Oleh M. Kasim
Sebuah konsekuensi logis, implementasi regulasi berjalan dinamis, mengikuti dinamika masyarakat pengguna. Hal ini dapat dipahami sebagai upaya untuk menciptakan tatanan yang lebih baik.
Permasalahan yang terjadi sebagai dampak berjalannya sebuah regulasi, adalah wajar, mengingat bahwa antara das sollen (yang seharusnya dilakukan) dan das sein ( kenyataan/peristiwa konkrrit) selalu beriringan, saling mengait.
Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, ditetapkan pada tanggal 6 Juli 2010, dan berlaku efektif sejak diterbitkannya Permendikbud No. 38 tahun 2013, tanggal 21 Maret 2013. Artinya, walaupun Permenpan RB tersebut, telah berumur 8 tahun, tetapi baru 4 tahun, benar-benar dijadikan regulasi mengatur Jabatan Fungsional Penilik dalam segala aspek kepegawainnya.
Waktu yang dapat dikatakan lebih dari cukup untuk mencermati bagaimana efektifitas fungsi sebuah peraturan.
Perlunya Perubahan Regulasi
Perubahan regulasi dilakukan dengan beberapa pertimbangan: ketidakterlaksanaan beberapa batang tubuh (bab, pasal atau ayat), karena tingkat das sollen yang terlalu tinggi, di hadapan pengguna Selain itu, juga bisa peristiwa sosial yang dialami pengguna mengalami percepatan.
Dua pertimbangan ini, memiliki latar belakang yang berbeda, namun dampak yang terjadi adalah sama: tujuan penataan hukum, tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, lahir beriringan dengan berlakunya era Otda (Otonomi Daerah). Sesuatu yang seharusnya disadari sepenuhnya oleh para perumus sejak awal. Sebenarnya, dalam konsideran, sudah dicantumkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dijadikan dasar, bahwa Jabfung Penilik, adalah PNS Daerah.
Sayangnya, dalam pengaturan selanjutnya, batang tubuh, dan Juklak/Juknis, belum secara tegas dipertimbangkan bagaimana antisipasi kemungkinan penyimpangan implementasi regulasi tersebut di daerah kab./kota. Misalnya: pengawasan, koordinasi ataupun sanksi, bagi daerah kab/kota yang tidak mematuhi aturan tersebut.
Kemudian di tingkat pusat, terjadi perubahan perundang-undangan yang menjadi landasan Permenpan RB No. 14 Tahun 2010. Lahirnya UU N0. 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan PP no 11 Tahun 2017, tentang Manajemen PNS, berdampak pada peraturan-peraturan di bawahnya.
Konsekuensi, batang tubuh (bab, pasal dan ayat) yang bertentangan dengan UU dan PP tersebut, harus diubah dan disesuaikan. Tidak terkecuali Permenpan RB No. 14 tahun 2010, ada beberapa pasal yang harus menyesuaikan.
Perubahan Regulasi
Bagaimana perubahan regulasi dilakukan? Perubahan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan cara :
1. Menyisip atau menambah materi ke dalam peraturan perundang-undangan
2. Menghapus atau mengganti sebagian materi peraturan perundang-undangan.
3. Perubahan dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat, kata, frasa, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.
Hal-hal apa yang perlu diketahui dalam perubahan regulasi?
1. Naskah Akademik
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan perundang-undangan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
2. Penyebarluasan
Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat
3. Sumber Informasi
Sumber informasi dalam menyusun peraturan perundang-undangan baik dari instansi pemerintah, swasta maupun tradisional (msyarakat).
4. Bahasa
Bahasa peraturan perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum, baik dalam perumusan maupun cara penulisannya (http://setkab.go.id/apa-yang-perlu-diketahui-untuk-membuat-peraturan-perundang-undangan/ )
Perubahan Regulasi Penilik
Regulasi yang spesifik mengatur Jabatan fungsional Penilik, ada 3 yaitu: Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, tentang Jabfung Penilik dan Angka Kreditnya, Perber , Mendiknas dan Kepala BKN No. 02/III/P Th 2011 dan No. 7 th 2011 tentang Juklak Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, dan Permendikbud No. 38 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya.
Seperti yang lain, ketiga peraturan tersebut, juga tidak luput dari tuntutan harus diadakannya perubahan. Mari kita petakan pada isu-isu apakah dari ketiganya, yang paling urgen untuk dilakukan perubahan.
1. Pembebasan sementara Jabfung Penilik
Pemberhentian sementara jabatan Fungsional Penilik, dilakukan jika seorang penilik ayat-ayat dalam pasal 28, Permenpan RB, terpenuhi. Pasal tersebut, diharapkan akan menjadi instrumen positif dalam mendukung terwujudnya kinerja penilik yang baik.
Pada kenyataannya, yang terjadi adalah heterogintas implementasi pasal tersebut, di pemerintah kab./kota, yang justru memicu permasalahan pada skala yang lebih besar (nasional) berkembang. Fakta ini yang dijadaikan dasar wacana penghapusan pembebasan sementara jabfung penilik.
2. Rendahnya Pelaksanaan Tupoksi (Tugas pokok dan Fungsi) Penilik
Berdasarkan info dari beberapa sumber, dijelaskan bahwa langkah-langkah untuk melakukan perubahan Permenpan RB, telah dilakukan.
Proses awal adalah diselenggarakannya penelitian tentang Implementasi Permenpan RB No. 14 tahun 2010, oleh penilik.Hasilnya, seperti yang sudah diketahui bersama, tingkat pelaksanaan tupoksi pengendalian mutu dan evaluasi dampak program, oleh penilik, dalam kisaran 20-30 %. (Surachman, 2017).
Belum ditegaskan, apakah penelitian ini memang sebagai satu-satunya sumber data untuk menyusun naskah akademik, yang merupakan hal pokok dalam melakukan perubahan regulasi?
3. Keberagaman penafsiran Juklak/Juknis
Jika dibandngkan Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, dengan Kepmenpan No:15/KEP/M.PAN/3/2002, memiliki kelebihan yang sebenarnya akan lebih menjadikan penilik sebagai jabfung pengendali mutu yang baik.
Konsep dan alur pengendalian mutu, lebih jelas dan runtut, sebagaimana dijelaskan pengendalian mutu adalah proses sitematis dan berkelanjutan.
Jika dicermati, maka permasalahan mulai muncul pada Juknisnya, yaitu Permendikbud No. 38 tahun 2013.
Suatu contoh, alur Pengendalian mutu, sebagian dipahami penilik, berlangsung hanya satu alur/siklus, dalam setahun. Sementara, jika dicermati dari konsep Triwulan, maka alur/siklus pengendalian mutu (perencanaan, pemantauan, penilaian, pembimbingan dan laporan), berlaku dalam setiap Triwulan. Artinya, dalam satu tahun terjadi 4 alur/siklus pengendalian mutu.
Termasuk juga, belum diberikannya definisi yang dapat membedakan antara pemantauan dan penilian, sehingga mempermudah penilik dalam mempersiapkan instrumen, pelakalsanaan, analisis dan pelaporannya.
Demikian sedikit catatan, yang mungkin dapat dijadikan pembuka ruang diskusi antara rekan penilik. Dengan harapan, agar penilik tidak tertinggal gerbong kereta yang sedang menggodhog “ramuan” dalam proses perubahan Permenpan RB No. 14 tahun 2010.