PENILIK ADA DAN BISA

Selasa, 10 November 2020

OPTIMALISASI NILAI KONTRIBUTIF PENGENDALIAN MUTU

 




Oleh M. Kasim

Judul catatan ini bukan untuk sekedar gagah-gagahan lhooo…. Tugas dan fungsi pengendalian mutu,  jika diperankan dengan optimal akan menjadi instrument yang ampuh untuk mem-branding jabatan penilik menjadi keren. Percaya gak…. Kita buktikan.

Setengah dasa warsa ini, terjadi lompatan perkembangan jabatan ppenilik yang luar biasa. Apalagi dalam kurun waktu 2-3 tahun belakangan. Beberapa indikatornya, antara lain: semakin tingginya perhatian pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap harlindung (penghargaan dan perlindungan), atau dapat dibaca kesejahteraan penilik. Memang benar jika dilihat dari prosentase atau rasio antara kabupaten/kota yang telah sudah dan yang belum memberikan kesejahteraan, belum berimbang. Setidak-tidaknya, jika selama ini penerimaan tunjangan ( TPP/Kinerja), yang layak untuk penilik, hanyalah mimpi, ternyata pada daerah tertentu, menjadi kenyataan.

Indikator yang lain, adalah semakin bertambahnya peminat untuk menjadi penilik secara signifikan. Bahkan ada informasi, ada daerah tertentu yang sampai dengan membatasi kuota pendaftaran uji komptensi inpassing, karena sudah terpenuhi. Pro kontra tanggapan terhadap fenomena ini adalah wajar. Yang kontra, berpendapat, uji kompetensi inpassing, adalah sebagai ajang tempat “waktu tunggu” atau memperpanjang masa pensiun seorang PNS. Akibatnya, berdampak negatif pada upaya optimalisasi kinerja penilik.

Sebaliknya, fakta juga tidak terbantahkan, dari peserta Diklatjabfung yang diselenggarakan Direktorat GTK PAUD, ada jumlah yang signifikan berusia muda, dengan latar belakang dari berbagai jenis PNS, dari staf, pejabat struktural bahkan guru atau kepala sekolah. Artinya, ada perkembangan yang dapat dijadikan indikator, bahwa jabatan penilik menjadi jabatan yang “bersinar” dan memiliki prosfek menjanjikan.

Permasalahannya, mengapa pada daerah kabupaten/kota sebagian besar jabatan penilik masih “suram”? Alih-alih menjadi jabatan favorit, untuk bertahan pada jumlah yang cukup memenuhi rasio penilik dengan satuan pendidikan binaan saja, sulit terpenuhi.  Banyak penilik yang memiliki satuan pendidikan yang  melebihi ketentuan 5-10 satuan pendidikan. Bahkan ada seorang penilik memiliki satuan pendidikan tidak hanya puluhan, tetapi ada yang ratusan. Luar biasa dan tidak masuk akal, jika dikaitan dengan tugas dan fungsi pengendali mutu.

Anehnya, hal ini tidak hanya terjadi di luar pulau Jawa atau daerah pinggiran/pedalaman. Ada sebuah kota besar (maaf sengaja tidak menyebut namanya, demi privasi), dengan jumlah binaan yang ratusan,  ternyata hanya memiliki penilik kurang dari 10. Mengapa hal ini terjadi? Dimulai dari mana mengurai akar pokok permasalahan? Kita diskusikan yuukk..

Poblematika Penilik

Perbedaan tanggapan atau perlakuan terhadap penilik di berbagai daerah kabupaen/kota, tidak bisa dipisahkan dari bagaimana tampilan/performa penilik itu sendiri. Selain juga ada faktor-faktor lain yang memang disebabkan oleh kepentingan pihak luar misal pengambil kebijakan di daerah. Namun, berdasarkan analisis dari daerah kabupaten/kota, yang telah mampu mengangkat marwah Penilik pada posisi yang bermartabat, ternyata hal itu tidak terjadi dengan begitu saja. Perlu upaya yang sunguh-sungguh dan membutuhkan komitmen kokoh.

