PENILIK ADA DAN BISA

Jumat, 08 Februari 2019

REVISI PERMENPAN RB, FOKUS LEVELITAS KOMPENTENSI

Oleh M. Kasim

Sekilas dari arah sasaran tembak dari beberapa pihak, begitu wacana revisi Permenpan RB  No. 14 tahun 2010 dihembuskan...., menunjukkan bahwa muara akhir adalah tuntutan peningkatan kesejahteraan....

Tidak salah dan memang harus demikian.... Bagaimana dengan aspek peningkatan profesionalitas..?  Belum ada yang menyinggung secara spesifik......

Permasalahan rendahnya profesionalitas sebenarnya, hampir menjadi topik kajian seluruh jabatan fungsional, tidak hanya pada  penilik. Profesionalitas memang membutuhkan kajian yang menyeluruh dan tuntas, tidak parsial atau sepotong-potong. Banyak komponen yang terkait, yang saling mempengaruhi.

Profesionalisasi Penilik

Tingkat profesionalitas penilik kembali menjadi topik hangat, setelah wacana revisi Permenpan RB digulirkan. Apalagi penilaian beberapa pihak tentang rendahnya profesionalitas penilik dijustifikasi dengan hasil penilitian, maka semakin menebalkan garis bawah sorotan tersebut.

Jika semua pihak bersikap bijak dan berpikir berimbang, patut disayangkan kalau hanya membebankan permasalahan tersebut hanya kepada penilik. Profesionalitas suatu jabatan tidak hanya dipengaruhi satu komponen saja.

Satu diantara ciri sebuah profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang lama dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Konsekuensinya, sebuah profesi harus didukung dengan sistem kepegawaian yang baik.  Artinya, sebuah profesi, termasuk jabatan fungsional penilik, mutlak adanya, produk regulasi (Permenpan RB) yang benar-benar mendukung terwujudnya penilik yang profesional.

Pertanyaannya sekarang adalah: apakah Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, sudah memberi ruang gerak proses profesionalisasi Penilik?

Katup-Katup yang terbuka dari Permenpan RB

Sebenarnya, Permenpan RB, sudah mengatur bagaimana agar penilik menjadi jabatan yang profesional. Hal ini dimulai dari sistem pengangkatan, penilaian kinerja dan pemberhentian.

Sayangnya, pada tataran implementasi, di daerah kabupaten/kota, belum semua berjalan sebagaimana mestinya.

Untuk menjamin pencapaian profesionalitas, maka setiap kenaikan jenjang jabatan, penilik harus lulus uji kompentensi (Bab V, Pasal 8, Ayat 6).  Dengan demikian, maka setiap  penilik naik jenjang jabatan, logikanya, kompentensinya naik satu level keahlian.

Artinya, penilik seharusnya memiliki kompentensi yang linier dengan jenjang jabatan yang disandangnya.  Semakin tinggi jenjang jabatan penilik, semakin tinggi pula kompentensinya. Sudahkah demikian yang terjadi?

Jika selama ini, ada beberapa pendapat yang mengatakan, bahwa jenjang jabatan penilik belum merefleksikan kompentensi yang seharusnya, maka pertanyaannya: dimana letak sumber permasalahan?

Penilikkah ? Pembinakah? Soal uji kompentensikah? Semua bisa jadi jawabannya, namun seharusnya yang menjadi perhatian utama adalah Permenpan RB. Mengapa?

Kompentensi penilik, dapat diukur dari unsur kegiatan pada masing-masing jenjang jabatan (Bab VI, Pasal 9). Alasannya, di aspek inilah, seorang penilik dituntut menguasai tugas dan fungsinya.

Rincian unsur kegiatan dari masing-masing  jenjang jabatan adalah penilik pertama  12 butir kegiatan, penilik muda memiliki 13 butir kegiatan, penilik madya 14 butir kegiatan dan penilik utama dengan 15 butir.

Secara kasat mata, pasal tersebut diharapkan mampu membentuk levelitas kompentensi penilik. Misal: jumlah butir kegiatan yang semakin meningkat, perbedaan jenis butir ( menyusun desian diskusi terfokus, pembimbingan perorangan dan leompok, evaluasi dampak program), dsb.

Faktanya, unsur-unsur kegiatan belum mampu melahirkan kondisi yang menunjukkan ada levelitas kompentensi penilik yang merefleksikan jenjang jabatan yang disandangnya.

Berdasarkan itulah, maka dapat dipahami mengapa sampai saat ini uji kompentensi berjenjang sulit direalisasikan, karena memang regulasi pokok, belum memberikan pondasi yang jelas tentang levelitas jenjang jabatan penilik.

Dampaknya, hampir sulit dibedakan kompentensi penilik antar jenjang jabatan, mulai penilik  dengan jenjang jabatan terendah hingga tertinggi.

Ironisnya, bahwa hampir pada setiap penyusunan turunan Permenpan RB, atau kegiatan-kegiatan peningkatan kompentensi, terkadang jenjang jabatan dijadikan persyaratan.  Tidak seluruhnya salah memang. Paling tidak hal ini, menunjukkan bahwa ada penghargaan kepada peraihan jenjang jabatan pada level yang lebih tinggi.

Kesimpulan

1. Revisi Permenpan RB no. 14 Tahun 2010 harus lebih difokuskan pada peningkatan profesionalisasi penilik

2. Levelitas jenjang jabatan penilik, belum  linier dengan tingkat kompentensi

3. Unsur kegiatan jenjang Penilik perlu dilakukan perubahan agar secara signifikan (ekstrim), yang merefleksikan kompentensi penilik

Demikian sedikit catatan, yang mungkin dapat dijadikan pembuka ruang diskusi antara rekan penilik. Dengan harapan, agar penilik tidak tertinggal gerbong kereta yang sedang menggodhog “ramuan” dalam proses perubahan Permenpan RB No. 14 tahun 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...