PENILIK ADA DAN BISA

Jumat, 08 Februari 2019

SISI LAIN, APRESIASI GTK PAUD DAN DIKMAS

Oleh M. Kasim

Emangnya ada berapa sisi sih?. Heeemmm..
Perlombaan selalu berujung pada satu tujuan : memperoleh yg terbaik, JUARA. Artinya, harus ada pihak yang kalah. Yang juara segunung bangga dan bahagia menumpuk di dada. Yang kalah, mendung kecewa menyelimuti rasa. Selalu begitu adanya.

Kembali ke topik. Apresiasi GTK PAUDDIKMAS (AGP) juga demikian. Seluruh peserta ( termasuk Penilik), semua pasti berjuang keras, untuk memenuhi persyaratan-persyaratan perlombaan, baik yang kelompok maupun perorangan, agar memperoleh hasil yang terbaik.

Berbagai strategi, seperti memahami juknis, berbagi dengan pihak yang berpengalaman ( peraih juara tahun sebelumnya), konsultasi dengan ahli. dan sebagainya. Pendek kata, motivasi untuk memperoleh Juara, menjadikan peserta tak kenal lelah tak kenal waktu.

Benarkah tujuan mengikuti AGP  sesederhana itu? Bahwa hanya ada satu tujuan, memperoleh Juara?. Ada hal yang sering  peserta lupakan, ada konsekuensi dari hasil juara yang diperoleh, yaitu tanggung jawab moral. Ini yang dimaksud judul coretan, sisi lain dari AGP.

TUJUAN AGP

Secara ringkas, dapst dijelaskan AGP adalah upaya pemerintah ( Kemendikbud) memberikan penghargaan kepada GTK PAUDDIKMAS,  yang berprestai., dengan menggelar karya-karya terbaiknya. 

Tujuannya,   untuk meningkatkan profesionalitas dan sportivitas, serta membangun persahabatan dan persatuan peserta AGP se-Indonesia.
Batasan tersebut mengandung beberapa kalimat kunci:

1). AGP adalah upaya pemerintah memberi penghargaan kepada GTK PAUDDIKMAS yang telah secara serius menunjukkan karya terbaiknya. Oleh sebeb itu, sekarang muncul istilah "best practice", karya terbaik.
 Perlombaan ini diasumsikan, sebag ai ajang pergelaran karya-karya dari peserta, berupa kreativitas dan inovasi  yang berasal dari ide atau pemikiran. Syarat utama, yaitu  sudah diimplementasikan atau dipraktekkan dalam  menjalankan tugas fungsi (tusi) kesehariannya.

2). AGP untuk meningkatkan profesionalitas GTK PAUDDIKMAS. Artinya, agar seluruh GTK, agar termotivasi untuk berkreasi dan berinovasi dalam menjalankan tusi, sehingga menjadi lebih profesional.

3). AGP didasari jiwa sportivitas. Artinya, peserta  tidak hanya harus legowo menerima hasil perlombaan saja, tetapi  selalu menjaga nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan percaya diri, sehingga apa yang dilakukan benar-benar mewakili dirinya sendiri, bukan orang lain. Singkatnya, karya terbaiknya adalah hasil dari ide , pengalaman dan buatan  sendiri. 

4). AGP sebagai ajang menjalin tali silaturahmi seluruh GTK PAUDDIKMAS  se-Indonesia. Pemerintah memberi fasilitas para peserta untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, sehingga mengurangi kesenjangan kompetensi GTK dari berbagai wilayah di Indonesia. Muaranya, agar segera tercapai pemerataan  mutu layanan Program PAUDDIKMAS.

TANGGUNG JAWAB MORALITAS

Dengan demikian, maka dari awal peserta AGP sebaiknya  menyadari sepenuhnya bahwa ada dua sisi yg selalu berkaitan.

1) AGP adalah sebagai ajang pembuktian diri, bahwa peserta telah menunjukkan karya terbaik dalam menjalankan tusi.
Langkah ini, juga dapat dijadikan standarisasi kompetensi  diri. Pengakuan karya terbaik dapat dijadikan ukuran setinggi apa tingkat kompetensinya, dalam mengimplentasikan ide dan memaparkannya di hadapan dewan juri. Selain itu juga untuk memperoleh penghargaan hadiah.

2). AGP membawa konsekuensi yaitu tanggung jawab moral. Artinya, bahwa AGP adalah langkah awal dari sebuah proses panjang menuju profesionalitas sebuah profesi. Langkah selanjutnya adalah tuntutan bagaimana  "Sang Juara" dalam menjalankan tusi. Harus disadari menyandang gelar Juara, tidak hanya berhenti pada rasa bangga saja, tetapi tanggung jawab moral menjaga gelar tersebut. Sang Juara dituntut  untuk  membuktikan, bagaimana sikap komitmen memegang teguh sikap profesionalitas melalui kinerjanya sehari-hari. Sang Juara harus mampu menjadi motivator dan mobilisator, bagi rekan-rekan seprofesinya.

Terus beride dan terus berkarya.
Janganlah gelar Sang Juara, tenggelam dalam temaram atau hilang ditiup angin senja...

Sang Juara, harus menjadi pilar-pilar yg kokoh, sebagai penyangga profesi penilik, yg kian seksi dan menggairahkan.

Anda siap? Silahkan ikut Apresiasi GTK PAUDDIKMAS...semoga sukses..

PARENTING: DIALOG IMAJINER

Rekan2 Penilik..berikut dipaparkan..materi Parenting, dg bentuk "dialog imajiner"...dg judul:

ORANG TUA: GURU YANG UTAMA

******************

Assalamualaikum wr wb ....
Selamat pagi Bpk/Ibu ...sekalian....

Sebelumnya.. saya ucapkan terimakasih atas kehadiran bpk/ibu sekalian....krn ini menunjukkan bahwa bpk/ ibu memiliki rasa tanggung jawab atas Pendidikan anak...

Perlu diingat .. pendapat Bpk Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, yg tgl  kelahirannya diperingati dan ditetapkan sbg Hardiknas.
Masih ingat.tanggal brp...??

Ortu/Wali:
2 Mei......!!!

Penilik:
Betuull...tgl 2 Mei,..
Menurut beliau... bhwa Pendidikan berlangsung dlm kerangka konsep Tri Pusat Pendidikan, atau disebut Trilogi Pendidikan, yaitu:
- Keluarga
- Sekolah
- Masyarakat.

Bpk/ibu.. sekalian...hrs.menyadari akan pentingnya peran org tua bagi Pendidikan anaknya.

Bahwa orangtua/keluarga adalah Guru yg Utama... Sblumnya .. coba jwab pertanyaan...:
Dimana yg paling lama anak menghabiskan waktu utk berinteraksi / bergaul... dr tiga pusat pendidikan tsb..??

Ortu/wali:
Keluarga/ortu...!!!

Penilik:
Betul....!!!
Ditinjau dari segi waktu,...anak  paling lama berada di keluarga .. Sementara di sekolah.. anak usia dini sekitar 2 jam.
Di masyarakat/ tetangga tdk lbh lama drpd sekolah..

Di keluarga.. anak paling lama.... Oleh sbb itu ..penelitian terakhir menyimpulkan...
prosentase keterpengaruhan dari tiga pusat pendidikan:
- Keluarga, 60%
- Lembaga/sekolah, 20 %
- Masyarakat, 20 %

Gmn..Bpak/ibu paham..??

Ortu/wali:
( diam membisu)...

Penilik:
Saya yakin ...Bpk/ibu memahami...cuma masih malu2 utk menjawabnya....

Ortu/wali:
(Tersenyum kecut)...

Penilik:
Oke...kita lanjutkan...
Dg demikian dpt disimpulkan...bhwa klg...sbnarnya yg plg besar tgg jawabnya..atas keberhasilan pendidikan..anaknya... krn hampir sebagian besar anak bersama klg.

Nahh...oleh sbb itu..benar kata org: dibalik anak hebat, ada keluarga yg hebat...
Sebaliknya...kesalahan klg dlm mendidik anak, akan berkontribusi besar bg kegagalan pendidikan anak...

Kembali ke prosentase waktu tadi.... Jika prosentase 80 %, tdk maksimal dimanfaatkan oleh klg,... maka...siapa yg memanfaatkan. ..??

Ortu/wali:
Sekolah...!!!

Penilik:
Sekolah terbatas ...

Ortu/wali:
Masyarakat..!!!

Penilik:
Betul.... Kemungkinan besar masyarakatlah yg memanfaatkan waktu anak ...yg disia-siakan oleh klg....

Permasalahannya,..masyarakat itu heterogen.. bermacam-macam... adat..budaya... kebiasaan... Nah yg membahayakan adalah ada oknum/ org jahat yg memanfaatkan waktu luang anak...

Maka..hrs dipahami...dan Bpk/ibu jng melemparkan tgg.jawab...jika terjadi kasus2.. :
- kenakalan remaja, bahkan anak..( anak SMP/SD ..bahkan TK..sdh berani memalak/ menarget tmnnya)
Atau kasus pelecehan seksual/ tindakan asusila..
- Kekerasan/ kejahatan thd anak: penculikan, penganiayaan, kejahatan seksual ( pedopilia).

Ortu/wali:
(tiba2 ada yg angkat tangan...)
Tanya boleehh...??

Penilik:
Alhamdulillah...
silahkan...

Ortu/wali:
Begini...sbnarnya kami paham akan tggjawab kami sbg orngtua.... permasalahannya...kami kan hrs kerjaaaa....trus anak di rmh ..sendiri...bersama pembantu... Trus waktu kami terbatas sekali ketemu anak.....

Penilik:
Itu adlh maslh dihadapi hampir semua orgtua: keterbatasan waktu, krn sibuk kerja.....
Menyikapi hal tsb, yg hrs dingat dan dilakukan org tua:

1). Prinsipnya, peran orgtua tdk tergantikan oleh siapapun. Oleh sbb itu, jika peran tsb dilimpahkan kpd pihak lain, hrs tetap mmpertimbangkan....jng sampai mengurangi keterpenuhan kebutuhan pendidikan anak. Cara mengatasi: Carikan baby sister, atau titipkan anak di Penitipan Anak. Hal ini utk menjamin bahwa anak tetap memperoleh pendidikan dan pengasuhan yg benar.

2).Jika kuantitas kebersamaan dg anak kurang, maka jaga kualitasnya. Artinya, biarpun sedikit kesempatan bersama dengan anak, tp manfaatkan dg sebaik-baiknya.
Caranya:
- jaga kehangatan, keceriaan, kasih sayang, kelembutan...biarpun sbnarnya dlm kondisi yg lelah...

-berikan pengertian..bhwa sbnarnya..Bpk/ibu sayang..dan ingin selalu bersama anak...tp krn perlu kerja..utk mmenuhi kebutuhan hidup klg....maka terpaksa jarang/tdk bisa lama bersama anak.

3). Jadilah Orangtua Pembeljar. Orgtua hrs berupaya seoptimalnya.. melanjutkan pendidikan dan pembelajaran di lembaga/sekolah.

Apa yg telah diterima anak di sekolah..tdk akan berhasil maksimal jika tdk dilanjutkan oleh orangtuanya di rumah.

Pendidikan secara keseluruhan hrs dipahami ortu. Tiga hal : sikap, pengetahuan dan keterampilan, semua dibutuhkan anak.

Oleh sbb itu, hal yg hrs diperhatikan orgtua:

- seringlah berkonsultasi/berkoordinasi dg guru, ttg anaknya. Bgmn perkembangannya? Apa kendalanya? Apa yg bisa dibantu..? Apa yg hrs dilakukan di rumah..?

- Siapkan Pendidikan anak sejak dini, misal: asuransi pendidikan, sisihkan dana untuk mencukupi kebutuhan anak, jika PAUD: belikan alat permainan, atau sarana bermain...agar kebutuhan anak terpenuhi.

-  Orgtua PAUD hrs paham, dunia anak adlh dunia bermain.
Anak bukan miniatur org dewasa. Beri kesempatan seluas-luasnya utk bermain. Kewajiban orgtua adlh melakukan kepengawasan....

Nah...bapk/ibu sekalian....itu sedikit yg dpt saya sampaikan pd kesempatan ini....
Ada kurang lebihnya mohon maaf...
Pesan terakhir...jadilah orgtua yg hebat...krn anak2 hebat terlahir dr Ortus yg hebat...

Wassalamu'alaikum wr.wb...

********************

Demikian.. rekan2 Penilik...semoga bermanfaat....

PARENTING : SINGLE PARENT

Oleh M Kasim

Pengalaman ketika setiap hari berturut-turut dalam satu minggu, melaksanakan kegiatan parenting, bulan ini, ada hal yang menarik. Pada sesi tanya jawab, ada seorang ibu-ibu bertanya, yang kebetulan beliau adalah pengelola Panti Asuhan Anak Yatim.

Begini dialog yang terjadi:

Ibu Penanya : “ Pak, saya adalah pengelola Panti Asuhan Anak Yatim. Yang saya tanyakan, kenapa hampir semua anak yatim memiliki sikap dan perilaku yang hampir sama. Apakah semua anak yatim memang demikian itu sikap dan perilakunya? Trus bagaimana cara mendidik dan mengasuh yang benar, baik menurut aturan umum atau menurut agama ? (dalam hal ini, agama Islam)."

Saya: (Bla..bla...bla..bla..bla..bllaaaa..dst)
Cttn: ini untuk mempersingkat tulisan.

