PENILIK ADA DAN BISA

Kamis, 30 Mei 2019

BAN PAUD PNF, JANGAN LARI SENDIRI

Oleh M. Kasim

Menyambung catatan yang terdahulu, tentang (2) dua pihak : pertama, berfungsi sebagai : membina satuan pendidikan dalam memenuhi 8 SNP, dengan kegiatan pemetaan mutu, pembinaan dan verifikasi. dan  kedua, berfungsi sebagai: memastikan satuan pendidikan telah memenuhi 8 SNP, dengan kegiatan penyelenggaraan akreditasi. Dua peran yang harus bersinergi untuk menghantarkan program PAUD dan Dikmas ke depan pintu gerbang pencapaian mutu 8 SNP.

Keduanya, tidak berada dalam dalam subordinat satu dengan yang lain. Konsekuensinya, tidak ada saling mencurigai, bersyak wasangka, atau merendahkan. Sebaliknya, harus saling mendukung serta bahu-membahu. Begitulah, seharusnya. Apakah saat ini demikian yang terjadi?

Para Pihak yang Terkait

Akreditasi adalah kegiatan dalam grand design standarisasi satuan pendidikan, selalu mengaitkan beberapa pihak berikut ini, yang dikutip dari PP No. 15 tahun 2005 tentang SNP:

1. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.

2Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

3. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis departemen yang  berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu pemerintah daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.

Secara ringkas dapat disimpulkan, pemerintah berkewajiban memfasilitasi pencapaian mutu pendidikan, dengan menugaskan kepada: BNSP untuk membuat standar mutu, LPMP yang bertanggung jawab dalam penjaminan mutu, dan BAN yang menetapkan kelayakan satuan pendidikan dalam mencapai standar mutu..

Sementara, dalam lingkup Program PAUD dan Dikmas, tidak adanya “LPMP Nonformal”, menjadi “PR” tersendiri bagi pihak yang berwenang. Ketidakberadaannya, “LPMP Nonformal”, tentunya akan berkonsekuensi pada mobilitas pencapaian mutu. Apakah PPPAUD dan Dikmas, ataukah BPPAUD dan Dikmas? Belum jelas tertangkap di tingkat bawah. Kesimpangsiuran, siapa yang bertanggung jawab dalam penjaminan mutu, akan berpotensi menjadikan carut-marutnya proses pencapaian standarisasi program PAUD dan Dikmas.

Penilik, Tumpuan Akhir

Berdasarkan konsep peran LPMP, maka tersirat yang berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam upaya pencapaian standar mutu pendidikan adalah pemerintah daerah. Sebagaimana yang diatur dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, maka Dinas Pendidikan Kab/Kota, akan berada di garda terdepan. Selanjutnya, Penilik-lah, sebagai ujung tombaknya. Tepat sekali, jika penilik sebagai pejabat Pengendali Mutu Program PAUD dan Dikmas.

Agar Penilik mampu memerankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik, maka harus memiliki bekal sebagai berikut:

1.  Menguasai subtansi Program PAUD dan Dikmas

Subtansi program yang dimaksud adalah muatan/materi program PAUD dan Dikmas. Penilik PAUD harus menguasai apa itu cerita anak, gerak dan lagu anak, media pembelajaran anak dst. Penilik Kesetaraan harus menguasai materi/ bahan ajar Kejar Paket A, B, dan C, serta life skill yang dibutuhkan warga belajar. Demikian Penilik Kursus, harus menguasai materi kekursusan. Dengan menguasai subtansi program, maka penilik akan memahami kebutuhan satuan pendidikan.

2.  Menguasai 8 (delapan) SNP

Delapan standar, secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yang terkait dengan tugas penilik yaitu supervisi akademik (standar KL/TPPA, isi, proses dan penilaian) dan supervisi majerial (standar PTK, sarpras, pengelolaan dan pembiayaan). Tanpa menguasai 8 (delapan) SNP, maka ibarat orang buta berjalan di kegelapan malam.