Hampir sama, mereka pun, diawali oleh prakondisi penilik yang meprihatinkan, dipandang sebelah mata serta termarjinalkan. Seakan melebur dengan label yang selama ini disematkan pada pendidikan nonformal dan informal: sebagai pengganti, pelengkap dan penambah. Sering dipelesetkan, orang dengan meminjam bahasa jawa: timun ungkuk jogo imbuh. Kehadirannya hanya pada saat  dibutuhkan.

Jika penilik mau jujur, problematika itu berasal dari belum dirasakannya nilai manfaat pengendalian mutu bagi pihak lain. Orang akan memberikan pengakuan dengan menggunakan tolok ukur apa kontribusi  hasil kerja atau output kinerja penilik. Secara  global dapat disebutkan pihak-pihak yang dimaksud “berhak” memperoleh nilai manfaat pengendalian mutu adalah satuan pendidikan dan pengambil kebijakan (pemerintah daerah).

1.      Kontribusi Pengendalian Mutu bagi Satuan Pendidikan

 

Mengawali bahasan ini, kita cermati pengertian pengendalian mutu, yaitu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan melalui pemantauan, penilaian, dan pembinaan program pada satuan pendidikan Program PAUD dan Dikmas dalam rangka memastikan penyelenggaraan layanan pendidikan dapat mencapai standar yang ditetapkan (Permendikbud No. 38 tahun 2013).

Jika diresapi dengan sungguh ada hal yang luar biasa dari konsep tersebut. Beberapa kata kunci yang penting dari konsep pengendalian mutu adalah: sistematis, berkelanjutan dan pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sistematis, berarti bahwa pengendalian mutu merupakan suatu sistem, yang terdiri atas beberapa komponen yang saling mengait, mempengaruhi dan harus padu (Marsum, 2019: 24).  

Berkelanjutan, berarti pengendalian dilakukan terus-menerus/berkesinambungan, mulai dari perencanaan, pemantauan, penilaian, pembimbingan/pembinaan, dan pelaporan. Artinya, kegiatan pengendalian mutu dilakukan secara tuntas mencakup seluruh komponen tersebut. Pencapaian 8 SNP, berarti pengendalian mutu adalah upaya mengarahkan dan menjaga proses pelaksanaan program PAUD dan DIKMAS, agar tetap “on the track”. Artinya, tetap berjalan pada jalur yang menuju pencapaian mutu 8 SNP (Marsum, 2019: 24).

Jelaslah bahwa pengendalian mutu, memiliki peran yang strategis dalam mengawal satuan pendidikan mencapai mutu layanan yang berdasarkan 8 standar nasional pendidikan. Artinya, kehadiran penilik menjadi suatu keharusan dan juga dibutuhkan satuan pendidikan.  Pertanyaannya, mengapa kadang terjadi satuan pendidikan memandang penilik dengan tatapan “kosong”?. Satuan pendidikan seakan menilai kehadiran penilik tidak berkontribusi. Pengendalian mutu tidak berpengaruh terhadap peningkatan mutu layanan. Perlu kita renungkan. 

2.       Kontribusi Pengendalian Mutu bagi Pengambil Kebijakan

Dalam struktur tata organisasi institusi dinas pendidikan, penilik merupakan jabatan fungsional yang berkedudukan di dinas pendidikan. Penilik merupakan ujung tombak bagi dinas pendidikan dalam upaya pembinaan dan pengembangan Program PAUD dan Dikmas. Melalui unsur-unsur pengendalian mutu pemantauan, penilaian dan pembimbingan, penilik diharapkan mampu berkinerja yang memberikan kontribusi bagi pengambil kebijakan dalam membuat keputusan.

Hal ini, sangat tepat dan rasional. Artinya, bukan sebuah tuntutan yang mengada-ada. Konsep pengendalian mutu serta implementasinya sangat memunginkan untuk memenuhi harapan pengambil kebijakan tersebut. Cermati saja hasil dari masing-masing unsur pengendalian mutu. Misal pemantauan, maka dalam pelaporan pemantauan, ada prasyarat harus memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait. Demikian juga unsur penilaian dan pembimbingan, output-nya mensyaratkan nilai manfaat bagi mereka.