Ibu Penanya: Terima kasih pak, atas jawabannya. (eh, padahal, saya sebenarnya ndak yakin dengan jawaban yang saya berikan). Begini pak, kapan waktu, jika berkenan, saya akan mengundang bapak untuk menjadi pembicara, pada saat saya mengumpulkan orangtua/keluarga dari anak tersebut... (Gobbrraaaakkkk...!!!).
***********************

Berdasarkan permintaan itulah sedikit ulasan ini saya buat... (persiapan sewaktu-waktu diundang...)

A.Pengertian  Single Parent

Anak yatim/piatu/yatim-piatu, adalah anak yang tidak memiliki orangtua yang lengkap atau tidak memiliki kedua-duanya. Orangtua yang tidak lengkap inilah yang disebut single parent. Single parent, terjadi karena perceraian, meninggal dunia, kehamilan di luar nikah, atau adopsi karena tidak mau menikah.

B. Dampak Single Parent terhadap Perilaku Anak

1. Dampak Negatif

a. Perubahahan Perilaku Anak: sifat nakal, tidak sopan, dan depresi,
b. Perubahan sosial anak: kurang percaya diri dan minder untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar
c. Tersesat figuritas: figur ayah dan ibu harus diperoleh seimbang oleh anak. Jika satu diantaranya tidak ada, maka akan terjadi kesalahan pemahaman figur dari jenis gender yang berbeda. Contoh: anak laki-laki menganggap figur ayah dari ibu, sehingga bersikap lemah gemulai atau kewanita-wanitaan.

2. Dampak Positif

a. Terhindar dari kemungkinan pertengkaran orangtua
b. Anak lebih mandiri : sering mendapat beban tugas rumah tangga lebih awal , karena situasi dan kondisi yang menuntut demikian.
c. Anak berkepribadian kuat; dengan gemblengan permasalahan keluarga dari kecil, menjadikan anak lebih siap menghadapi beban kehidupan pada masa dewasanya.

C. Pola Asuh anak

1. Jenis Pola Asuh

a. Pola Pengasuhan Otoriter (Berkuasa Penuh)

Ciri2nya:
1). Keinginan kuat dlm Pendidikan Anak.. terpusat pd orangtua.
2). Kendali pendidikan anak, sepenuhnya ditangan Orangtua.
3). Mengabaikan pendapat dan perasaan anak.

Dampak/akibat thd anak:
1). Anak menjadi penakut.
2). Anak tidak percaya diri
3) Anak menjadi penentang/ pemberontak.

b. Pola Pengasuhan Permisif (serba membolehkan)

Ciri2nya:
1). Cenderung tanpa memberikan bimbingan/arahan
2) Serba mengijinkan/membolehkan kan
3). Kurang/tdk mengontrol anak

Dampak/akibat thd anak:
1). Anak agresif
2). Anak pemberontak
3). Suka mendominasi ( menang sendiri)
4). Tidak patuh thd aturan
5). Prestasi rendah.

c. Pola Pengasuhan Demokratis ( Keseimbangan)

Ciri2nya:
1). Sikap  menerima dan kontrol/ pertimbangan yg berimbang.
2). Cepat memahami kebutuhan anak.
3). Mendorong anak untuk berpendapat dan bertanya..
4). Selalu menjelaskan dampak perbuatan baik/ buruk.

Hasil profil anak:
1). Anak bersahabat.
2). Anak percaya diri
3). Anak sopan
4) Anak mudah bekerjasama
5). Anak memiliki sikap pengendalian diri
6). Anak memiliki sikap ingin tahu
7). Anak memiliki arah /tujuan hidup
8). Anak memiliki orientasi utk berprestasi.

2. Prinsip-prinsip pola asuh

Banyak prinsip pola asuh, sedangkan menurut agama Islam, sbb:
a. Menanamkan tauhid dan menghindari kemusyrikan
b. Menanamkan rasa wajib memuliakan Allah SWT dan selalu dalam pengawasan-Nya.
c. Menanamkan rasa wajib mengerjakan sholat sebagai sarana berkomunikasi dengan Allhoh SWT.
d. Menanamkan sikap hormat dan taat kepada orangtua, selama tidak bertentangan dengan aqidah.
e. Menanamkan sikap amar makruf dan nahi munkar, serta tabah menghadapi cobaan hidup.
f. Menanamkan sikap hormat kepada sesama, dan tidak sombong.

3. Alat Pola Asuh
a.Keteladanan
b. Anjuran
c. Latihan
d. Pujian
e. Larangan dan Perintah
f. Koreksi dan Pengawasan
g. Hukuman

4. Strategi Pola Asuh Single Parent
a. Orang tua harus berperan ganda
b. Memanfaatkan kualitas waktu
c. Komunikasi antara orangtua dengan anak yang sehat
d. Menerapkan disiplin
e. Hubungan interpersonal (dasar untuk bersosial)
f. Persepsi positif terhadap anak.

Demikian, catatan kecil, yang mungkin dapat bermanfaat, jika pada saat parenting, ada pertanyaan tentang single parent. Semoga bermanfaat.

file://MATERI%20PARENTING/Single%20Parent/Single%20Parent%202.pdf.

http://kumpulanmakalah94.blogspot.co.id/2015/11/makalah-peranan-keluargaorang-tua-dalam.html?m=1

PARENTING: PENGGUNAAN HP OLEH ANAK

Oleh M Kasim

Rekan2 Penilik, kayaknya sdh jd hal biasa banget, anak2 usia pegang gadget (selanjutnya, dibaca HP).. Gak tahu, apa motiv ortu ngasih kesempatan anak usia dini (AUD), kenal HP, dg aplikasi yg canggih. Sekedar aja biar gak nangis, iseng, atau utk gengsi... Runyamnya, ortu gak paham konsekuensi dampak yg ditimbulkan. Oleh sbb itu, topik ini bisa digunakan sbg materi Parenting...

Uraian tetap dengan bentuk " dialog imajiner"
******************

Penilik :
Assalamualaikum wr wb....
Selamat pagi....
Gimana Bpk/Ibu...semuanya..??

Terimakasih...atas kehadirannya dlm kegiatan Parenting ... Hal ini menunjukkan bahwa Bpk/Ibu...benar2.. memiliki keinginan yg kuat utk menjadi ortu/wali yg hebat.. Semua itu akan bermanfaat utk buah hati ..yg kelak kita harapkan menjadi generasi yg hebat...

Bpk/Ibu sekalian.. maaf,..semua membawa HP..??

Ortu/Wali:
(Senyum2)...

Penilik:
Okey...saya yakin. hampir semua Bpk/ibu memiliki... Memang HP ..skarang bukan menjadi barang mewah... dan memang diperlukan utk komunikasi..dsb. Bahkan..utk profesi tertentu,..HP dg aplikasi yg canggih, menjadi kebutuhan utk mendukung dan memperlancar pekerjaan...

Nah...krn HP sdh menjadi barang yg biasa,...maka, banyak ortu memberi kesempatan AUD, mengenalnya. Bahkan..banyak ortu yg merasa bangga..jika anaknya dpt mengoperasikan HP..

Betul Pak/Bu..??
Hayyoo..siapa yg sdh mengenalkan HP atau bahkan mmberikan fasilitas HP kpd anak...??

Ortu/wali:
Saya....!! (sambil acungkan jari)..
Begini lhoo..alasan saya membelikan HP ke anak..., karena di HP banyak game2...yg menurut saya...akan membuat anak kreatif...!!!

Penilik:
Heeemmm....tdk salah ...alasan tsb...
Di era/sekarang..kita tdk bisa menghindarkan diri dr perkembangan teknologi..tmsk akan pengenalan HP bagi AUD...

Namun Bpk/ibu hrs mengerti cara penggunaan, dan dampak dr HP ... sehingga..kita dpt memperoleh manfaat HP dan menghindari sisi negatifnya...

Okey...Bpk/ibu mari kita pahami bersama ttg HP...

HP....memiliki kelebihan dr alat komunikasi yg lain..yaitu sifat "kebaharuan"... Artinya selalu berkembang setiap saat ..selalu menawarkan kelebihan2.. aplikasi atau program..

Hal inilah..yg menjadikan HP mampu menarik perhatian semua manusia tanpa mengenal usia...dari orgtua..hingga anak2..

HP..sangat berpengaruh thd semua orang, tidak terkecuali anak. Dua hal yg menjadikan berpengaruh adalah: HP selalu berkembang dan dpt mmbuat ketergantungan/ kecanduan.

Jika demikian,..apakah Bpk/ibu..trus melarang anak2 mengenal HP...?

Ortu/Wali :
(mmmmmmm...., ragu2..)

Penilik:
Nah..sbg orgtua hrs bijak menyikapi penggunaan HP..oleh anak. Syaratnya hrs mengetahui dampak/akibat penggunaan HP, .baik positif/ baik..maupun dampak negatif/buruknya...

Dampak positif/baik:

1). Menambah pengetahuan.
Untuk AUD,..HP dpt menambah pengetahuan..krn dpt menampilkan berbagai jenis benda, makhluk hidup ( hewan/tumbuhan)..yg bergerak atau tdk bergerak...yg sulit ditemui secara langsung...

2). Menambah jaringan persahabatan.
Manfaat ini blm berpengaruh thd AUD,..tp mungkin anak usia di atas AUD...baru berfungsi.

3). Mempermudah komunikasi.
HP..dpt digunakan utk berkomunikasi dg klg, terutama jika terhalang jarak. Apalagi..ada aplikasi video call...
Org bisa berkomunikasi seolah-olah tanpa jarak,..walau dari jauh.

4). Menumbuhkan kreativitas anak.
Perkembangan program/fitur HP..sangat pesat. Banyak game2..yg melatih kecepatan, ketepatan dan keterampilan.. Hal ini yg dpt menumbuhkan kreativitas anak.

Kemudian apa dampak negatifnya..?

1). Mengganggu kesehatan.
HP mengeluarkan cahaya dan panas...ini yg menimbulkan radiasi.. Radiasi tsb berbahaya utk anak di bawah usia 12 th., krn menyebabkan kanker.

2). Menyebabkan perilaku negatif:
- tidak sabar
- tdk tahan kesulitan
- cepat puas/ berpikir dangkal
- anti sosial

Bpk/ibu sekalian..
Namun demikian..kita tdk perlu bersikap ekstrim... kemudian..melarang samasekali...
Kita bisa bersikap bijak tanpa hrs mengorbankan perkembangan anak...

Nah berikut cara penggunaan HP..yg dpt dijadikan panduan:...

1). Pilih HP yg sesuai usia anak.
AUD..sebaiknya..pilihkan HP yg cukup utk mengenalkan warna, bentuk dan suara...Jng pilih HP yg memiliki  fitur/program yg berlebihan. Ingat HP utk anak hanya sebatas sbg fungsi edukasi/ Pendidikan.

2). Batasi waktu penggunaan HP.
Durasi atau lama penggunaan HP utk AUD,  misal hanya 0,5 jam..dan hanya waktu senggang, hr Minggu/ libur sekolah....

3). Hindari Anak Kecanduan.
Kecanduan akan terjadi krn kurang kontrol dr orgtua.

Nah..Bpk/Ibu sekalian.... demikian penjelasan ttg seputar penggunaan HP bg anak...terutama anak PAUD...Kita hrs bersikap bijak. Utk itu, perlu dipahami kebaikan dan keburukannya...
Yg lebih penting tahu cara penggunaannya utk menghindari dampak buruknya...

Terimakasih...
Wassalamu'alaikum wr wb...

*****************
Demikian rekan2 Penilik...semoga ada manfaatnya...

Cttn:
Disadur dari:

http://fuadefendi3.blogspot.co.id/2014/01/pengaruh-gadget-terhadap-perkembangan.html?m=1

PARENTING: CALISTUNG DI PAUD

Oleh M.Kasim

Pada awal berkembangnya PAUD nonformal, sdh muncul bbrp pertanyaan dr pihak terkait,  khususnya kalangan pemerhati pendidikan, yg bernada menyangsikan..keberhasilan PAUD non formal....
Sudah barang tentu, Penilik.(termasuk daya) langsung pasang badan ..ah..siapa bilang...

Sebagai upsya untuk langkah prefentif .maka  saya menganalisa permasalahan TK..karena..TK termasuk jenis layanan PAUD..yg lebih awal berjalan. Analisa dilakukan.baik yg terkait pembelajarannya.maupun dampak sosialnya ( bgmnkah tingkat harapan ortu thd output TK).

Bbrp permaslahan yg teridentifikasi :

1). Terjadi kesalahan  metode pembeljaran di TK,yaitu penekanan calistung.dg mengabaikan tingkat kesiapan / perkembangan  anak.

2). Tingkat harapan otangtua..yg melebihi  batas  kewenangan pendidikan TK,..Sbgmn diamanatkan dlm UU No. 20/Thn 2003 ttg SISDIKNAS,..bhwa PAUD berfungsi mmbina tukem (tumbuh kembang) anak..agar siap mengikuti pendidikn jenjang selanjutnya..
Konskuensinya, terkait calistung, konsep pembelajaran  AUD..adlah anak dikenalkan..bukan belajar...
Oleh sbb itu, metode yg digunakan adlh bermain seraya belajar...

3). Terjadi kegamangan lembaga TK..terhadap Tingkat Harapan ortu atau disebut Guru TK dlm posisi  DILEMATIS..Harapan ortu, bahwa anak harus pandai calistung, lebih cepat menguasainya..akan srmakin bangga ortu tsb.
Jika tdk demikian, maka ortu akan meninggalkan lembaga tersebut, krn dianggap sbg  lbg tdk bermutu.