3.  Mengetahui Peta Ketercapaian 8 (delapan) SNP oleh Satdik

Peta ketercapaian 8 (delapan) SNP satuan pendidikan, sebenarnya secara otomatis akan diketahui oleh penilik, pada setiap akhir tahapan pengendalian mutu: penilaian. Hasil penilaian akan memberikan informasi kepada penilik, seberapa tinggi satuan pendidikan binaannya, dalam mencapai standar mutu. Oleh sebab itu, tahapan pengendalian mutu selanjutnya adalah : pembimbingan, sebagai langkah pendampingan kepada satuan pendidikan untuk mencapai standar mutu.

Pemetaan Hasil Akreditasi, untuk Siapa?

Output dari proses akreditasi adalah pemetaan ketercapaian 8 (delapan) SNP oleh satuan pendidikan. Dengan segala suprastruktur dan infrastruktur yang dimilik, BAN PAUD PNF, akan dengan mudah memiliki data pemetaan tersebut dari tingkat yang paling ujung, satuan pendidikan sampai dengan skala nasional.

Manfaat pemetaan tersebut, akan menjadi bahan masukan dan kajian dalam pengambilan kebijakan sesuai tingkat masing-masing. Di tingkat nasional, akan menjadi modal dasar pihak pusat (Kemendikbud), dalam menentukan arah kebijakan secara nasional. Demikian juga di tingkat propinsi, akan menjadi bahan kajian bagi pihak-pihak yang terkait.

Bagaimana, hasil pemetaan di tingkat kabupaten/kota? Tentunya menjadi pembahasan yang menarik, jika dikaitkan dengan “ruh” UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang satu diantaranya mengamanatkan bahwa Program PAUD dan Dikmas dalam kendali pemerintah kabupaten/kota. Nah, kerangka rasionalisasinya bertemu pada ujung yang sama, sosok PENILIK.

Oleh sebab itu, menjadi suatu keharusan, hasil pemetaan ketercapaian 8 (delapan) SNP, ouput akreditasi diketahui penilik. Sudahkah demikian?

BAN PAUD PNF, peluklah Penilik

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka suka atau harus suka, pihak BAN PAUD PNF, tidak elok jika memandang Penilik, bukan sebagai mitra sejati. Hasil jerih payahnya akan menjadi dokumen semata tanpa makna jika tidak ditindaklanjuti dengan upaya pembimbingan dan pembinaan oleh Penilik. Tidak ada pihak yang mampu secara intens sebaik penilik, dalam pendampingan satuan pendidikan. Setiap saat setiap waktu, penilik berada di tengah-tengah satuan pendidikan.

Oleh sebab itu, gejala-gejala yang tertangkap  bahwa BAN PNF tersekat dari penilik harus dihindari. Jangan menjadi kesan yang kurang baik. Pihak-pihak “di atas” harus menyadari hal tersebut. Apa itu?

1. Revisi instrument 8 (delapan) SNP dalam akreditasi jangan “disembunyikan” sehingga tanpa sepengetahuan penilik. Paling tidak penilik sebaiknya tahu bersamaan dengan pihak asesor.

2. Diskusi para pengambil kebijakan “di atas” dalam peningkatan kompetensi penilik, yang terkait dengan standarisasi satuan pendidikan / akreditasi, sudah selayaknya menjadi program prioritas.

Mungkin itu

BAN PAUD DAN DIKMAS, JANGAN LARI SENDIRI


Menyambung catatan yang terdahulu, tentang (2) dua pihak : pertama, berfungsi sebagai : membina satuan pendidikan dalam memenuhi 8 SNP, dengan kegiatan pemetaan mutu, pembinaan dan verifikasi. dan  kedua, berfungsi sebagai: memastikan satuan pendidikan telah memenuhi 8 SNP, dengan kegiatan penyelenggaraan akreditasi. Dua peran yang harus bersinergi untuk menghantarkan program PAUD dan Dikmas ke depan pintu gerbang pencapaian mutu 8 SNP.