Pertanyaannya, apakah penilik ampu mengoptimalkan hasil kerja tersebut, menjadi sesuatu yang bermakna bagi pengambil kebijakan?, Apakah hasil pengendalian mutu berkontribusi bagi mereka?.

 

Output Pengendalian Mutu, Mutiara Terpendam

Jika penilik konsisten melaksanakan pengendalian mutu secara  sungguh-sungguh, maka problematika-problematika di atas, tidak akan terjadi. Bahkan tidak hanya bagi pihak luar, untuk penilikpun, pengendalian mutu sebaliknya menjadi aktivitas yang menggairahkan dan mengasyikkan. Permasalahan seperti penilik tidak sempat membuat bukti fisik, sulit naik pangkat, dst… tidak muncul ke permukaan.

Tidak perlu diragukan, akan rajinnya penilik terjun ke lapangan. Maksudnya, berkunjung ke satuan pendidikan binaan. Tentu yang dimaksudkan di sini, bukan sekedar kunjungan biasa, melainkan dalam rangka melaksanakan pengendalian mutu. Aktivitas ke satuan pendidikan, seharusnya linier dengan output dokumen yang dihasilkan. Dokumen inilah yang bermanfaat memberikan kontribusi bagi pihak lain (satuan pendidikan dan dinas pendidikan), juga bagi penilik sendiri. Syartanya, ada konsistensi dan komitmen dari penilik.

Beberapa poin hasil kerja yang dapat dipoles menjadi “mutiara bersinar” antara lain:

1.      Hasil pemantauan, penilaian dan pembimbingan

Hasil Pemantauan, penilaian dan pembimbingan, berupa laporan yang memberikan rekomendasi atau memerlukan tindak lanjut dari pihak-pihak terkait. Bagi satuan pendidikan, hasilnya dapat dijadikan acuan dalam upaya peningkatan mutu layanan berdasarkan 8 SNP. Hasil pengendalian mutu merupakan potret kondisi nyata dari satuan pendidikan.

Hasil pengendalian mutu bagi dinas pendidikan/pengambil kebijakan akan berfungsi sebagai masukan, yang dapat dijadikan bahan pendukung pengambilkan langkah-langkah strategis. Data-data yang memuat informasi satuan pendidikan menjadi sesuatu yang berharga.

Hasil kerja yang berupa dokumen pengendalian mutu, dan jika didokumentasikan secara tertib, tentunya akan mempermudah dikala penilik mengajukan DUPAK untuk kenaikan pangkat/jabatan. Tidak akan terjadi, pembuatan bukti fisik sistem kebut lembur, yang tidak mungkin memiliki nilai manfaat bagi pihak satuan pendidikan dan dinas pendidikan.

2.      Hasil Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan

Hasil kerja pengendalian mutu yang diperoleh secara berkala (triwulan dan tahunan), dapat diberdayakan sehingga memiliki nilai kontribusi. Namun demikian, perlu beberapa strategi yang membutuhkan kesadaran kolektif penilik pada daerah kabupaten/kota tersebut. Hasil kerja harus mampu merepresentasikan kondisi nyata Program PAUD dan Dikmas, yang memuat permasalahan, upaya pemecahan permasalahan (strategi/metode), serta hasil pemecahan masalan dan rekomendasi.

Komitman awal, penilik membuat kesepakatan tentang aktivitas yang sama, misal standar pendidikan yang akan menjadi sasaran pengendalian mutu. Sebagai contoh: disepakati pada Triwulan dilakukan pengendalian mutu berapa standard dan standar apa saja. Dengan demikian, output yang diperoleh oleh semua penilik dalam kabupaten/kota akan sejenis. Data yang sejenis ini tentunya akan mempermudah proses pengolahan dan penarikan kesimpulan.