Sebaliknya, jika melaksanakan, apa yg menjadi tuntutan ortu, jelas..ini sebuah pelanggaran.dlm pendidikan..Secara psikologis..anak dlm posisi mengalami "kekerasan"..

Berdasarkan hasil analisa tersebut, maka langkah2 yg.bisa  dilakukan penilik :

1). Membekali guru PAUD (KB, TPA, SPS)..dg konsep2 dasar PAUD yg benar.

2). Memprogramkan parenting,  setiap awal tahun ajaran..ke setiap lbg. Penilik langsung berhadapan ortu utk memberikan pemahaman konsep PAUD yg benar.

3). Mengupayakan kegiatan seminar/workshop/sosialisasi kpd seluruh pihak terkait dg menghadirkan,:
- IGTKI, HIMPAUDI
- GOPTKI
- Pengawas TK, Penilik.
- Guru PAUD ( TPA, KB, SPS, TK)
- Guru kelas 1 SD
- Orangtu / Masyarakat (PAUD, SD).

Adapun tujuan kegiatan trsbt:
1).Menyamakan persepsi antara orangtus/ masyarakat, dan
pendidik PAUD  tentang konsep pembelajaran PAUD yg benar..
2). Menyamakan persepsi..antara pendidik PAUD dg SD.(guru kls 1).ttg fungsi masing lbg dlm mengenalkan calistung atau belajar calistung. Akhirnya tdk terjadi..pengalihan tggjawab bahwa yg memiliki tugas mengajar calistung adalah Guru SD (kls 1). Konsekunsinya, tdk ada test calistung  utk masuk SD.

Demikian..smoga bermanfaat..

PARENTING PERLU, MENGAPA?

Oleh M. Kasim

Pendidikan merupakan tanggung jawab 3 pihak..yg. menurut Ki Hajar Dewantara disebut Tri Sentra Pendidikan, atau ada yg mengatakan Trilogi Pendidikan. Tiga pihak yg dimaksud : orangtua, sekolah dan masyarakat.
Tiga pihak tersebut harus saling mendukung agar pendidikan mencapai tujuan yg diharapkan.

Penelitian terakhir, memaparkan bahwa  jika dipersentase, seberapa besar pengaruh antara ketiganya thd pendidikan anak adalh:  orangtua 60%, sekolah 20% dan masyarakat 20%. Terlihat bahwa peran orangtua mmegang peran yg penting dlm pendidikan anak.

Bagaimana sikap semua pihak atas fakta demikian? Sebaiknya harus ada kata sepakat bhwa perlu upaya serius untuk meningkatkan peran ortu dlm pendidikan anaknya. Orangtua tidak da pat menyerahkan sepenuhnya dg begitu saja kpd kembaga pendidikan. Hal ini, perlu diantisipasi..krn mulai ada gejala di lbg pendidikan yg elite ( identik dg mahal, biasanya menerapkan full day school, bilingual, dsb), orangtua berkurang keterlibatannya thd pendidikan  anaknya. Sungguh berbahaya.

Peran orangtua thd pendidikan anaknya hars mendapatkan penguatan. Pemerintah..saat ini sebenarnya lbh nenunjukkan komitmennya utk hal itu. Terbukti dg  dibentuknya Direktorat Pemb. Pendidikan Keluarga. Tujuan nya mmfasilitasi program peningkatan peran fungsi keluarga dlm pendidikan anak. Jika keluarga tdk mampu memanfaatkan 60% keterpengaruhan thd pendidikan anak, maka akan direbut oleh pihak lain. Yang tdk diinginkan adlah pihak tersebut dr unsur yg berdampak negatif bagi anak.

Berkaitan dg hal itu, Sukiman (2016), mennyebutkan secara rinci, bhwa pelibatan ortu thd pendidikan anak :

1). Meningkatkan kehadiran anak
2).Mengurangi perilaku destruktif
3). Sikap dan perilaku anak lbh positif
4).Meningkatkan bljar dan prestasi  anak
5).meningkatkan keinginan melanjutkan sekolah
6)Meningkatkan komunikasi ortu-anak
7).Meningkatkan harapan rasa turut berhadil ortu
8)Meningktkan rasa percaya diri ortu
9)Meningkatkan kecenderungan ortu melanjutkan sekolah
10).Meningkatkan kepuasan ortu.thd srkolah
11). Meningkatkan moral guru
12) mendukung iklim  positif dan kemajuan sekolah.

Keluarga adlah pendidikk yg pertama dan utama. Di sinilah anak kali pertama menerima dasar2 pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun demikian, tdk semua ortu dpt memerankan fungsinya secara optimal. Hal ini dpt dipahami, krn tdk semua ortu mmiliki pengetahuan dan keterampilan ttg penddikan. Bahkan ada org tua yg melakukan tugasnya, berdasarkan warisan sejarah atau turun temurun.
Mengapa hal tresbut ter jadi, ? Menurut Jailani (2014), penyebbnya:
1). Kurangnya pengetahuan dan pemahaman ortu.
2).Lemahnys peran sosial budaya masyarakat dlm mmbangun kesadaran akan pentingnya parenting.
3). Kesibukan ortu dlm mmenuhi tuntutan kebutuhan  ekonomi keluarga
4). Kemajuan.IPTEK mmpengaruhi pola pikir dan cara tindak ortu.

Demikian..semoga bermanfaat, bagi penilik untuk menyikapi permaslhan parenting..

EKSISTENSI PENILIK: JABFUNG KEPENGAWASAN, DITARIK KE PUSAT ?

Oleh M. Kasim

Biasa aja tuuhh....?!
Pro-kontra, pastilah..

Jika dirunut ke belakang, maka ini adalah wujud kekecewaan pemerintah pusat, atas sebagian dampak pelimpahan wewenang Pendidikan ke daerah. Ternyata harus dipikirkan ulang, bahwa tdk semua komponen, menunjukkan hasil yg diharapkan, khususnya bidang kepengawasan..

A. Peran dan Fungsi Kepengawasan.

Konsep kepengawasan secara eksplisit tercantum dlm PP 19/2005, pasal 39 dan 40, yg diduduki oleh pengawas dan penilik. Kepengawasan memiliki peran fungsi sbg penjamin dan pengendali mutu pendidikan. Lembaga pendidikan diharapkan mencapai standar Nasional pendidikan. Pengawas dan Penilik adlh Jabfung melakukan pembinaan dan Pembimbingan kpd lembaga.

Pada era Otoda (otonomi daerah) sekarang, terbukti menunjukkan, bahwa kepengawasan tdk terlepas dari kontaminasi, "nakalnya politik" di daerah. Oleh sebab itu, keberadaan pengawas dan penilik bergantung kpd cerdas/tidaknya, kepedulian/tidaknya para pejabat thd  pentingnya peran dan fungsi kepengawasan

Peran dan fungsi jabfung kepengawasan, sbgmn dipaparkan di atas, sangat vital dan strategis. Mutu pendidikan, terakhir bergantung kpd tangan dingin jabfung kepengawasan.
Oleh sebab itu sebagai penjamin mutu ( juga pengendali mutu), maka tidak logis, jika jabfung kepengawasan, memiliki heterogenitas, baik kompetensi dan penghargaannya.

B.Kepengawasan Praotoda.

Sebelum otoda, seluruh sistem kepegawaian Kepengawasan, di bawah kendali pemerintah pusat. Sistem rekrutmen, pembinaan, Penilaian Kinerja, dan penghargaan, dikelola dlm sistem manajemen terpusat.

Konsep hirarkis Kemendikbud tersedia hingga di tingkat kecamatan (Dikbudcam)... merupakan bentuk edial agar kepengawasan berjalan efektif.

Beberapa keuntungan dari sistem tersebut, :

- terjaminnya kualitas SDM jabfung kepengawasan.

-  terjaminnya program kepengawasan, dari pusat hingga ke ujung eksekusi.

- Lebih membuka peluang pemerataan kualitas fungsi kepengawasan.

C. Kepengawasan Era Otoda

Seiring dilimpahkan nya Pendidikan, ke Pemkab/Pemkot, mengandung konsekuensi terhadap jabfung kepengawasan. Selain faktor kebijakan pejabat g variatif, maka perbedaan perlakuan juga dipengaruhi oleh daya tawar dari organisasi profesi, dan kemampuan APBD masing2.

Maka, yg terjadi adlah bervariasinya wujud jabfung kepengawasan di Pemkab/Pemkot. Pengawas, secara umum tdk memiliki perbedaan antar wilayah, krn mendapat perlakuan yg sama secara nasional.

Hal ini berbeda dg penilik. Sistem kepegawaian penilik, yg walaupun sdh memiliki dasar aturan, namun faktanya, implementasi di daerah berbeda-beda. Beberapa faktor yg terkait dg sistem kepegawaian dan  menjadikan penilik bervariasi adalah:

1.   Sistem Rekrutmen

Permenpan RB no 14/2010 dan Permendikbud No. 38/2013, ternyata tetap memiliki celah utk dibiaskan oleh pejabat daerah. Daerah tertentu memang memiliki komitmen atas terjaganya regulasi tsb, namun daerah lain banyak yg mengabaikan.

2. Sistem Pembinaan

Siapakah yg memahami sistem pembinaan kompetensi penilik? Jujur, jawaban yg tepat adalah penilik itu sendiri. Penilik lah yg memahami kebutuhan kompetensi  yg diharapkan utk dikuasainya.

Apakah pejabat di daerah dapat melaksanakan fungsi pembinaan..? Sangat tdk mungkin diharapkan, kecuali jika pejabat tsb berasal dr penilik.

Selain itu, longgarnya proses mutasi dan promosi pejabat daerah, sbg dampak tidak terkontrolnya pengangkatan pejabat. Hal ini mengabaikan prinsip" right man on the right place "
Jarang pejabat yg menguasai kepenilikan.

3. Sistem Penilaian Kinerja

Konsekuensi dari tidak berjalannya fungsi pembinaan, maka berdampak kpd tidak terwujudnya sistem penilaian kinerja penilik. Logikanya, pembinaan adlah upaya untuk mengarahkan penilik agar memiliki kompetensi dan kinerja yg baik, sehingga jika pembinaan tdk berjalan efektif, maka mustahil Penilaian Kinerja Penilik terwujud.

4. Sistem Harlindung (Penghargaan dan Perlindungan).

Identitas yg melekat pada penilik, sbg jabfung tenaga kependidikan yg tdk memperoleh sertifikasi, maka yg terjadi, di daerah satu berhasil berjuang utk memperoleh TKD(Tunj. Kinerja Daerah/sebutan yg lain), dg varian yg berbeda-beda. Sementara di daerah yg lain blm mendapatkannya. Hal ini tentunya kurang kondusif sbg faktor pendukung utk mewujudkan penilik yg memiliki mobilitas kerja yg sama.

D. Posisi Ideal Kepengawasan.

Bisa disepakati bahwa, penjamin dan pengendali mutu, hrs terstandar secara nasional. Bagaimana mungkin proses pencapaian standar Nasional berhasil, jika penjamin dan pengendali mutunya tdk terstandar, krn memiliki heterogenitas?

Maka, perlu keberanian pemerintah pusat utk mengambil sikap tegas, membentuk konsep    bgmn menyetarakan kompetensi Jabfung Kepengawasan. Pemerintah pusat harus mengambil alih kembali dari sebagian pelimpahan pendidikan ke Pemkab/Pemkot, khususnya Jabfung kepengawasan.
Artinya, pengawas dan penilik, harus ditarik menjadi PNS Pusat.

Langkah, bukan tidak mengandung konsekuensi yg ringan. Beberapa hal yg perlu dipertimbangkan, antara lain:

1. Sistem satminkal (satuan administrasi pangkal) Kepengawasan

Dalam Permenpan RB, no 14 dan 21 Th 2010, ditegaskan, bhwa pengawas dan penilik berkedudukan di Dinas Kabupaten/kota. Oleh sebab itu, jika Jabfung keduanya ditarik menjadi PNS Pusat, perlu dipikirkan fasilitas satminkalnya.

Apakah BPPAUDDIKMAS mampu menjadi satminkal keduanya? Padahal tdk semua provinsi memiliki BPPAUDDIKMAS.

2. Halo effect, kebijakan.

Fakta bahwa terdapat keberagaman penilik tdk terbantah. Oleh sbb itu, sangat dimungkinkan terjadi perbedaan tanggapan dan pandangan diantara penilik, atas wacana penilik ditarik menjadi PNS Pusat.

Harus diakui, permasalahan berkisar kepada : kesejahteraan. Penilik yg telah memperoleh kesejahteraan dan penghargaan dari pemkab/ Pemkot, adlh wajar jika tidak berkenan atas rencana tsb. Sebaliknya, penilik yg belum memperoleh sebgaimana teman yg lain,tentunya dengan antusias mendukungnya.

Yang perlu dipahami, baik mereka yg kontra maupun pro, adlh hrs berpikir jernih. Semua pihak harus melepaskan ego masing2. Kepentingan yg lebih besar dan berskala nasional harus dikedepankan. Jangan sebatas, penilai and kulit atau permukaannya saja. Halo effect, hrs dihindari...

Demikian, semoga ulasan ringkas ini..dpt memberikan sedikit   wawasan kepada semua pihak..atas isu : pengawas dan penilik, ditarik menjadi PNS Pusat.

EKSISTENSI PENILIK: PENILIK, SIAPA YANG PUNYA ?

Oleh M. Kasim

Mirip judul lagu....
Hanya saja...judul di atas, memiliki penafsiran yg berbeda-beda.

