegas dan jelas (bukan multi tafsir, tidak abu-abu), berubah
menjadi beribu persepsi pada tataran implementasi di tingkat bawah. Siapa yang
salah, siapa yang benar?
Silang pendapat tidak hanya di intern sesama
profesi, namun antar profesi. Namun jika dicermati, bukan disebabkan oleh lenturnya
regulasi atau aturan yang dikeluarkan institusi atau organisasi, melainkan oleh
penafsiran individual. Berbeda bukan hal yang tabu. Permasalahannya akan
menjadi sesuatu yang berbahaya, jika hal tersebut didasarkan motif yang tidak
pada tempatnya.
Memahami resiko sebuah
pilihan
Sebagaimana pernah saya posting sebelumnya, untuk PAUD, saya mengusulkan BDR dilaksanakan
dengan daring, home visit, dan video conference (say hello). Kesemuanya,
mempersyaratkan harus ada upaya membangun komunikasi positif antara satuan
pendidikan dengan orang tua. Tatap muka secara individu (home visit), dengan tetap memegang teguh protokol kesehatan.
Namun apa yang terjadi? Ada yang melaksanakan
dengan “menawar” home visit tapi
dengan 1-2 anak yang berdekatan tempat tinggalnya, kemudian guru memberikan
pelajaran. Ada lagi yang “menyiasati” dengan masuk sekolah dengan sistem “shift”, setiap “shift” 5 anak. Sesuatu
yang sangat beresiko untuk dilakukan di tengah masa pandemik Covid-19 yang
masih ganas ini.
Setiap bertemunya AUD, dalam satu kegiatan,
maka jumlahnya berlipat kali dua dari jumlah AUD. Sudah paham kan? Kelipatannya
adalah orangtua masing-masing. Tinggal menghitung, kalau menghadirkan 2 AUD,
yang hadir minimal 4, jika menghadirkan 5, yang hadir 10, bahkan bisa 15, jika
orangtua/wali sangat kompak berdua mendampingi. Sudah terpikirkankah hal ini?
Satuan pendidikan yang mengambil langkah ini,
beralasan akan dengan ketat menerapkan protokol kesehatan, phisycal distanching, menggunakan APD, memakai masker, jarak duduk
2 meter dst. Argumentasi yang masuk akal.
Namun apakah mereka berpikir, bagaimana ketika menjelang pulang? Mampukah
mengawal dan menjamin sampai di pintu gerbang AUD tidak saling menyentuh?
Simaklah, berita ter-update, bagaimana dampak ketika PSBB, agak dilonggarkan. Terbukti,
paparan Covid-19 melonjak dengan jumlah yang signifikan. Pemerintah
propinsi/kabupaten/kota dari berbagai wilayah, akan mengkaji dan memperpanjang
PSBB. Nampak kita belum bisa hidup berdamai dengan Covid-19, di era new normal.
Sekali lagi, pegang
teguh regulasi
Tidak bosan-bosannya, diulang-ulang
keputusan 4 menteri tentang penyelenggaran pendidikan pada masa Covid-19 ini. Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri
Agama, dan Menteri Dalam Negeri pada tangal 15 Juni 2020
mengumumkan keputusan bersama tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran
untuk tahun ajaran di masa pandemi COVID-19. Keputusan tersebut merupakan panduan pembelajaran tahun ajaran baru di masa
pandemi Covid-19 bagi satuan pendidikan formal dari pendidikan tinggi sampai
pendidikan usia dini dan pendidikan non formal.
Dalam keputusan itu pula ditegaskan bahwa Sekolah di wilayah
yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sebagai zona kuning,
oranye dan merah, tetap menjalankan belajar dari rumah. Sedangkan yang
diperbolehkan melaksanakan pembelajaran dengan bertatap muka langsung, di
sekolah (sistem klasikal), hanya wilayah yang termasuk zona hijau. Itupun
dengan tahapan sesuai dengan jenjang pendidikan, di mulai dari PT, SLTA, SLTP,
SD/MI, terakhir PAUD, dengan protokol kesehatan yang ketat.
Kebijakan gayung bersambut dengan pihak
pemerintah daerah. Masing-masing menindaklanjuti dengan mengeluarkan ketentuan
tentang penerapan BDR. Lebih kokoh lagi, hal ini didukung dengan organisasi
profesi masing-masing. Selain memobilisasi anggota secara masif untuk mengikuti
kegiatan peningkatan kompetensi pendidik
melalui webinar, juga mengeluarkan peraturan tentang teknis penyelenggaraan
BDR.