 Hasil rekapitulasi capaian pengendalian mutu dari masing-masing triwulan, dapat dimanfaatkan sebagai bahan paparan bagi pihak dinas pendidikan. Kita bayangkan bagaimana, jika secara berkala tiap akhir Triwulan, penilik (bersama)  memberikan kontribusi hasil pengendalian mutu bagi pengambil kebijakan, dengan mengundang pihak-pihak terkait: pejabatab dinas, organinasi mitra, akademisi dsb. 

Laporan tahunan merupakan kompilasi dari hasil pengendalian mutu Triwuan I s.d. IV. Didalamnya, juga mendiskripkan progres pencapaian pengendalian mutu. Hasil kesimpulan pengendalian mutu selama setahun, sangat dibutuhkan oleh dinas pendidikan, khususnya jika dikaitkan dengan penyusunan Rancangan Anggaran Program Tahunan. Data-data hasil pengendalian mutu akan menjadi pertimbangan dalam menentukan skala prioritas program, maupun titik fokus atau penekanan anggaran.

Pengikat

Demikian sedikit cermatan atas problematika penilik dan upaya mengoptimalkan hasil kerja pengendalian mutu, sehingga memiliki nilai kontributif baik bagi satuan pedidikan, dinas pendidikan/pengambil kebijakan, dan tentunya bagi penilik sendiri.

Jika penilik mampu memberdayakan hasil herjanya menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh pengambil kebijakan, maka akan menjadi “daya tawar” pada saat ada kesempatan pemberian penghargaan terhadap penilik.

Problematika penilik muncul, karena memang hasil kerja penilik, belum dirasakan oleh klien atau sasaran pengendalian mutu, juga pejabat yang berkepentingan sebagai pihak pembina di tingkat daerah.

Jika penilik mampu mem-branding profesinya dengan baik, maka ada beberapa dampak positif yang dieroleh yaitu pengakuan dari mereka akan betapa berartinya keberadaan penilik dan : DIBUTUHKAN. Selanjutnya, tidak hanya jumlah atau rasio penilik yang akan dicukupi, namun kesejahteraan akan mengiringi. Tentunya. Aamiinn…

Senin, 02 November 2020

MENILIK MAKNA DI BALIK UJIKOM

 


Oleh M. Kasim


Riuh rendah… Para Penilik mengikuti proses Uji Kompetemsi (Ujikom) untuk kenaikan jenjang jabatan. Mulai proses pendaftaran, pengumuman tahap I (seleksi berkas administrasi pendukung), pelaksanaan ujian, hingga pengumuman hasil ujikom,  menjadi topik perbincangan hangat. Hampir terjaadi di semua grup medsos penilik (WA terutama). Hal ini menandakan para penilik sangat antusias mengikuti tahapan proses Ujikom kenaikan jenjang jabatan.

Bagi pihak panitia, ternyata hal ini juga menjadi masukan dalam  mendalami lebih jauh bagaimana kondisi nyata profil penilik. Heterogenitas permasalahan berkaitan jabatan fungsional penilik masih sangat tinggi, baik ditinjau dari segi ketertiban administrasi kepegawaian, kebijakan daerah, dan juga kompetensinya, khusus dalam hal pemanfaatan IT.

Hal itu tercermin dari hasil step by step proses pelaksanaan ujikom. Berdasarkan informasi dari sumber yang dapat dipercaya, ternyata banyak permasalahan kelengkapan kepegawaian penilik yang cukup memprihatinkan. Misal SK Jabatan Penilik yang belum mencantumkan Angka Kredit, Pengangkatan dalam Jabatan Penilik yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku, dsb. Hal ini yang kemungkinan, menjadikan peserta Ujikom tidak lolos tahap I, yaitu tahap seleksi administrasi.

Itu sisi lain, yang dapat diperoleh dari pelaksanaan ujikom. Nah tulisan ini, bermaksud untuk mencoba menyibak, adakah fenomena lain dari hiruk pikuknya peserta ujikom ini? Apakah peserta telah berpikir lebih jauh dari konsekuensi yang harus disandang jika telah lolos Ujikom kenaikan jenjang jabatan? Apa makna ujikom kenaikan jenjang jabatan? Baiklah kita tilik bersama, sedikit ulasan berikut ini.