Keluarnya PP 19/2017, tentang perubahan PP 78/2008  tentang Guru, khususnya pasal  yg terkait Jabatan fungsional Pengawas, menegaskan, bahwa asumsi ada perlakuan berbeda antara pejabat yg memiliki tupoksi kepengawasan (pengawas dan penilik) tidak terbantahkan.

Bahkan, demi memberikan perlindungan kesejahteraan pengawas, maka segala hal dilakukan, walaupun harys melanggar peraturan dan perundang-undangan yg berlaku.

Sementara itu, penilik, yang keberadaannya dg segala kondisinya saat ini, sebagai akibat carut-marut nya implementasi regulasi dari pemerintah pusat di Pemerintah tingkat daerah/kota, seperti anak ayam yg kehilangan induknya. Anak sebatang kara. Kalaupun ada yg mengaku sbg orangtuanya,  terasa spt dianaktirikan.

HIRARKIS REGULASl

Satu diantara prinsip lahirnya regulasi, adlah peraturan levelnya lbh rendah, tidak boleh bertentangan dg yg lebih tinggi. Kemudian, jika setara, maka peraturan yg baru tidak boleh bertentangan dg yg lebih dahulu. Jika ada pelanggaran, maka konsekuensinya, yg lbh lemah kedudukan hukumnya, dicabut, atau ada konsekuensi hukum lainnya.

Bagaimana regulasi tentang kepengawasan? Berikut hasil penelusurannya.

1). UU No. 20/2003, ttg Sisdiknas.

Keberadaan fungsi kepengawasan,  dicantumkan pada Bab XI pasal 43. Bahwa kepengawasan dilakukan oleh kelompok jabatan tenaga kependidikan. Istilah pengawas dan Penilik, blm dimunculkan.

2). PP No.19/2005.

Pada PP inilah, nama pengawas dan Penilik secara tegas tercantum. Kedudukan Pengawas dan Penilik, sebagai pelaksana pengawasan​, diatur dlm pasal 39 utk pengawas,  dan pasal 40 utk penilik.

Dua jabatan ini s cara subtansial memiliki kedudukan yg sama. Tidak ada perbedaan diantara keduanya, yg dpt dijadikan dasar untuk memberikan perlakuan yg berbeda, baik terkait hak atau kewajibannya, kecuali sasaran kepengawasan. Pengawas, sasaran kepengawasan nya pendidikan formal, sementara penilik, pendidikan nonformal.

3). Permenpan RB ttg Pengawas dan Penilik.

Permen RB No. 14 / 2010, ttg jabfung penilik dan angka kreditnya.
Pada pasal 1, ayat (1), ditegaskan, Penilik adlh tenaga kependidikan dg tugas utama....dst.

Permenpan RB, no. 21 / 2010, ttg jabfung pengawas sekolah dan angka kreditnya.
Pasal-pasal yg menegaskan pengawas sbg tenaga kependidikan tdk muncul. Disinilah awal dari berkembangnya perbedaan perlakuan thd pengawas dg penilik.

DEVIASI REGULASI

Pengawas (khusus nya Pengawas TK/SD/SDLB), dan Penilik, dahulunya adlh saudara kandung, dg nama yg sama : penilik. Namun, akhirnya, penilik TK/SD/SDLB, berubah menjadi Pengawas, krn konsekuensi perubahan nomenklatur.

Induk Dirjend yg berbeda, berdampak pada perbedaan jalan nasib dan perlakuan yg diterima. Hal yg lebih memperparah adlh stelah berlakunya OTDA (Otonomi Daerah). Implementasi regulasi terdapat banyak penyimpangan, sesuai persepsi Pemerintah daerah/ kota masing2.

Pengawas, memiliki bargaining power, ketika awal2  pemberian TPP bagi guru. Kasak-kusuk akan mempersulit Guru naik pangkat, jika tdk mendpt TPP, sempat terdengar.
Alhasil, hal tsb tdk bisa dibuktikan, apakah diakomodasinya pengawas menerima TPP dlm PP 78/2008, sbg akibat tekanan itu.

Yang jelas di dlm PP tsb, ada pasal : yg mengaburkan kududukan pengawas.Pengawas, bukan termasuk tenaga kependidikan, melainkan guru yg diangkat sbg Pengawas.
Konsekuensi nya, pengawas mendapatkan TPP(Tunjangan Profesi Pendidik).

KONSEKUENSI LOGIS HAK PENILIK

Berdasarkan paparan fakta dan bukti hukum diatas, maka pembahasan penilik, tdk dpt dipisahkan dg Pengawas. Oleh sbb itu, semua pihak harus memahami, jika ada rasa ketidakadilan yg muncul di semua penilik, atas apa yg diterimanya, sbg perbedaan perlakuan .

Pengawas secara nyata, telah menerima keistimewaan perlakuan. Bahkan, pelanggaran hukum, menjadi sah dan legal, ketika menerima TPP. Kemudian, rasa ketidaknyamanan.menerima TPP, ditangkap oleh "induk semangnya", dg mendorong terbitknya PP 19/ 2017.

Pada pasal 67a, disebutkan, pengawas tetap menerima Tunjangan Profesi. selama2nya 2 thn s.d diterbitkannya peraturan ttg pemberian Tunjangan Profesi Pengawas. Luar biasa, keistimewaan Pengawas.

Bahkan utk melindungi dari jeratan hukum, tdk disebut menerima "Tunjangan Profesi Pendidik", tetapi " Tunjangan Profesi".
Semua tahu, bahwa yang berhak enerima TPP adlh guru dan dosen. Pengawas tdk berhak, tetapi faktanya menerima TPP.

Bagaimana dengan penilik? Alih-alih menerima tunjangan profesi. Untuk mendapat Tunjabfung yg memang sdh selayaknya lebih tinggi dari guru, hrs melalui proses yg panjang dan melelahkan. Sebuah kisah yg memilukan.

Oleh sebab itu, semuanya kembali kepada niat baik "induk semang" penilik.

Apakah menginginkan penilik menjadi pejabat yg bermartabat, dan profesional, ? Ataukah rela melihat pejabat pengendali mutunya, jadi bahan tontonan oleh banyak orang?
Kasihan sekali penilik.

Jangan selalu mengangkat fakta kompetensi penilik yg  memang blm meyakinkan, pada setiap muncul gerakan tuntutan perbaikan kesejahteraan. Adlah tdk fair, sikap yg demikian. Kondisi kompetensi penilik tdk bisa dibebankan sepenuhnya kpd penilik. Sistem rekrutmen, pembinaan, dan efektivitas reward dan puinesmant, yg blm berjalan, merupakan faktor utama yg berpengaruh thd kompetensi penilik.

Saat ini sdg dipersiapkan Penilaian implementasi Permenpan RB 14/ 2010. Tujuannya, yg konon digunakan untuk menjustifikasi Penilik layak ditingkatkan kesejahteraannya apa tidak. Hal ini benar-benar memposisikan penilik  sbg pihak terdakwa yg tidak berdaya.

Bandingkan perlakuan apa yg diterima oleh penilik dengan pengawas. Seperti langit dengan bumi. Dengan demikian, bagaiman tdk boleh dikatakan : penilik bukan milik siapa-siapa. Penilik tidak ada yg punya. Siapa yg menentukan nasib dan masa depan penilik, adalah penilik itu sendiri.

EKSISTENSI PENILIK: APAKAH PENGURUS IPI (JUGA ANGGOTA) MENGALAMI KRISIS KEPEMIMPINAN..?

Oleh M. Kasim

PROLOG:
Seingat saya, sdh 2 (dua) kali mmbaca postingan...yg menyatakan..sebuah teori.(analog? ) bhwa tdk ada krisis bawahan.. yg ada adlh kirsis kepemimpinan....

Suatu malam terjadi diskusi antara 3 (tiga ) penilik yg dimulai dari sebuah pertanyaan:  apa yg hrs dilakukan IPI jika ada anggotanya (yg diprediksi) mau mndirikan organisasi profesi yg baru?.....

Dan selanjutnya..terjadilah diskusi yg panjang dg mmaparkan argumen2 berdasarkan norma2 keorganisasian serta logika hukum...(sayang..mungkin terjadi di penghujung malam..sd di awal dini.. hari,...sehingga tdk banyak yg melibatkan diri..)

Uraian..berikut ini..tdk mmbhas ending dr diskusi tsb...juga tdk menjustifikasi.diskusi tsbt....tetapi mncoba memaknai...klo boleh dikatakan menyibak "tirai" ada apa di balik "pertanyaan nakal" dari topik tsb?....

IPI sbg organisasi profesi penilik dan juga spt organss profesi yg lainnya...didirikan oleh para penilik..dg tujuan minimal ada 2 : wadah peningkatan profesionalitas..dan perjuangan aspirasi (nasib/cita2/harlindung)...

Dalam sbuah organisasi ada dua pihak..yg pokok yaitu pengurus dan anggota. Organisasi akan dapat berjalan dan bersama2..mncapai tujuan.. jika dua pihak tsb, dapat mmerankan tugas fungsinya atau menjalankan hak dan jewajibannya..
masing2..

Dalam perjalanan, adlh wajar jika  terjadi dinamika..krn perbedaan persepsi (walau memiliki visi dan misi yg sama)... Bukan barang haram... Justru hal ini jika dikelola dg manajemen "kepemimpinan" yg baik..akan menjadi sumber tenaga..yg mmpu mmobilisasi roda organisasi.berputar  hebat...
Sebaliknya jika tidak...maka..yg terjadi adlh kebuntuan komunikasi...tersendatnya..alur koordinasi... terpisahnya Pengurus dg Anggota..oleh dinding "egoisme" masing2... Jika sdh mencapai ambang batas "daya tahan" masing2.. maka terjadilah.. pemutusan kontrak amanah dari anggota ke pengurus...

Nah..di sinilah..mungkin yg dimaksud...terjadinya "krisis kepemimpinan"..

Bagamana kepemimpinan. yg shrsnya.
.diimplementasikan dlm organisasi..agar hal tersebut tdk terjadi..? Berikut bbrp hal yg disimpulkan berdasarkan pengalaman..:

1). Pertahankan bahkan tingkatkan kepercayaan anggota kpd Pengurus. Ingat, pengurus adlh pilihan anggota. Pengurus mndapat amanah dr anggota, berdasarkan kepercayaan anggota.

2). Buatlah program (diputuskan dlm raker, tentunya) yg langsung menyentuh kebutuhan dasar (kenaikan tingkat,  kesejahteraan, bantu kelancaran dlm tugas dalmut)

3). Buka kran selebar-lebarnya , seluas-luasnya..arus komunikasi..koordinasi...penyampaian aspirasi..informasi...dsb.
Harapannya..ada trnsparansi..akuntabelitas.. aksesbilitas..di organisasi.

4). Terakhir..bisa dipertimbangkan motto:
Organisasi bukan birokrasi,  dan Ketua bukan Kepala...

Hanya..saja...tdk berimbang jika yg menjadi sorotan hanya "kepemimpinan".(baca: pengurus). Anggota..walau tdk mendapatkan label "krisis bawahan"..juga hrs mmahami kewajibannya, jng hanya terfokus kpd haknya saja. Sekaligus jng cepat2 mengambil langkah "extra ordinary" semacam kudeta..dlm sebuah negara...jika terjadi blm berjalannya sbuah organisasi sebgmn diamanahkan dlm AD/ART..
Mari kita..mainkan peran kita masing2 sesuai porsinya...agar ke dpn.. IPI tercatat dlm sejarah sbg satu di antara Organisasi Profesi yg elegan, profesional, modern , bermartabat dan amanah...

PENDIDIKAN KARAKTER, TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Oleh M.Kasim

Jangan jawab dulu, jika masih belum direnungkan. Pertanyaan ini berawal dari hiruk pikuknya peristiwa beberapa waktu lalu tentang bagaimana pro kontra pemberlakuan full day school. Sebuah konsep yang diharapkan akan dapat memperkuat penanaman karakter kepada anak-anak bangsa. Penutupnya, terbitnya Perpres No. 87 Tahun 2017.

Alhamdulillah, benar-benar pemerintah telah menunjukkan keseriusan dalam menyikapi semakin mengkhawatirkannya hambatan dan tantangan dalam membangun karakter bagi calon generasi penerus bangsa ini. Selesaikah? Tidak.

Pilar-Pilar Penyangga

Perpres No. 87 Tahun 2017, secara tegas menyebutkan dalam konsiderennya  bahwa penguatan pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Tepat sekali pertimbangan ini, karena pada dasarnya pendidikan memang tanggung jawab tiga pihak tersebut, yang dikenal dengan Trilogi Pendidikan. Kemudian dalam

Pasal 3, disebutkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meiiputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatit mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungiawab

Pemerintah, yang dalam hal ini direpresentasikan pada ujung pelaksananya, yaitu sekolah, menjadi leading sector , karena yang paling memungkinkan memiliki struktur dan infrastruktur, terkait proses pendidikan.

Secara struktur, sekolah memiliki SDM yang memang dibekali dengan kompetensi dan kualifikasi yang lebih baik. Guru dan Tenaga Kependidikan di sekolah dipandang cakap untuk membimbing anak agar tumbuh dan kembang karakter-karakter yang dimaksud. Kemudian infrastruktur yang berupa program, baik kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, akan menjadikan keunggulan dalam pendidikan karakter.

Masyarakat, juga memiliki peran tidak lebih kecil dari pada sekolah, dalam menentukan keberhasilan pendidikan karakter pada anak. Apalagi pada anak remaja, yang secara psikologis, mulai mengurangi kebergantungan dengan keluarga, untuk lebih mendekatkan diri kepada lingkungan sebagai bentuk upaya pengakuan atau pembentukan jati diri.