Keduanya, tidak berada dalam dalam subordinat satu dengan yang lain. Konsekuensinya, tidak ada saling mencurigai, bersyak wasangka, atau merendahkan. Sebaliknya, harus saling mendukung serta bahu-membahu. Begitulah, seharusnya. Apakah saat ini demikian yang terjadi?

Para Pihak yang Terkait

Akreditasi adalah kegiatan dalam grand design standarisasi satuan pendidikan, selalu mengaitkan beberapa pihak berikut ini, yang dikutip dari PP No. 15 tahun 2005 tentang SNP:

1. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.

2. Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

3. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang  berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.

Secara ringkas dapat disimpulkan, pemerintah berkewajiban memfasilitasi pencapaian mutu pendidikan, dengan menugaskan kepada: BNSP untuk membuat standar mutu, LPMP yang bertanggung jawab dalam penjaminan mutu, dan BAN yang menetapkan kelayakan satuan pendidikan dalam mencapai standar mutu..

Sementara, dalam lingkup Program PAUD dan Dikmas, tidak adanya “LPMP Nonformal”, menjadi “PR” tersendiri bagi pihak yang berwenang. Ketidakberadaannya, “LPMP Nonformal”, tentunya akan berkonsekuensi pada mobilitas pencapaian mutu. Apakah PPPAUD dan Dikmas, ataukah BPPAUD dan Dikmas? Belum jelas tertangkap di tingkat bawah. Kesimpangsiuran, siapa yang bertanggung jawab dalam penjaminan mutu, akan berpotensi menjadikan carut-marutnya proses pencapaian standarisasi program PAUD dan Dikmas.

Penilik, Tumpuan Akhir

Berdasarkan konsep peran LPMP, maka tersirat yang berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam upaya pencapaian standar mutu pendidikan adalah pemerintah daerah. Sebagaimana yang diatur dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, maka Dinas Pendidikan Kab/Kota, akan berada digarda terdepan. Selanjutnya, Penilik-lah, sebagai ujung tombaknya. Tepat sekali, jika penilik sebagai pejabat Pengendali Mutu Program PAUD dan Dikmas.

Agar Penilik mampu memerankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik, maka harus memiliki bekal sebagai berikut:

1.  Menguasai subtansi Program PAUD dan Dikmas
Subtansi program yang dimaksud adalah muatan/materi program PAUD dan Dikmas. Penilik PAUD harus menguasai apa itu cerita anak, gerak dan lagu anak, media pembelajaran anak dst. Penilik Kesetaraan harus menguasai materi/ bahan ajar Kejar Paket A, B, dan C, serta life skill yang dibutuhkan warga belajar. Demikian Penilik Kursus, harus menguasai materi kekursusan. Dengan menguasai subtansi program, maka penilik akan memahami kebutuhan satuan pendidikan.

2.  Menguasai 8 (delapan) SNP
Delapan standar, secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yang terkait dengan tugas penilik yaitu supervisi akademik (standar KL/TPPA, isi, proses dan penilaian) dan supervisi majerial (standar PTK, sarpras, pengelolaan dan pembiayaan). Tanpa menguasai 8 (delapan) SNP, maka ibarat orang buta berjalan di kegelapan malam.

3.  Mengetahui Peta Ketercapaian 8 (delapan) SNP oleh Satdik
Peta ketercapaian 8 (delapan) SNP satuan pendidikan, sebenarnya secara otomatis akan diketahui oleh penilik, pada setiap akhir tahapan pengendalian mutu: penilaian. Hasil penilaian akan memberikan informasi kepada penilik, seberapa tinggi satuan pendidikan binaannya, dalam mencapai standar mutu. Oleh sebab itu, tahapan pengendalian mutu selanjutnya adalah : pembimbingan, sebagai langkah pendampingan kepada satuan pendidikan untuk mencapai standar mutu.

Pemetaan Hasil Akreditasi, untuk Siapa?