Regulasi Ujikom

Pembina tingkat pusat dalam hal ini Direktorat GTK PAUD, menyelenggarakan ujikom kenaikan jenjang jabatan untuk penilik, dalam rangka menjalankan amanah peraturan yang ada. Khusus untuk Ujikom Penilik termaktub dalam peraturan berikut.

1.      Peraturan Menpan dan RB  No. 14 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab V, Pasal 8:

a.      Ayat (6) Setiap kenaikan jenjang jabatan Penilik harus lulus uji kompetensi.

b.    Ayat (7) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atur lebih lanjut oleh Instansi Pembina

2.      Peraturan Bersama  Mendiknas dan Kepala  BKN No. 02/III/P Tahun 2011 dan  No. 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional  Penilik dan Angka Kreditnya, Bab IX, Pasal 28:

a.   Ayat (1) Huruf d. Penetapan kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud datam Pasal 27, dapat dipertimbangkan apabila telah lulus uji kompetensi.

b.      Ayat (2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur tebih lanjut dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasionat

3.      Lampiran Permendikbud Nomor 38 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab VI, Subab B, Angka 1 huruf d: Penetapan kenaikan jabatan dapat dipertimbangkan apabila telah  lulus uji kompetensi. Uji kompetensi diatur lebih lanjut dalam pedoman yang diterbitkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan.

Tiga peraturan diatas, merupakan dasar penyelenggaran Ujikom. Juga ditegaskan bahwa segala ketentuan penyelenggaraan ujikom menjadi kewenangan pembina di tingkat pusat. Dalam hal ini diemban oleh Kemendikbud (Direktorat GTK PAUD). Bagimana bentuk dan peran ujikom ke depan, sesuai perkembangan regulasi yang baru? Kita cermati peraturan-peraturan yang mengatur tentang uji kompetensi.

1.      Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

Dalam  Bab V, Pasal 171, diperinci sebagai berikut:

a. Ayat (1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf d merupakan informasi mengenai kemampuan PNS dalam melaksanakan tugas Jabatan.

b. Ayat (2) Dalam rangka menyediakan informasi mengenai kompetensi PNS dalam profil PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap PNS harus dinilai melalui uji kompetensi.

c. Ayat (3) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor independen.

d. Ayat (4) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pengukuran Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural.

e.  Ayat (5) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala.

2.      Permenpan dan RB No. 13 tahun 2019, tentang Pengusulan, Penetapan dan Pembinaan JF PNS, Bab V, Pasal 30,

a.   Ayat (1) Huruf b, bahwa Pengangkatan melalui Promosi JF dilaksanakan dalam hal kenaikan jenjang jabatan satu tingkat lebih tinggi

b.    Ayat (4) huruf a, bahwa Pengangkatan dalam JF melalui promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina

Jika dibandingkan dengan tiga peraturan sebelumnya (Permenpan dan RB, Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN, dan Permendikbud), ada perubahan pada teknis dan materi dalam penyelenggaran ujikom. Jika ditinjau dari teknis penyelenggaraan, Ujikom dilaksanakan secara berkala, dalam rangka memperoleh profil kompetensi PNS. Kemudian, Ujikom dalam hal untuk kenaikan jenjang jabatan, merupakan bentuk pengangkatan dalam JF melalui promosi. Materinya pun, terdiri atas Kompetensi teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural. Bagaimana lebih jelasnya, kita tunggu bersama implementasinya.