Runyamnya, heterogenitas dan sulitnya pemantauan dari orangtua kepada pihak-pihak di luar keluarga, dapat menjadi faktor yang tidak menguntungkan bagi pendidikan karakter anak.

Keluarga, sebagai pihak yang dikenal pendidik yang pertama dan utama, adalah penentu pembangun dan pemberian dasar/pondasi karakter anak.

Sebagai pendidik yang pertama, artinya sebelum anak bersosialisasi dan berkomunikasi secara fisik dan emosional dengan pihak luar, maka orangtua lah yang menorehkan nilai-nilai/karakter  kepada anak. Sebagai pendidik yang utama, artinya, dari segi kuantitas waktu dan kewenangan, orangtua tidak terkalahkan oleh dua pihak sebelumnya. Jelaslah, dari 24 jam, yang ada, hampir 2/3 bagian lebih, anak bersama keluarga. Dapat dipahami jika, karakter anak, merupakan gambaran bagaimana kondisi sosial dan emosional keluarga masing-masing.

Pilar yang Terlupakan

Sudah cukupkah pendidikan karakter dibebankan kepada tiga pihak tersebut? Sangat tidak cukup. Masih ingat, gebrakan cemerlang dari tokoh pejabat nasional (jika tidak salah beliaunya  Jaksa Agung) yang mencetuskan kantin kejujuran?

Luarbiasa, dan sangat mendasar, menyentuh urat nadi bagi tumbuhnya karakter kejujuran bagi anak. Bukan bermaksud membiaskan tanggung jawab pendidikan lepas dari pihak kementerian yang membidangi pendidikan, melainkan ini menunjukkan langkah nyata bahwa pendidikan karakter merupakan tanggungjawab semua komponen, dari bangsa ini.

Pendidikan karakter tidak hanya mengarah kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Keagamaan, Dalam Negeri, yang semuanya merupakan unsur eksekutif. Tidak akan terwujud pendidikan karakter kepada anak-anak, jika mengabaikan peran dan fungsi pihak legislatif dan yudikatif. Pendek kata, semua lembaga negara, tanpa kecuali, harus bertanggung jawab memerankan fungsinya sebagai pihak yang ikut membangun karakter anak-anak.

Keteladanan, sebagai komitmen

Pertanyaan berikutnya, sudahkah pihak-pihak tersebut di atas memiliki kesadaran dan komitmen akan tanggungjawabnya sebagai pihak yang menentukan warna karakter generasi bangsa ini ke depan?.  Ada dua indikator yang dapat dijadikan parameter untuk menilai seberapa jauh kepedulian pihak-pihak tersebut.

Pertama, secara kelembagaan, apakah lembaga-lembag tersebut memiliki program yang memberikan peluang bagi tumbuhnya karakter yang diharapkan tumbuh dan berkembang? Misalnya, melalui kolaborasi ataupun bersinergi dengan lembaga pendidikan, dalam perlombaan mapun kegiatan yang lain. Bisa juga, secara nyata ada penganggaran, baik untuk intern  juga ekstern, dalam memberikan daya dukung pendidikan karakter.

Kedua, secara pribadi, apakah para pejabat sebagai public figure , dapat memberikan contoh kepada masyarakat atau khalayak ramai, bahwa dirinya patut menjadi panutan yang menunjukkan karakter bangsa ini. Sebagai orang yang segala sepak terjangnya, ucapannya, perilakuknya, dan pemikirannya, sangat mudah tersiarkan di media sosial, cetak dan elektronika, apakah sudah memberikan contoh yang baik?.

Bagaimana dengan peristiwa-peristiwa di media masa, akahir-akhir ini? Apakah tontonan tersebut sekaligus berupa tuntunan? Ataukah justru menjadi faktor yang merobohkan pilar penyangga karakter bangsa? Jika dicermati, maka yang justru memberikan torehan yang mendalam dalam benak anak adalah keteladanan para orang dewasa di sekitarnya.

Apa yang anak dengar, lihat dan rasakan akan menjadikan dasar tumbuhnya karakter. Pejabat publik baik dari eksekutif, yudikatif dan legeslatif, para public figure, yang berasal dari tokoh masyarakat, agama, artis, dan segala profesi, pendek kata seluruh pilar bangsa ini, harus bahu-membahu, memberikan keteladanan dalam penguatan pendidikan karakter.

EKSISTENSI PAUD: CEGAH AUD KARBITAN

Oleh M. Kasim

Jengah rasanya, jika permasalahan tentang eksploitasi anak usia dini (AUD)  terus berulang, dari kurun waktu ke waktu tiada henti. Hal ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang berkompenten tidak serius, cenderung mengabaikan, bahkan memandang “remeh” PAUD.

Topik yang terkait dengan calistung untuk PAUD, Bimbel PAUD, Tes Calistung Masuk SD, dan topik-topik yang sejenis, seakan tiada henti terus digulirkan.  Mengapa? Apakah memang topik ini menarik untuk dikaji?

Tidak ada yang menarik dari topik ini, sebab secara teoritis dan dukungan empiris, permasalahan  pemaksaan AUD untuk menguasai tahapan tumbung kembang anak sebelum waktunya, secara tegas dan gamblang berbahaya bagi AUD.

Proses inilah yang sering disebut mencuri start dengan tujuan memperoleh AUD yang “unggul” sebelum waktunya, atau AUD karbitan atau digegas

Pendekatan PAUD

Hampir semua ahli pendidikan sepakat bahwa PAUD identik dengan upaya perangsangan tumbuh kembang (tukem) AUD, dengan pengkondisian suasana yang penuh kasih sayang, menyenangkan, nyaman, kelembutan dan kesabaran.

Kondisi yang demikian menjadi faktor utama yang menjadikan prasyarat AUD bertumbuh dan berkembang secara optimal. Sebaliknya, jika AUD mengalami kekerasan, maka akan berdampak buruk bagi perkembangan berikutnya.

Permendikbud N0. 146 tahun 146, tentang Kurikulum PAUD 2013,  dalam Pendahuluannya menguraikan  bahwa  stimulasi pada usia lahir-3 tahun ini jika didasari pada kasih sayang bahkan bisa merangsang 10 trilyun sel otak. Namun demikian, dengan satu  bentakan saja 1 milyar sel otak akan rusak, sedangkan tindak kekerasan akan memusnahkan 10 miliar sel otak.

Wibowo (2008), menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam PAUD, adalah:

1).  AUD baru mulai memunculkan / mengembangkan ketrampilan-ketrampilan  dasar, tugas kita mengoptimalkan perkembangan anak, dengan cara: memahami anak, mengetahui kebutuhan anak, dan mengetahui cara memenuhi kebutuhan tersebut.

2).   Setiap AUD unik. Memang ada karakteristik umum dalam perkembangan AUD, sebagaimana yang tercantum dalam STPPA, namun itu adalah merupakan kontinum. Artinya, hanya rentangan tahapan perkembangan anak.  Masing-masing AUD memiliki karakteristik, berbeda antara satu dengan yang lainnya.

3).  AUD perlu dipahami dan dihargai. Tugas kita mendampingi anak berkembang sesuai dengan derap langkahnya dan kemampuannya.

Sementara itu Saichudin (2005), dengan mengutip pendapat Ganong, menyimpulkan berdasarkan hasil penelitiannya, bahwa pembelajaran Calistung yang monoton, membosankan dan memaksakan anak untuk melakukan kegiatan tersebut dapat berakibat timbulnya stres pada anak, kalau kejadian ini berlangsung lama akan mengakibatkan makin banyak sel otak yang mati.

Berdasarkan paparan teoritis dan bukti empiris di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat berbahaya, jika pendekatan perangsangan tukem AUD, mengabaikan prinsip-prinsip pendidikan/pembelajaran AUD.

Pemaksaan AUD untuk mencapai tahapan tukem sebelum waktunya, tidak hanya berdampak fisik, seperti kelelahan atau cacat, tetapai yang lebih fatal adalah akan terjadi cedera otak.

AUD hasil “Era Superkids”

Apa yang terjadi saat ini, telah dirasakan dampaknya oleh Amerika, lebih 2 dasa warsa yang lalu. Itulah negara kita, selalu tertinggal, dalam segala bidang, termasuk dunia pendidikan. Ironis memang, di tengah canggihnya alat komunikasi, yang bisa menembus ruang, jarak dan waktu, namun fakta belum berpengaruh positif dalam mengubah mindset masyarakat/orangtua, dalam memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Masyarakat/orangtua belum memahami bagaimana fenomena pendidikan yang melanda di negeri Paman Sam, tersebut, dan bagaimana dampaknya.

Era “Super Kids”, adalah konsep Era Superkids berorientasi kepada " Competent Child" . Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya " earlier is better ". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik.  Anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, tari balet, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya (Faizah, 2006).

Bagaimanakah hasil dari era “superkids”?. Sebagaimana yg terjadi, bahwa bahwa para ahli pendidikan, sekarang menyadari, bahwa terbukti, kesuksesan seseorang tidak bergantung pada satu ranah saja (dari afektif, kognitif dan psikomotorik). Keberhasilan anak meraih masa depannya, tidak hanya ditentukan oleh tinggi IQ   ( Intelligence Quotient) tetapi perlu dikembangkan EQ ( Emotional Quotient), SQ ( Spritual Quotient) ,  dan yang lainnya.

Berikut kisah yang dipaparkan oleh Oleh Dewi Utama Faizah,  ( Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Depdiknas, makalah tanpa tahun), banyak AUD yang cemerlang dan fenomenal, sebagai hasil produk “Era Superkids”, namun tenggelam tertelan waktu, tidak terdengar pada masa dewasanya.

AUD bernama William James Sidis, putra seorang psikiater. Usia 11 tahun masuk Harvard College. Kecerdasannya dibidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian? James Thurber seorang wartawan terkemuka pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis.

Yang lain, Edith di usia 5 tahun telah menyelesaikan membaca Ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia membaca enam buah buku dan koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun ia menjadi guru matematika di Michigan State University. Orangtuanya berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar.

Penutup

Lelah rasanya jika bangsa ini selalu mengulang kesalahan yang sama, yang telah dilakukan oleh bangsa lain.  Teori dan bukti empiris, tentang AUD, sangat udah diakses lewat berbagai media (cetak dan elektronik.  Akases tanpa batas dunia maya, mempermudah masyarakat/ ortu/ pendidik dan semua pihak untuk memperoleh segala informasi, termasuk PAUD.

Janganlah memandang remeh akan urgensitas PAUD, bagi kelangsungan bangsa ini. Tahun 2045, bangsa ini dihadapkan dua pilihan yang menentukan. Dampak dari bonus demografi, akan mengunduh berjaya, atau sebaliknya bencana. Jika bangsa ini ingin mencapai target diperolehnya Generasi Emas pada tahun 2045, maka, tidak ada pilihan lan: selamatkan AUD.

KIPRAH PENILIK: ANDRAGOGI, KITA PERLU TAHU....

Oleh M. Kasim

Pernahkah Bpk/Ibu/Sdr..diicuekin. audien..ketika berbicara menyampaikan materi/sesuatu informasi..di acara seminar, workshoo, parenting...rapat RT/RW ?
Pdhal..semua materi, strategi, bahkan media sdh dipersiapkan..secara matang..Pasti dalam hati..berkata..(ini orang.kok kebangeten banget...)...

Sebagai pembicara/pemateri..maka tdk cukup hal2 tersebut..saja yg disiapjan. Sering dilupakan orang..bahwa  saat itu sdang berhadapan orang dewasa..Orang dewasa..yg hadir tdk dengan dlm keadaan kosong. Masing-masing memiliki sesuatu..baik yg terkait secara langsung atau tdk langsung dg topik/materi kegiatan. Sesuatu bisa berupa opini , persepsi bahkan..prinsip berdasarkan pengalaman masing2. Di sinilah, apapun profesi pembicara,..perlu mmahami konsep dan implementasi andragogi...

Andragogi adalah seni dan pengetahuan dlm mmbantu orang dewasa belajar. (Knowles, 1970). Berdasrakn bstasan ini, jlas pebelajar orang dewasa, lbh aktif dlm bljar. Peran pendidik sebatas, penuntun dan  fasiitator... Konsep yg berbeda dg.  Pedagogi,  yaitu seni dan pengetahuan mendidik anak2.

Selanjutnya, diuraikan ada 4 anggapan dasar  perbedaan andragogi dg pedagogi:

1). Konsep diri: anak-anak cenderung bergantung, org dewasa biasanya mandiri.

2).pengalaman: anak2 terbatas, dewasa sumber bljr berharga..

3). Kesiapan belajar: anak2 tetpusat pd satu objek, dewasa.lebih matang dan luas

4).  Orientasi belajar: terpusat, utk lewati ujian, dewasa terpusat penyelesaian msalah..

Dari uraian tersebut, dpt dipaparkan bbrapa strategi pada saat berbicara dg audiens org dewasa, bahwa pembicara harus beranggapan:

1). Orang dewasa, bukanlah pihak yg nihil topik/tema. Seberapapun kadarnya, telah memilik hal tersebut.. Prmbicara dpt memanfaatkan kondisi sbagai bahan mmperkaya dan mmperdalam bahasan..

2). Orang dewasa mmemiliki konsep belajar karena kebutuhan. Maka, topik dan tema harus berorientasi kpd hal2 yg tidak jauh dengan kesehariannya. (pekerjaan, budaya, sosial dsb) . Pembicara berupaya mmberi penguatan atau kontribusi nyata.