Output dari proses akreditasi adalah pemetaan ketercapaian 8 (delapan) SNP oleh satuan pendidikan. Dengan segala suprastruktur dan infrastruktur yang dimilik, BAN PAUD dan Dikmas, akan dengan mudah memiliki data pemetaan tersebut dari tingkat yang paling ujung, satuan pendidikan sampai dengan skala nasional.

Manfaat pemetaan tersebut, akan menjadi bahan masukan dan kajian dalam pengambilan kebijakan sesuai tingkat masing-masing. Di tingkat nasional, akan menjadi modal dasar pihak pusat (Kemendikbud), dalam menentukan arah kebijakan secara nasional. Demikian juga di tingkat propinsi, akan menjadi bahan kajian bagi pihak-pihak yang terkait.

Bagaimana, hasil pemetaan di tingkat kabupaten/kota? Tentunya menjadi pembahasan yang menarik, jika dikaitkan dengan “ruh” UU No. 23 Tahun tentang Pemerintahan Daerah, yang satu diantaranya mengamanatkan bahwa Program PAUD dan Dikmas dalam kendali pemerintah kabupaten/kota. Nah, kerangka rasionalisasinya bertemu pada ujung yang sama, sosok PENILIK.

Oleh sebab itu, menjadi suatu keharusan, hasil pemetaan ketercapaian 8 (delapan) SNP, ouput akreditasi diketahui penilik. Sudahkah demikian?

BAN PAUD dan Dikmas, peluklah Penilik

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka suka atau tidak, pihak BAN PAUD dan Dikmas, tidak elok jika memandang Penilik, bukan sebagai mitra sejati. Hasil jerih payahnya akan menjadi dokumen semata tanpa makna jika tidak ditindaklanjuti dengan upaya pembimbingan dan pembinaan oleh Penilik. Tidak ada pihak yang mampu secara intens sebaik penilik, dalam pendampingan satuan pendidikan. Setiap saat setiap waktu, penilik berada di tengah-tengah satuan pendidikan.

Oleh sebab itu, gejala-gejala yang tertangkap  bahwa BAN PAUD dan Dikmas tersekat dari penilik harus dihindari. Jangan menjadi kesan yang kurang baik. Pihak-pihak “di atas” harus menyadari hal tersebut. Apa itu?

1. Revisi instrument 8 (delapan) SNP dalam akreditasi jangan “disembunyikan” sehingga tanpa sepengetahuan penilik. Paling tidak penilik sebaiknya tahu bersamaan dengan pihak asesor.

2. Diskusi para pengambil kebijakan “di atas” dalam peningkatan kompetensi penilik, yang terkait dengan standarisasi satuan pendidikan / akreditasi, sudah selayaknya menjadi program prioritas.

Mungkin itu



Sabtu, 04 Mei 2019

SINERGISITAS, MEMBINA DAN MENILAI  PROGRAM PAUDDIKMAS

Oleh : M. Kasim

Sungguh….baru kali ini  merasakan jatuh cinta yang benar-benar buta…..
Entar dulu…..

Awal bulan Mei,  hampir serentak dilaksanakan Rakor antara seluruh pihak terkait di lingkup Ditjen PAUDDIKMAS,  antara lain PP/BP PAUDDIKMAS, Ormit dan Dinas Pendidikan, yang difasilitasi oleh Dijen PAUDDIKMAS. Kebetulan, saya hadir mewakili IPI Propinsi, karena Ketua berhalangan hadir.

Mulanya biasa saja…., namun tatkala ada pemaparan bahan tayang dari pihak Dirjend PAUDDIKMAS tentang kebijakan pada tahun 2019….mataku terbelalak…pipiku memerah…degup jantung berdetak keras….. ... begini uraiannya.

Kebijakan Ditjen PAUDDIKMAS Tahun 2019

Ada 5 kebijakan Ditjen PAUDDIKMAS Th. 2019, yaitu: peningkatan mutu secara masif, upgrading program, penguatan sinergi, penguatan tata kelola.  Tidak semua dipaparkan dalam catatan kecil ini. Silahkan mencermati lebih detail pada bahan tayang tersebut. Yang perlu digaris bawahi adalah kebijakan yang kedua, yaitu peningkatan mutu secara masif.