Konsekuensi Lolos Ujikom

Baiklah, kita beralih ke hal yang sampai saat ini, belum menjadi sesuatu yang tampil jelas bentuknya di hadapan kita bersama: profil penilik yang lolos Ujikom. Walaupun, belum menjadi bahan diskusi di forum-forum formal (seminar, talkshow, dsb), namun dari bisik-bisik teman, sudah santer terdengar: kok gak ada perbedaan tampilan (performa, kompetensi, kinerja) dari sebelum dan sesudah lolos ujikom?. Ah, seharusnya, setelah menduduki jabatan Penilik Utama, bisa gini-gini. Setelah menduduki jabatan Penilik Madya, harusnya bisa gitu-gitu.  Intinya, penilik yang naik jenjang jabatan harus menunjukkan kompetensi yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Jika ditilik, direnungkan dan disadari, maka tuntutan tersebut, tidak terlalu berlebihan. Memang logikanya, mereka yang telah lolos ujikom, seharusnya memiliki kesadaran, bahwa ada beberapa konsekuensi yang harus siap dihadapi:

1.   Uraian tugas pokok yang menjadi tanggung jawabnya berbeda dengan sebelumnya. Walaupun kita masih mengakui bahwa levelisasi kompetensi antar jenjang jabatan penilik, belumlah secara ekstrim ditemukan, kecuali pada jenjang tertentu saja. Namun, jika mau serius, ada uraian tugas pokok yang memang menuntut penilik harus meningkatkan kompetensinya sebagai bekal menjalankan tugas dan fungsinya. Misal jika dalam jabatan Penilik Muda, penyelenggaraan pembimbingan dilakukan secara perorangan, maka setelah menjabat Penilik Madya, harus siap melaksanakan pembimbingan secara berkelompok. Tentunya menuntut kesiapan teknis yang lebih tinggi.

2.     Jenjang jabatan Penilik menunjukkan kapasitas yang harus dimiliki. Orang akan berasumsi, semakin tinggi jenjang jabatan, tentunya telah memiliki pengalaman yang lebih. Oleh sebab itu, mereka akan menjadikan Penilik yang menduduki jenjang jabatan lebih tinggi sebagai tumpuan bertanya, berdiskusi atau minta pencerahan dsb. Konsekuensinya, ia harus membekali diri dengan berbagai informasi tambahan, atau hasil kajian-kajian kepenilikan dan juga konten-konten Program PAUD dan Dikmas, sebagai bahan berbagi sewaktu-waktu dibutuhkan.

3.     Membangun imej atau performa diri. Penilik yang menyandang jabatan yang lebih tinggi atau jenjang jabatan puncak saat ini (jenjang Utama), harus menyadari dan legowo, jika sepak terjangnya disorot dan diamati teman-teman yang lain. Oleh sebab itu, jawablah dan sikapi tuntutan itu dengan hal-hal yang positif. Misal:

a.    Rajin memberikan pencerahan (baik diminta atau tidak) melalui tulisan atau media yang lain lewat medsos (blog, website, WA, FB, IG, dsb). Dengan memberikan ide, pemikiran atau pendapat, maka teman akan mengetahui kapasitas dan kapabelitas kita. Bukan berarti untuk unjuk kesombongan atau yang lain. Orang lain yang menilai kita, dan itu teruji oleh waktu.

b.     Berkarya yang inovatif dan kreatif dengan yang memiliki azas kemanfaatan, dalam bentuk karya tulis (buku, makalah, buletin, dsb). Orang menilai kompetensi kita, bukan dari omongan kita. Mereka akan bertanya, berapa buku yang kita tulis. Tema atau topik apa saja yang telah kita kaji. Memang benar kata bijak : orang melihat seberapa tinggi ilmumu, bukan dari banyak bicaramu, tapi dari berapa jumlah bukumu.

c.     Terakhir, ini adalah yang paling tinggi ukurannya, bahwa wujud puncak dari ilmu sesorang adalah akhlak. Kalau boleh diartikan, yang dimaksud adalah bagaimana karakter dan kepribadian kita. Semakin tinggi jenjang jabatan Penilik, harus mereprensentasikan keluhuran budi pekerti sebagai penilik yang siap membimbing penilik pada jenjang di bawahnya.

Demikian, sedikit tilikan, mengakhiri rangkaian Uji Kompetensi kenaikan jenjang jabatan. Selamat dan Sukses bagi rekan penilik yang telah lolos. Semoga Amanah. Aamiinn.

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...