3).Orang dewasa..memiliki target dan agenda yg berbeda-beda. Oleh sbb itu,  pada awal pertemuan, pembicara sebaiknya melakukan hal2:
- kespakatan materi/topik (jumlah/luasnya)
- kesepakatan waktu kegiatan Pembicara menyampaikan waktu yg dibutuhkan. dan mrnawarkan kpd audien..brp yg dispakati.

Demikian,..semoga bermanfaat...

EKSISTENSI PENILIK: TEMA SEMINAR NASIONAL (sebuah usul)

Oleh M. Kasim

Masih belum puas dengan Seminar Nasional Penilik di Jatim, 17 Nopember 2016.
Dengan tema yg cukup disebut fundamental dan fenomenal:

" Mereposisi dan Merekonstruksi  Penilik, yang lebih profesional, bermartabat, dan Sejahtera"

Panitia berharap, seminar berjalan penuh greget dg out put berupa rekomendasi yg berbobot. Walau secara umum, Seminar berjln lancar, namun bagi panitia berpendapat : tdk spt yg diharapkan..terutama respon peserta tdk maksimal dan blm menunjukkan antusiasme yg tinggi. Entahlah penyebabnya....

Catatan kecil ini tdk bermaksud membicarakan lbh jauh..ttg Seminar tsb..., tetapi dilandasi rasa penasaran yg tinggi bgmn jika tema seminar tsb menjadi buah pemikiran dlm skala yg lbh luas... Selain itu, tema tersebut sangat relevan dg saat ini  yg konon sdg dilakukan revisi Permenpan RB no.14 Th 2010.

Baiklah disimak bersama dua kata kunci dlm tema tsb:
"Mereposisi" dan "Merekonstruksi"
Mereposisi , bermakna mengembalikan ke tempat semula. Merekonstruksi: mengembalikan ke bentuk semula. Dua kata yg hampir sama, dlm hal prosesnya. Perbedaanya, terletak pada bentuk kegiatannya. Selain itu, dua kata tsb mengandung saling mengait. Jika pada saat mereposisi, ada konsekuensi hrs terjadi perubahan, maka perlu dilakukan upaya merekonstruksi.

Bagaimana kaitannya dg Penilik?
Mereposisi, mengandung makna bahwa diharapkan dilakukan upaya mengembalikan jabfung Penilik pada tempatnya yg semula.   Apakah posisi saat ini, sbg pengendali mutu dg sistem kepegawaian yg sdh tepat?

Merekonstruksi, artinya membangun/menata  kembali, Jabfung Penilik.
Apakah peran, tugas dan fungsi  Penilik saat ini sdh tepat?

Marilah berpikir dengan tenang dan jernih...apa maksud arti kedua kata tsb..dan bgmn kaitannya dg kondisi Penilik saat ini..
Jika dianalisis tersimpulkan bahwa posisi penilik saat ini perlu dilakukan penataan ulang, dan perlu membentuk lagi wujud Penilik..agar lbh berdaya guna dan berhasil guna.

Untuk mmperoleh gmbaran bgmn penilik saat ini, maka petlu diingat kembali,  kedudukan dan bentuknya pd "tempoe toeloe". Pada era sblm OTDA (otonomi daerah), Penilik adlah jabatan yg disegani, dihormati dan dihargai di lingkup pendidikan.
Mengapa demikian?

Beberapa hal berikut yg menjadikan Penilik pada waktu itu memiliki marwah (harga diri/nama baik) yg tinggi.:

1). Penilik, adlh sebutan utk semua jabatan fungsional penjaminan mutu di tingkat kecamatan ( jabtan Penilik: TK/SD/SDLB, Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Dikmas). Semua Penilik mendapatkan perlakuan yg hampir sama, krn memiliki sistem kepegawaian yg sama. Sekarang, terjadi perbedaan perlakuan , khususnya dg jabfung pengawas TK, SD /SDLB.

2) Sistem kepegawaian yg mmbuka peluang terjadinya perbedaan penafsiran dan pemberlakuan oleh pemerintah daerah. Misal: sistem rekrutmen yg relatif ketat , sistem pembinaan yg terjaga, dsb.

3). Pandangan sblah mata, dr pejabat daerah dan para pihak yg seharusnya menjadi sumber calon yg berkualitas.
Dengan tegas dapat dikatakan: penyebanya adlh Tunjangan Fungsional Penilik.

Paparan tersebut, perlu mendapatkan perhatian yg serius, dr semua pihak terkait. termasuk Penilik. Momen sdg diprosesnya Permen RB no 14 th 2010, hrs dijadikan ajang para Penilik untuk menyumbangkan pemikiran
atau pendapat. Dengan catatan, pertimbangan2 yg lbh mengedepankan situasi.
, kondisi yg bernuansa daerah  atau kepentingan kelompok, hrs dijauhi.

Bgmn instrumen utk menginventarisasi pendapat, pandangan, dan pemikiran yg merepresentasikan sebagian besar anggota diperoleh? Seminar Nasional  (ada yg mewacanakan: Rembug Nasional) adlh satu diantaranya yg dpt dipilih.

Dengan tdk mengurangi rasa hormat dlm berpendapat, maka tema Seminar Nasional Penilik, di Jember, Jatim, dpt diulang kembali.

"Mereposisi dan Merekonstruksi Penilik, yang Profesional, Bermartabat dan Sejahtera"

KIPRAH PENILIK: MEMODIFIKASI RUTINITAS GEBYAR PAUD.

Oleh M. Kasim

Gebyar PAUD..tlah menjadi agenda rutin...semua wilayah. Masyarakat terutama ortu PAUD..hadir pada satu tempat dg berbagai acara.... Meriah.
Tak tertinggal kehadiran Bunda PAUD (Ibu Bupati/Walikota)..menambah..
daya tarik magnit..Gebyar PAUD.

Namun sayangnya..berkumpulnya ribuan, bahkan puluh ribuan..masyarakat... yg dg persiapan..tentunya menguras tdk sedikit..pikiran, tenaga, biaya...waktu.., berlangsung "hanya sesaat".. Tidak sebanding...dg "out came" yg bisa diperoleh...jika mampu diberdayakan..

Berlatar belakang pemikiran:
1). PAUD adlh sebagian dr Program PAUDDIKMAS..
Namun..jujur masyarakat umum..merasa asing..dg kata.. PKBM, TBM, .. HIPPKI/HISPPI, IPI,   (kecuali IGTKI dan HIMPAUDDI perlahan sdh mulai dikenal).

2). Bahwa masing2 bentuk/jenis layanan dr Program PAUDDIKMAS..itu..jika disinergikan..akan bisa  meraih dua keuntungan:

-Intern, akan terbentuk kerjasama..saling menguntungkan..

-Ekstern, masyarakat..semakin tahu ttg pendidikan nonformal..

Oleh sebb itu..maka..dimunculkan ide..Penambahan Kegiatan Gebyar PAUD dg Gelar Karya GTK PAUDDIKMAS..

Sdh 3x...Gebyar PAUD..di Tulungagung...digabung dg Gelar Karya GTK PAUDDIKMAS.....konsep:

1). Gebyar PAUD (spt biasa).
2).Gelar Karya:
-Stand Pameran dari gabungan LKP, PKBM, TBM, HIPPKI./HISPPI, HIMPAUDI, IGTKI, dan IPI slaku koordinator...
2).Waktu..minimal 3 hari , 2 malam...trus malam hari pentas Seni oleh:  Guru, Penilik, Instruktur Kursus, Tutor Kejar Paket...

Yang pasti....rrruuuaamme.. orangtua PAUD..habis keg. Gebyar bisa lihat/beli hasil produk PKBM/Masyarakat..lainnnya..

Berani coba? Anda termasuk penilik yg suka tantangan..???


KIPRAH PENILIK: PEDOMAN, JUKLAK DAN JUKNIS DALMUT, SEBAGAI UNSUR PENGEMBANGAN PROFESI

Oleh M. Kasim
Sudah menjadi rahasia umum ( eh, akhirnya jadi bukan rahasia lagi doonk..). Bahwa banyak  penilik merasa keteteran dlm pengajuan Usulan PAK, krn terganjal dlm pemenuhan Angka Kredit dr unsur pengembangan profesi.
Keluhan juga disampaikan oleh berbagai pihak terkait ( terutama Tim Penilai), bahwa secara kasat mata terlihat jelas, terdapat kemiripan unsur Karya Tulis ( KT), baik dr segi subtansi, tata bahasa, gaya bahasa, dsb.
Sulit mengelak, dari penilaian bahwa banyak terjadi plagiator, atau setidaknya copy paste atau mengutip tanpa menghiraukan tata aturan yg berlaku. Jangan takut, penilik tdk sendirian, krn fenomena tsb jg melanda hampir semua jabatan fungsional pendidikan yg lain.
Sebenarnya hal tsb tdk perlu terjadi, jika penilik memiliki keberanian utk mencoba sesuatu yg baru ( yg sebenarnya bukan baru), atau tampil sbg pihak yg pertama, atau setidaknya memiliki semangat tampil beda. Tentunya, tampil beda yg positif. Apa itu?
Jika dicermati, banyak peluang utk memperoleh pundi2 sumber angka kredit dr unsur pengembangan profesi dari penilik. Pengembangan profesi tdk hanya berasal dari dr subunsur penyusunan KT. Mari disimak bersama uraian berikut.
UNSUR PENGEMBANGAN PROFESI
Peraturan yg mmberikan uraian secara detail ttg pengembangan profesi adlh Permendikbud No 38 Th 2013, ttg Juknis Jabfung Penilik dan Angka Kreditnya. Subunsur Pengmb. Profesi:
1). Membuat Karya Tulis/ Penelitian
Yg selanjutnya, dipilah-pilah berdasarkan :
- Bentuknya ( buku, makalah)
- Pempublikasian ( dipublikasikan/ didokumentasikan).
2). Penerjemahan/Penyaduran
3). Penyusunan Buku Pedoman/Juklak/ Juknis di Bid. Pengendalian Mutu.
4). Menjadi Juara Lomba Karya Ilmiah.
Jika dicermati, maka sebenarnya seorang penilik tdk perlu merasa kehabisan bahan dlm mmbuat bukti fisik, dr unsur pengembangan profesi. Permasalahannya,,  rata2 penilik terpaku  dan tertuju  hanya pd pilihan subunsur pembuatan  KT. Padahal, pembuatan KT memerlukan, pikiran, waktu, tenaga dan biaya yg tdk sedikit.
Sementara tidak disadari, jika ada subunsur dari segi2 tsb lebih mudah dan ringan, dg kemungkinan memperoleh nilai AK yg tdk lbh kecil.  Subunsur yg dimaksud adlh Penyusunan Buku Pedoman, Juklak dan Juknis Bid. Dalmut.
PEDOMAN, JUKLAK DAN JUKNIS, SEBAGAI ALTERNATIF PILIHAN.
Dalam Permenpan RB No 80 Yg. 2012, ttg Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah, dipaparkan:
1). Pedoman adlh naskah dinas yg memuat acuan yg bersifat umum di lingkungan instansi pemerintah yg perlu dijabarkan ke dalam petunjuk operasional dan penerapan nya disesuaikan dg karakteristik instansi / Organisasi yg bersangkutan.
2). Petunjuk Pelaksanaan adlh naskah dinas pengaturan yg memuat cara pelaksanaan kegiatan, termasuk urutan pelaksanaan nya.
Kemudian untuk memberikan batasan petunjuk teknis, dpt dianalogikan dr dua batasan tersebut: petunjuk teknis adlh acuan penyelenggaraan yg lebih operasional dan rinci dr suatu kegiatan yg biasanya disertai dg standar operasional prosedur (SOP).
IIMPLEMENTASI DALAM DALMUT
Bagmn menyusun Pedoman, Juklak dan Juknis Bid. Dalmut? Seblmnya perlu dipahami kedudukan dan hubungan antara ketiganya. Untuk itu perlu disimak apa yg gambarkan Trismanto (2010), dlm bhn tayang penilaian AK pengembangan profesi:
1). Digambarkan dg analogi diagram ven: bhwa urutan hirarki dimulai yg tertinggi adlh: pedoman, Juklak, dan Juknis.
2). Pedoman bersifat umum (makro ), Juklak bersifat tengah/pertengahan (meso), dan Juknis bersifat operasional (mikro)
Agar lebih mudah memahami, maka dpt lsg dikaitkan dg bidang dalmut berikut,:
1). Pedoman
- Pedoman Pengendalian Mutu
2). Juklak
- Juklak perencanaan
- Juklak Pemantauan
- Juklak Penilaian
- Juklak Pembimbingan
-Juklak  Pelaporan
3). Juknis
- Juknis Penyusunan Renjata
-Juknis Penyusunan Renjatri
- Juknis Penyusunan Instrumen pemantauan
- Juknis Pelaksanaan pemantauan
- dsb, dll, dst...
WAAAOOWW...
BANYAK... BUKKAAANN...??


Download : Contoh Pedoman
                     

KIPRAH PENILIK: MEMPERKUAT SINERGISITAS ORMIT, MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PROGRAM PAUD DIKMAS

Oleh M. Kasim

Ada apa ini? Judul coretan yg mengingatkan orang akan  bentuk karya tulis formal: skripsi/tesis. Serius amat......

Penilik dalam menjalankan tugas dan fungsinya selaku pelaksana dalmut (pengendali mutu) dan evdam ,( evaluasi dampak),
hrs mmpu menjalin komunikasi yg efektif dg lembaga atau PTK PAUD n Dikmas. Tingkat kualitas komunikasi yg dilakukan penilik menjadi satu diantara faktor penentu kualitas dalmut dan evdam.