Pesan singkat
Pada situasi yang masih memerlukan kewaspadaan yang tinggi ini, diperlukan pemikiran yang panjang. Interpretasikan segala ketentuan dan aturan dari pemerintah dengn lurus. Jauhkan dari motif apalagi kepentingan sesaat. Infokan ke orangtua/wali disertai penjelasan yang persuasif dengan tetap mematuhi apa yang ditegaskan pemerintah. Pada situasi seperti bini, adakah yang lebih layak dari pada memperjuangkan hak hidup anak?
Kamis, 09 Juli 2020
GENERASI EMAS, DI BAWAH BAYANG-BAYANG GENERASI YANG TERLUKA?
Oleh M. Kasim
Jujur,
menyesal hari ini, 09-07-2020, saat ada
kesempatan bertanya kegiatan webinar GTK PAUD, dengan narsum Kak Lucy dan Kak Seto, saya ada kendala teknis. Pertanyaan
saya begini: ada kekhawatiran cita-cita bangsa Indonesia, untuk mendapatkan
Generasi Emas Tahun 2045, akan berbuah Generasi yang Terluka. Masa pandemik ini,
hipnosis dan hipnoterapi, tidak hanya
untuk AUD, tetapi seharusnya juga orang-orang dewasa di sekitarnya.
Mungkin akan
ada jawaban yang sangat menarik dari narsum yang luar biasa itu… Tapi biarlah…. Paling tidak materi webinar
hari ini benar-benar mampu menggapai alam bawah sadar saya, bahwa ada sesuatu
yang “mengerikan” yang kemungkinan terjadi, dan itu bergantung keputusan
sekarang.
Tidak ada pihak yang salah
Semua umat
diberi pencerahan oleh Yang Mahakuasa, Alloh SWT, bahwa
semua makhluk tidak memiliki apa-apa kecuali ketidakberdayaan di dunia
ini. Keterlenaan atas kepercayaan bahwa
semua bisa dilakukan, luluh lantak hanya dalam waktu tidak lebih dari setahun, dengan
adanya Pandemi Covid-19. Tanpa kecuali, lintas negara, lintas profesi dan lintas status sosial. Ya semoga semua bisa mengambil hikmah dari balik musibah.
Pihak mana
yang paling terdampak? Benar seluruhnya tanpa kecuali. Berbagai sendi kehidupan tidak ada yang tidak
tersentuh . Kehidupan keagamaan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Lebih
spesifik pendidikan, yang merupakan satu bidang menjadi harapan
bertumbuh dan berkembang peradaban bangsa.
Maka saat
ini, yang paling tepat jangan saling berhadapan. Menyalahkan pihak lain,
untuk mencari pembenaran dirinya. Melemparkan beban kepada pihak
lain, untuk melepas tanggung jawabnya. Posisi semua tidak berbeda:
menghadapi permasalahan yang sama.
Anak
Usia Dini (AUD), Selamatkan
Berbicara pendidikan,
maka sewajarnya jika yang pertama menjadi titik fokus, jenjang PAUD. Mengapa
demikian? Bukan bermaksud memandang remeh jenjang yang lain, melainkan sebagai bentuk
pemikiran berlandaskan filosofis pendidikan sebagai suatu investasi
jangka panjang.
AUD yang
saat ini yang sedang bertumbuh kembang, pada tahun 2045 akan mendominasi bangsa
ini. Apalagi menurut perhitungan, saat itu bangsa ini memperoleh bonus
demografi, yang hampir sebagian besar, penduduk Indonesia adalah usia
produktif. Tidak terbayangkan bagaimana kelak jika mereka yang seharusnya
generasi berjaya, namun karena secara psikologis terdampak pusaran permasalahan
pandemik Covid-19, menjadi generasi yang terluka.
Kembali ke topik
awal, bagaimana menumbuhkan kesadaran semua
pihak, untuk menyelamatkan satu generasi, yang nantinya diharapkan akan
menerima tongkat estafet mengawal jalan bangsa ini. Tidak ada solusi yang tepat
selain bentuk kebulatan tekat bagaimana
melindungi pendidikan AUD. Pemerintah, keluarga, masyarakat, satuan pendidikan,
tokoh agama, public figure, tanpa kecuali, wajib bahu-membahu merapatkan barisan : save the children..!!!
Patut
mendapat apresiasi saat Pengurus Pusat HIMPAUDI mengeluarkan surat himbauan dan pamflet/poster yang berisikan ajakan, motivasi atau
gerakan menumbuhkan kesadaran semua pihak, bersama-sama tetap memberikan
layanan pendidikan dan pengasuhan kepada AUD. Suatu bentuk kepedulian bahwa AUD
memang patut dan layak diperjuangkan. Semoga mimpi buruk, tidak jadi kenyataan.
IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS
Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...