Pada poin peningkatan mutu secara masif ada beberapa program aksi, dan yang menyentakkan adrenalin kita, adalah penyebutan penilik.

Bagi penilik ini luar biasa. Sesuatu yang istimewa, karena jarang sekali penilik disebut secara tegas dan terbuka. Boro-boro di kancah nasional, di tingkat bawah, sering ada keluhan dari penilik, pada saat acara seremonial, nama penilik tak terdeteksi.

Kembali kepada kebijakan peningkatan mutu secara masif, yang dilakukan dengan strategi khusus melalui Gerakan Akreditasi Nasional. Artinya, bahwa penyelenggaraan akreditasi akan dilaksanakan secara masif (terstruktur) dan mengandung makna akan terjadi proses yang “besar-besaran”, serentak, dalam skala nasional.

Dua Peran yang Bersinergi

Catatan ini tidak mengulas, dampak dari “percepatan akreditasi” karena sudah pernah saya rasionalisasikan pada catatan sebelumnya.

Sebaliknya, lebih pada  upaya menangkap sinyal positif yang dilentikkan oleh pihak Ditjen PAUDDIKMAS, dengan membuat bagan alur sinergisitas dari dua pihak yang harus memerankan fungsinya secara mesra, saling mendukung dan saling memberi kehangatan.

Dua pihak yang dimaksud adalah:

1. Pihak pertama, dimulai dari tingkat pusat, Ditjen PAUDDIKMAS, selaku pengambil kebijakan, kemudian, di-breakdown pada fungsi perekat kerjasama (Tim Opreasional Lapangan), mulai pada PP/BP PAUDDIKMAS, dan Dinas Pendidikan (Kabid,Kasi, PENILIK, Ormit).

2. Pihak kedua, ditingkat Pusat, BAN PAUDDIKMAS, selaku pengambil kebijakan, di-breakdown pada fungsi kerjasama yaitu BAP PAUDDIKMAS di 34 Propinsi, dan diujungnya adalah asesor.

Selanjutnya, dipaparkan fungsi dari ke dua pihak tersebut:
Pihak pertama, berfungsi sebagai : membina satuan pendidikan dalam memenuhi 8 SNP, dengan kegiatan pemetaan mutu, pembinaan dan verifikasi.

Pihak kedua, berfungsi sebagai: memastikan satuan pendidikan telah memenuhi 8 SNP, dengan kegiatan penyelenggaraan akreditasi.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa kedua pihak wajib memahami dan mematuhi peran serta fungsi masing-masing. Tidak dibenarkan ada pihak yang melaksanakan fungsi yang bukan dalam otoritas kewenangannya.

Tumpang tindihnya peran fungsi, bukan saja memantik irisan atau gesekan pada pihak-pihak pemangku jabatan, melainkan  akan menghambat pencapaian mutu 8 SNP

Ketidakfokusan akan berpengaruh pada  profesionalitas, yang berujung pada kurang optimalnya kinerja.
Secara gamblang, ditegaskan, bahwa asesor dan penilik sudah memiliki batas kewenangan masing-masing.

Asesor memiliki tugas memastikan pencapaian 8 SNP oleh satuan pendidikan melalui akreditasi yang fungsi dasarnya adalah melakukan penilaian.  Sementara penilik membina satuan pendidikan untuk mencapai 8 SNP, melalui kegiatan pengendalian mutu.

Konsekuensi Logis

1. Asesor tidak dibenarkan melakukan pembinaan dan pembimbingan satuan pendidikan. Kecuali asesor dari unsur penilik/pengawas, yang pada saat melaksanakan pembinaan/pembimbingan, dalam kapasitas bukan sebagai asesor.

2. Penilik harus selalu meningkatkan kompetensi dan kinerjanya, dengan meng-update informasi dan meng-upgrade SDM-nya. 

Jakarta, 04 Mei 2019

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...