Mengapa? Komunukasi efektif akan mmberikan peluang komunikator (pemberi pesan) dan komunikan (penerima pesan), agar terjalin hubungan sosial yg saling menyenangkan dan akhirnya mmpermudah melakukan suatu tindakan. Artinya jika Penilik mmpu menjalin komunikasi efektif dg lembaga organisasi mitra (ormit) dan anggotanya, maka akan mempermudah melakukan dalmut dan evdam.

Dalam melakukan komunikasi dengan berbagai ormit (HIMPAUDI, HIPPKI, HISPPI, FPKBM, FTBM, IGTKI , APSI), penilik dpt  menggunakan berbagai jenis pendekatan. Pendekatan yg dimaksud adlh formal dan informal.
1)Pendekatan formal, artinya melalui proses atau kegiatan kedinasan atau resmi.
2) Pendekatan informal, yg dilakukan melalui jalur tdk resmi. Artinya, berlangsung dlm suasana yg lebih santai.

Konsep inilah yg dijadikan visi dan misi IPI Kab. Tulungagung, Jatim, selama periode kepengurusan mulai th 2014-skrg. Bahwa untuk mendukung tugas dan fungsinya selaku pelaksana dalmut dan evdam,  "membangun Sinergitas dg ormit, untuk meningkatkan mutu layanan program PAUD dan Dikmas".
Hal tsb bukan berarti, bahwa slma ini hubungan antara IPI dg ormit,  tdk/blm baik, melainkan  menekankan bgmn meningkatkan hubungan menjadi lebih terprogram dan terstruktur dg baik.

Adapun program yg sudah dan sedang berjalan dlm rangka membangun Sinergitas tersebut adlh:

A. PENDEKATAN FORMAL
Mmbentuk tim-tim kerja, bersama, dg melibatkan ormit:

1). Kepengurusan PKG PAUD  tingkat Kab

a)Fungsi dan tugasnya:
- melakukan inventarisasi permasalahan yg muncul di PKG PAUD di tingkat  kecamatan.
- Melakukan koordinasi persiapan berbagai kegiatan perlombaan spt Lomba Gugus / Lmbaga PAUD .

b).Kepengurusan terdiri atas:
Pengawas TK, Penilik PAUD, Guru PAUD (TPA-TK)

2). Tim Pengembang PAUD.

a). Tugas dan fungsinya:
-Menyusun/mmbuat  sumber belajar, media pembelajaran dan termasuk bahan ajar PAUD.
- Melakukan kajian-kajian permasalahan PAUD, secara umum yg muncul .

b). Kepengurusan:
Pengurus dan anggotanya:
- Pengawas TK, Penilik PAUD, Guru PAUD ( TPA- TK).

3). Tim pengembang Kurikulum 2013 PAUD.

a). Tugas dan fungsi.
- Membantu mempercepat proses  sosialisasi K. 13 PAUD.
-Melakukan inventarisasi dan kajian permasalahan dari proses implementasi K. 13 PAUD.

b) Kepengurusan dan Anggota.
-Pengawas TK, Penilik PAUD, dan Guru PAUD ( TPA-TK).

B. PENDEKATAN  INFORMAL
Pendekatan informal adlah kegiatan2 yg tdk terkait langsung dg program PAUD dan Dikmas.  Oleh sbb itu, kegiatan berbentuk kegiatan yg lbh pada acara yg menonjolkan di luar program layanan . Adapun fungsinya sangat bermanfaat bagi lembaga, baik  untuk intern atau ekstern:

1 )Intern:

a).untuk menumbuhkan/ meningkatkan hubungan sosial/ kekeluargaan antara sesama ormit dan anggotanya.

b).Membuka peluang kemungkinan terjalinnya kerjasama saling menguntungkan antara ormit.

2)  Ekstern: 

a). Sebagai upaya "show force"  kpd masyarakat umum, utk mmberikan pemahaman ttg Prog. PAUD dan Dikmas. Masyarakat banyak yg blm tahu. Misalnya, masyarakat lbh mengenal Kejar Paket, dr pada istilah Dikmas. Termasuk juga : PKBM, TBM , blm dikenal oleh skuruh masyarakat ,  bhwa semuanya termasuk program layanan PAUD dan Dikmas.

b). Membuka peluang, diliriknya program layanan PAUD dan Dikmas, oleh DU/DI (Dunia Usaha/Dunia Industri), sehingga meningkatkan kemandirian lembaga.

Kegiatan - kegiatan informal antara lain:

- Halal BI halal GTK PAUD dan Dikmas se-Kab.
- Gebyar PAUD dan Gelar Karya GTK PAUD dan Dikmas. Konsepnya Gebyar PAUD dilaksankan dg kegiatan pameran (stand hasil karya GTK PAUD dan Dikmas), Pentas Seni, perlombaan dan keg. OR bersama.

Beberapa catatan yg perlu disampaikan dg upaya "sinergisitas ormit" :
- Penilik hrs membekali diri dg kompetensi baik yg terkait dg program layanan maupun keterampilan komunikasi efektif. Hal ini untuk menumbuhkan tingkat kepercayaan ormit beserta anggotanya. Kapabilitas dan akseptabilitas Penilik hrs di atas rata-rata.

-IPI hrs mmiliki soliditas di tingkat kepengurusan, maupun dg dukungan anggota. Soliditas dan dukungan anggota, sangat penting, krn sbaik apapun program kerja IPI tanpa adanya dua hal tsb, maka:

"sebuah obsesi hanya menjadi mimpi tanpa arti"

Syaratnya: prinsip transparansi dan akuntabilitas organisasi hrs dijaga.

Demikian, sedikit hal yg kami coba rajut dan jalin dg benang sutra...yg kami coba semai dan tabur dg benih cinta...yg kami coba siram air  telaga agar tumbuh sabana...

REVISI PERMENPAN RB PENILIK, DIAWALI DARI MANA?

Oleh M. Kasim

Sebuah konsekuensi logis, implementasi regulasi berjalan dinamis, mengikuti dinamika masyarakat pengguna. Hal ini dapat dipahami sebagai upaya untuk menciptakan tatanan yang lebih baik.

Permasalahan yang terjadi sebagai dampak berjalannya sebuah regulasi,  adalah wajar, mengingat bahwa antara das sollen (yang seharusnya dilakukan) dan das sein ( kenyataan/peristiwa konkrrit) selalu beriringan, saling mengait.

Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, ditetapkan pada tanggal 6 Juli 2010, dan berlaku efektif sejak diterbitkannya Permendikbud No. 38 tahun 2013, tanggal 21 Maret 2013. Artinya, walaupun Permenpan RB tersebut, telah berumur 8 tahun, tetapi baru 4 tahun, benar-benar dijadikan regulasi mengatur Jabatan Fungsional Penilik dalam segala aspek kepegawainnya.

Waktu yang dapat dikatakan lebih dari cukup untuk mencermati bagaimana efektifitas  fungsi sebuah peraturan.

Perlunya Perubahan Regulasi

Perubahan regulasi dilakukan dengan beberapa pertimbangan:  ketidakterlaksanaan beberapa batang tubuh (bab, pasal atau ayat), karena tingkat das sollen yang terlalu tinggi, di hadapan pengguna Selain itu, juga bisa peristiwa sosial yang dialami pengguna mengalami percepatan. 

Dua pertimbangan ini, memiliki latar belakang yang berbeda, namun dampak yang terjadi adalah sama: tujuan penataan hukum, tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, lahir beriringan dengan berlakunya era Otda (Otonomi Daerah). Sesuatu yang seharusnya disadari sepenuhnya oleh para perumus sejak awal. Sebenarnya, dalam konsideran, sudah dicantumkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dijadikan dasar, bahwa Jabfung Penilik, adalah PNS Daerah.

Sayangnya, dalam pengaturan selanjutnya, batang tubuh, dan Juklak/Juknis, belum secara tegas dipertimbangkan bagaimana antisipasi kemungkinan penyimpangan implementasi regulasi tersebut di daerah kab./kota. Misalnya: pengawasan, koordinasi ataupun sanksi, bagi daerah kab/kota yang tidak mematuhi aturan tersebut.

Kemudian di tingkat pusat, terjadi perubahan perundang-undangan yang menjadi landasan Permenpan RB No. 14 Tahun 2010. Lahirnya UU N0. 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan PP no 11 Tahun 2017, tentang Manajemen PNS, berdampak pada peraturan-peraturan di bawahnya.

Konsekuensi, batang tubuh (bab, pasal dan ayat) yang bertentangan dengan UU dan PP tersebut, harus diubah dan disesuaikan.  Tidak terkecuali Permenpan RB No. 14 tahun 2010, ada beberapa pasal yang harus menyesuaikan.

Perubahan Regulasi

Bagaimana perubahan regulasi dilakukan? Perubahan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan cara :

1. Menyisip atau menambah materi ke dalam peraturan perundang-undangan

2. Menghapus atau mengganti sebagian materi peraturan perundang-undangan.

3. Perubahan dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat, kata, frasa, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.

Hal-hal apa yang perlu diketahui dalam perubahan regulasi?

1. Naskah Akademik

Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan perundang-undangan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

2. Penyebarluasan

Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat

3.  Sumber Informasi

Sumber informasi dalam menyusun peraturan perundang-undangan baik dari instansi pemerintah, swasta maupun tradisional (msyarakat).

4. Bahasa

Bahasa peraturan perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum, baik dalam perumusan maupun cara penulisannya  (http://setkab.go.id/apa-yang-perlu-diketahui-untuk-membuat-peraturan-perundang-undangan/ )

Perubahan Regulasi Penilik

Regulasi yang spesifik mengatur Jabatan fungsional Penilik, ada 3  yaitu: Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, tentang Jabfung Penilik dan Angka Kreditnya, Perber ,  Mendiknas dan Kepala  BKN No. 02/III/P Th 2011 dan  No. 7 th 2011 tentang Juklak Jabatan Fungsional  Penilik dan Angka Kreditnya, dan Permendikbud No. 38 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya.

Seperti yang lain, ketiga peraturan tersebut, juga tidak luput dari tuntutan harus diadakannya perubahan. Mari kita petakan pada isu-isu apakah dari ketiganya, yang paling urgen untuk dilakukan perubahan.

1. Pembebasan sementara Jabfung Penilik

Pemberhentian sementara jabatan Fungsional Penilik, dilakukan jika seorang penilik ayat-ayat dalam pasal 28, Permenpan RB, terpenuhi. Pasal tersebut, diharapkan akan menjadi instrumen positif dalam mendukung terwujudnya kinerja penilik yang baik.

Pada kenyataannya, yang terjadi adalah heterogintas implementasi pasal tersebut, di pemerintah kab./kota, yang justru memicu permasalahan pada skala yang lebih besar (nasional) berkembang. Fakta ini yang dijadaikan dasar wacana penghapusan pembebasan sementara jabfung penilik.

2. Rendahnya Pelaksanaan Tupoksi (Tugas pokok dan Fungsi) Penilik

Berdasarkan info dari beberapa sumber, dijelaskan bahwa langkah-langkah untuk melakukan perubahan Permenpan RB, telah dilakukan.

Proses awal adalah diselenggarakannya penelitian tentang Implementasi Permenpan RB No. 14 tahun 2010, oleh penilik.Hasilnya, seperti yang sudah diketahui bersama, tingkat pelaksanaan tupoksi pengendalian mutu dan evaluasi dampak program, oleh penilik, dalam kisaran 20-30 %. (Surachman, 2017).

Belum ditegaskan, apakah penelitian ini memang sebagai satu-satunya sumber data untuk menyusun naskah akademik, yang merupakan hal pokok dalam melakukan perubahan regulasi?

3. Keberagaman penafsiran Juklak/Juknis

Jika dibandngkan Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, dengan Kepmenpan No:15/KEP/M.PAN/3/2002, memiliki kelebihan yang sebenarnya akan lebih menjadikan penilik sebagai jabfung pengendali mutu yang baik.

Konsep dan alur pengendalian mutu, lebih jelas dan runtut, sebagaimana dijelaskan pengendalian mutu adalah proses sitematis dan berkelanjutan.

Jika dicermati, maka permasalahan mulai muncul pada Juknisnya, yaitu Permendikbud No. 38 tahun 2013.

Suatu contoh, alur Pengendalian mutu, sebagian dipahami penilik, berlangsung hanya satu alur/siklus, dalam setahun. Sementara, jika dicermati dari konsep Triwulan, maka alur/siklus pengendalian mutu (perencanaan, pemantauan, penilaian, pembimbingan dan laporan), berlaku dalam setiap Triwulan. Artinya, dalam satu tahun terjadi 4 alur/siklus pengendalian mutu.

Termasuk juga, belum diberikannya definisi yang dapat membedakan antara pemantauan dan penilian, sehingga mempermudah penilik dalam mempersiapkan instrumen, pelakalsanaan, analisis dan pelaporannya.

Demikian sedikit catatan, yang mungkin dapat dijadikan pembuka ruang diskusi antara rekan penilik. Dengan harapan, agar penilik tidak tertinggal gerbong kereta yang sedang menggodhog “ramuan” dalam proses perubahan Permenpan RB No. 14 tahun 2010.

REVISI PERMENPAN RB, FOKUS LEVELITAS KOMPENTENSI

Oleh M. Kasim

Sekilas dari arah sasaran tembak dari beberapa pihak, begitu wacana revisi Permenpan RB  No. 14 tahun 2010 dihembuskan...., menunjukkan bahwa muara akhir adalah tuntutan peningkatan kesejahteraan....

Tidak salah dan memang harus demikian.... Bagaimana dengan aspek peningkatan profesionalitas..?  Belum ada yang menyinggung secara spesifik......

Permasalahan rendahnya profesionalitas sebenarnya, hampir menjadi topik kajian seluruh jabatan fungsional, tidak hanya pada  penilik. Profesionalitas memang membutuhkan kajian yang menyeluruh dan tuntas, tidak parsial atau sepotong-potong. Banyak komponen yang terkait, yang saling mempengaruhi.

Profesionalisasi Penilik

Tingkat profesionalitas penilik kembali menjadi topik hangat, setelah wacana revisi Permenpan RB digulirkan. Apalagi penilaian beberapa pihak tentang rendahnya profesionalitas penilik dijustifikasi dengan hasil penilitian, maka semakin menebalkan garis bawah sorotan tersebut.

Jika semua pihak bersikap bijak dan berpikir berimbang, patut disayangkan kalau hanya membebankan permasalahan tersebut hanya kepada penilik. Profesionalitas suatu jabatan tidak hanya dipengaruhi satu komponen saja.

Satu diantara ciri sebuah profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang lama dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Konsekuensinya, sebuah profesi harus didukung dengan sistem kepegawaian yang baik.  Artinya, sebuah profesi, termasuk jabatan fungsional penilik, mutlak adanya, produk regulasi (Permenpan RB) yang benar-benar mendukung terwujudnya penilik yang profesional.

Pertanyaannya sekarang adalah: apakah Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, sudah memberi ruang gerak proses profesionalisasi Penilik?

Katup-Katup yang terbuka dari Permenpan RB

Sebenarnya, Permenpan RB, sudah mengatur bagaimana agar penilik menjadi jabatan yang profesional. Hal ini dimulai dari sistem pengangkatan, penilaian kinerja dan pemberhentian.

Sayangnya, pada tataran implementasi, di daerah kabupaten/kota, belum semua berjalan sebagaimana mestinya.

Untuk menjamin pencapaian profesionalitas, maka setiap kenaikan jenjang jabatan, penilik harus lulus uji kompentensi (Bab V, Pasal 8, Ayat 6).  Dengan demikian, maka setiap  penilik naik jenjang jabatan, logikanya, kompentensinya naik satu level keahlian.

Artinya, penilik seharusnya memiliki kompentensi yang linier dengan jenjang jabatan yang disandangnya.  Semakin tinggi jenjang jabatan penilik, semakin tinggi pula kompentensinya. Sudahkah demikian yang terjadi?

Jika selama ini, ada beberapa pendapat yang mengatakan, bahwa jenjang jabatan penilik belum merefleksikan kompentensi yang seharusnya, maka pertanyaannya: dimana letak sumber permasalahan?

Penilikkah ? Pembinakah? Soal uji kompentensikah? Semua bisa jadi jawabannya, namun seharusnya yang menjadi perhatian utama adalah Permenpan RB. Mengapa?

Kompentensi penilik, dapat diukur dari unsur kegiatan pada masing-masing jenjang jabatan (Bab VI, Pasal 9). Alasannya, di aspek inilah, seorang penilik dituntut menguasai tugas dan fungsinya.

Rincian unsur kegiatan dari masing-masing  jenjang jabatan adalah penilik pertama  12 butir kegiatan, penilik muda memiliki 13 butir kegiatan, penilik madya 14 butir kegiatan dan penilik utama dengan 15 butir.

Secara kasat mata, pasal tersebut diharapkan mampu membentuk levelitas kompentensi penilik. Misal: jumlah butir kegiatan yang semakin meningkat, perbedaan jenis butir ( menyusun desian diskusi terfokus, pembimbingan perorangan dan leompok, evaluasi dampak program), dsb.

Faktanya, unsur-unsur kegiatan belum mampu melahirkan kondisi yang menunjukkan ada levelitas kompentensi penilik yang merefleksikan jenjang jabatan yang disandangnya.

Berdasarkan itulah, maka dapat dipahami mengapa sampai saat ini uji kompentensi berjenjang sulit direalisasikan, karena memang regulasi pokok, belum memberikan pondasi yang jelas tentang levelitas jenjang jabatan penilik.

Dampaknya, hampir sulit dibedakan kompentensi penilik antar jenjang jabatan, mulai penilik  dengan jenjang jabatan terendah hingga tertinggi.

Ironisnya, bahwa hampir pada setiap penyusunan turunan Permenpan RB, atau kegiatan-kegiatan peningkatan kompentensi, terkadang jenjang jabatan dijadikan persyaratan.  Tidak seluruhnya salah memang. Paling tidak hal ini, menunjukkan bahwa ada penghargaan kepada peraihan jenjang jabatan pada level yang lebih tinggi.

Kesimpulan

1. Revisi Permenpan RB no. 14 Tahun 2010 harus lebih difokuskan pada peningkatan profesionalisasi penilik

2. Levelitas jenjang jabatan penilik, belum  linier dengan tingkat kompentensi

3. Unsur kegiatan jenjang Penilik perlu dilakukan perubahan agar secara signifikan (ekstrim), yang merefleksikan kompentensi penilik

Demikian sedikit catatan, yang mungkin dapat dijadikan pembuka ruang diskusi antara rekan penilik. Dengan harapan, agar penilik tidak tertinggal gerbong kereta yang sedang menggodhog “ramuan” dalam proses perubahan Permenpan RB No. 14 tahun 2010.

REVISI PERMENPAN: EVALUASI DAMPAK PROGRAM, DIHILANGKAN ATAU DIGANTI?

Oleh M. Kasim

Begitu wacana Evaluasi Dampak Program (Evdam) dihilangkan dari tupoksi penilik, muncullah sikap pro dan kontra dari intern penilik. Wajarlah. (Lagi-lagi wajar). Perbedaan sikap tersebut, mereprensatikan bagaimana selama ini evdam diimplentasikan oleh penilik. Tentunya, tidak dapat langsung disalahkan dari satu diantaranya, sebab masing-masing memiliki alasan yang sesuai dengan apa yang dialami dan dilakukan.

Yang bersikap kontra (yang tidak setuju evdam dihilangkan), berargumentasi, evdam adalah andalan penilik ketika berhadapan dengan semua pihak, baik pengambil kebijakan atau sesama pejabat fungsional sejenis.  Bahwa jabatan fungsional penilik memiliki peran strategis dalam menentukan pencapaian mutu program PAUDDIKMAS, karena memiliki data bagaimana suatu program memberikan pengaruh atau perubahan.

Selanjutnya, Jabatan kepengawasan yang lain, tidak memiliki tupoksi evdam. Pendek kata, penilik jabatan fungsional memiliki kebanggaan yang tidak dapat dipandang dengan mata sebelah mata. 

Sementara itu, yang pro ( setuju), beralasan, bahwa evdam adalah tuntutan yang terlalu tinggi bagi penilik. Evdam memerlukan prasyarat antara lain penilik harus menguasai metodologi kajian yang cukup, agar benar-benar hasil kajian evdam yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Evdam harus mampu menunjukkan ada tidaknya gap (kesenjangan) antara relaita dan kriteria, sebagai ukuran untuk mengetahui terjadinya perubahan atau tidak, setelah program dilaksanakan. Hasil Evdam, harus mendeskripsikan secara utuh dan menyeluruh, mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Evaluasi Dampak Program

Bagaimanakah kedudukan dan fungsi evdam dalam program PAUDDIKMAS? Kita simak penjelasan Sutisna  (2011) bahwa suatu program layanan pendidikan sesungguhnya merupakan suatu intervensi yang terencana terhadap suatu populasi target sasaran yang diharapkan melalui layanan program pendidikan tersebut akan terjadi sejumlah perubahan yang mampu mengangkat mereka menjadi lebih baik dalam status sosial-ekonominya.

Suatu program memiliki tugas-tugas khusus dan criteria keberhasilan tertentu. Fungsi program sebenarnya mengadakan perubahan-perubahan perilaku yang sesuai dengan arah perubahan yang diharapkan yaitu perilaku-perilaku cerdas yang terdidik. Untuk mengetahui sejauh mana program layanan pembelajaran dapat memunculkan perubahan-perubahan demikian maka dilakukan Evaluasi Dampak.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami, betapa penting kedudukan dan fungsi evdam. Bahwa evdam program berfungsi mengukur seberapa tinggi angka perubahan sasaran program PAUDDIKMAS yang dikendalikan mutunya oleh penilik. Evdam diharapakan mampu mendiskripsikan  sasaran program dengan indikator perubahan menuju ke yang lebih baik, dari status sosial ekonominya, perilaku yang semakin cerdas dan terdidik.

Batasan evaluasi dampak pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 38 Tahun 2013 adalah kajian terhadap pengaruh dari pelaksanaan program PAUD dan Dikmas. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka  dapat dijelaskan bahwa:

1. suatu program layanan pendidikan adalah suatu intervensi yang terencana terhadap target sasaran agar terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. 

2. untuk mengetahui sejauh mana program layanan pembelajaran dapat memunculkan perubahan-perubahan demikian maka dilakukan evaluasi dampak. 

3. evaluasi dampak program PAUD dan Dikmas adalah untuk menemukan dan menilai manfaat serta pengaruh program yang telah dilaksanakan, baik  terhadap produktivitas penyelenggaraan  maupun  organisasi  PAUD  dan  DIKMAS.

Evaluasi program

Di sisi yang lain, diketahui terdapat konsep evalusi program. Sudjana (2006) mendefinisikan evaluasi program sebagai kegiatan yang sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data sebagai masukan untuk mengambil keputusan. Gronlund dalam Roswati  (2008) memberi batasan evaluasi Program/Proyek adalah suatu kegiatan pengumpulan dan pemberian data atau informasi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan oleh para pengambil keputusan untuk mempertimbangkan apakah suatu program/ proyek perlu diperbaiki, dihentikan atau diteruskan.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa evaluasi program tidak hanya dilaksanakan pada akhir suatu program, tetapi juga pada saat pelaksanaan. Evaluasi program akan memberikan data berdasarkan fakta realitas berjalannya suatu program. Kemudian hasilnya diserahkan kepada pihak pengambil kebijakan untuk mengambil keputusan apakah program tersebut diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

Hal ini sejalan dengan penjelasan Arikunto (2014) bahwa tujuan evaluasi program memberikan rekomendasi bagi pengambil kebijakan. Manfaat rekomendasi tersebut  sebagai bahan masukan, antara lain:

1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa  program tersebut dipandang tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

2. Merevisi program, karena bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan.

3. Melanjutkan program, kaena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan haapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

4. Menyebarluaskan program, artinya menyelenggarakan  yang sama tetapi di tempat dan waktu yang tidak sama.

Apa saja objek evaluasi program?. Wirawan (2016) mengguraikan evaluasi program dengan memberikan contoh implementasinya: evaluasi program pengembangan SDM, Evaluasi Kurikulum, Evaluasi Perpustakaan, Evaluasi Buku teks, evaluasi Manajemen berbasis sekolah, evaluasi program Kartu Indonesia pintar, Evaluasi Program Kartu Indonesia Sehat, Evaluasi Program Dana Desa, dst.

Artinya, jika diimplementasikan dalam Program PAUDDIKMAS, bisa dianalogikan, bahawa evaluasi program dapat diterapkan untuk program BOP, TBM, Kurikulum2013 PAUD, Bantuan APE, Kepramukaan, Bantuan untuk kursus dst.

Evaluasi program jika diterapkan dalam Program PAUDDIKMAS, dapat digunakan untuk memperoleh masukan bagi pengambil kebijakan atas suatu program yang dilaksanakan. Apakah program tersebut dilanjutkan untuk dikembangkan di daerah lain, atau dihentikan karena tidak efektif mencapai tujuan, atau dilanjutkan dengan perbaikan.

Apa perbedaan evaluasi program dengan evaluasi dampak program?

Dengan memperhatikan konsep evaluasi program dengan konsep evaluasi dampak program maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Fungsi Evaluasi program adalah pemerolehan data sebagai bahan pengambilan keputusan bagi pemangku kebijakan atas program yang dilaksanakan untuk diteruskan atau dihentikan, sedangkan Evaluasi dampak berfungsi mendiskripsikan pengaruh atau perubahan sasaran program dengan indikator yang meliputi perubahan sosial ekonomi dan perilaku.

2. aspek waktu, evaluasi program dapat dilaksanakan selama progam berlangsung dan setelah program selesai, sedangkan evaluasi dampak program dilaksanakan setelah program selesai.

3. Aspek evaluator/pelaksana, evaluasi program dapat dilaksanakan oleh seluruh penilik dari jenjang jabatan penilik muda sampai dengan penulik utama, sedangkan evaluasi dampak program hanya dapat dilaksanakan oleh penilik utama atau sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2010, Bab VI, Pasal 10 dan 11, maka dapat dilakukan oleh penilik madya.

Rekan-rekan penilik, demikian sedikit catatan yang dapat dipaparkan, untuk menanggapai tentang wacana penghilangan evaluasi dampak program sebagai tugas pokok dan fungsi penilik. Kita serahkan kepada pihak yang terkait, apakah evaluasi dampak rpogram harus dihilangkan ataukah diganti? Apakah Evaluasi program dapat dijadikan satu diantara alternatif untuk mengganti evaluasi dampak program?

Sekarang silakan memberikan kontribusi pemikiran dan pertimbangan, atas wacana tersebut. Bukan karena apa, semata-mata sebagai wujud kepedulian terhadap profesi.

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...