Maaf….ibarat jerawat yang sudah ranum….maka tak
tahan uneg-uneg ini saya biarkan bercokol di benak terlalu lama…… Terus terang,
tulisan ini rentetan dari sebelumnya…. tentang urgensitas
Rakernas/Rakerdaprop/Rakerdakab…
Nampak 1-2 bulan ini hampir di semua grup WA, di-posting Calon Peserta Jambore Penilik..
Luar biasa .. ini sebuah indikator bahwa kerinduan para penilik untuk bertemu,
bertegur sapa secara langsung, bercengkerama, atau sekedar ber-say hellow. tidak dapat dibendung.
Angan-angan untuk merealisasikan bahwa eksistensi penilik perlu pengakuan,
minimal di intern harus terjadi.
Satu periode kepengurusan IPI Pusat, hampir lima
tahun belakangan ini, tenggelam dalam hiruk pikuk tuntutan dari para anggota
untuk memperoleh persamaan hak, penghargaan dan perlakuan. Paling tidak proporsional
sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Oleh sebab itu, sebaiknya kita
memaklumi gelora semangat kawan-kawan untuk bersua berbagi suka dan duka, atau
sekedar cerita dari sana.
Jika boleh, menengok ke belakang, ide untuk
berkumpul baik dalam forum seminar, atau yang lain, mengalami peningkatan yang
luar biasa. Seminar IKAPENSI 2016 di Jakarta (peserta dari penilik sekitar 10 orang ), FGD
Surabaya 2017 (63 penilik), Seminar Bandung 2019 (250-an penilik), dan kegiatan
sejenis yang lain adalah bukti bahwa para penilik, siap berkorban apapun demi
untuk berbuat berarti bersama.
Ada pertanyaan menggelitik, sebenarnya semangat
untuk bertemu itu didasari motif apa? Sekedar berkumpul berbagi kangen? Ataukah lebih dari itu, sebuah agenda yang mempunyai target tertentu? Kegiatan untuk kepentingan pribadi, ataukah organisasi?
Mengapa penilik lebih memilih kegiatan yang non struktural, seperti seminar,
FGD, Jambore atau yang lain? Mengapa tidak menggunakan forum IPI seperti
Rakernas? Apakah merasa ada kebuntuan saluran penyampaian aspirasi? Baiklah
berikut dipaparkan kajian dari teori kelompok dan tujuan serta fungsi organisasi.
IPI ditinjau Teori Kelompok
Robbins dan
Judge (2019) menjelaskan evolusi kelompok melalui Model Lima Tahap, yang dapat
digunakan sebagai kerangka kerja memahami perkembangan kelompok.
1) Tahap membentuk
Tahap membentuk digolongkan sebagai kondisi kelompok dalam ketidak pastian berkaitan hal tujuan, struktur dan
kepemimpinan.
2) Tahap mempeributkan
Tahap mempeributkan adalah salah
satu konflik dalam kelompok. Konflik
terkait siapa yang akan mengendalikan. Jika selesai
konflik maka akan relatif jelas siapa pemimpin dalam kelompok.
3) Tahap menyusun norma
Tapak menyusun norma bercirikan
tumbuhnya hubungan yang dekat dan kelompok
menunjukkan kekompakan. Pada tahap ini telah
tumbuh kesepakatan akan harapan umum tentang norma-norma perilaku anggota yang benar.
4) Tahap mengerjakan
Tahap mengerjakan ditandai dengan terbentuknya struktur pada kelompok ini yang memiliki fungsional dan diterima. Artinya,
kelembagaan telah memerankan tugas
fungsinya masing-masing.
5) Tahap membubarkan
Tahap membubarkan berlaku bagi kelompok komite-komite,
tim, satgas, dan kelompok sejenis yang bersifat sementara. Panitia seminar,
workshop, reuni dan sebagainya, adalah contoh kelompok bersifat sementara. Sedangkan kelompok
permanen, maka berhenti pada tahap ke
empat. Kelompok permanen contohnya, organiasi profesi:
IPI, HIMPAUDI, PKBM dan sebagainya. Permanen dalam arti, tidak
ada cita-cita kecuali dalam kondisi memaksa, kelompok ini membubarkan diri.
Berdasarkan teori kelompok tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa organisasi IPI termasuk kelompok permanen, yang telah
melewati empat tahap, yaitu, membentuk, mempeributkan, menyusun norma dan
mengerjakan. Artinya, sudah tidak pada tempatnya, anggota IPI mempeributkan
eksistensi IPI, atau siapa yang berperan mengendalikan IPI, karena semua telah
dianggap mengetahui tugas dan fungsi masing-masing.
Pada saat ini, IPI sudah pada tahap
mengerjakan, melaksanakan AD/ART untuk mewujudkan ekspektasi seluruh
anggota. Pergantian pengurus lima tahunan,
hanyalah mekanisme yang menjadi bagian dari mengerjakan tugas itu sendiri,
bukan membuka tahap mempeributkan lagi. Akhirnya, menjadi sebuah kewajiban
semua anggota IPI untuk menyadari, bahwa menegakkan Panji IPI berkibar selama
bumi ini bisa dipijak, adalah keharusan.
IPI sebagai organisasi
profesi
Mengupas IPI sebagai organisasi profesi, akan
lebih menancap ke jantungnya, jika langsung mencermati AD/ART. Dalam Teori Lima
Tahap, AD/ART merupakan bentuk hasil penyusunan norma-norma yang disepakati
anggota. Oleh sebab itu, AD/ART menjadi pedoman bagi pengurus dan semua pihak
terkait untuk menjalankan tugas dan fungsinya.
Berkaitan dengan itu, ada beberapa hal pokok
yang ada dalam AD/ART, yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota,
yaitu tujuan, fungsi dan tugas. (AD
Pasal 2 dan 3)
1) Tujuan IPI, antara
lain menyamakan persepsi penilik dalam menjalankan tugas, meningkatkan profesionalisme penilik, menampung dan
menyalurkan aspirasi, meningkatkan harkat martabat penilik, memberi perlindungan hukum, berperan
meningkatkan kesejahteraan penilik.
2) Fungsi IPI,
sebagai wadah perjuangan dalam meningkatkan kemampuan profesi dan kesejahteraan penilik.
3) Tugas IPI,
kerjasama dalam pelatihan, mengadakan bimbingan, memberikan solusi permasalahan dalam tugas, berbagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman.
Sedemikian mulia tujuan, fungsi dan tugas IPI. Maka
tidak salah jika anggota menggantungkan harapan besar kepada IPI. Mereka menginginkan para pimpinan (pengurus) untuk
bekerja keras menggerakkan seluruh fungsinya yang ada demi tercapainya tujuan.
Analisis Kritis
Bagaimanakah dengan fenomena yang terjadi saat
ini? Maraknya tuntutan anggota untuk mengadakan pertemuan dalam bentuk Seminar,
Jambore, atau forum-forum sejenis, apakah disebabkan IPI dipandang tidak mampu
menjalankan tahap mengerjakan? Ataukah, karena secara organisasi dipandang
tidak mampu menjalankan norma-norma (AD/ART)? Tidak ada jawaban yang tepat,
kecuali berdasarkan data hasil angket yang telah lolos uji validitas dan
reliabilitas.
Namun secara kasat mata, fenomena tersebut, bisa
ditafsirkan bahwa dengan terhambatnya jalur komunikasi dan jalinan silaturahmi antar
anggota, maka pertemuan menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk menjaga
tumbuh suburnya kekompakkan. Artinya, norma-norma/ AD-ART, tidak berfungsi
dengan baik menjadi instrumen untuk membangun dan merajut sendi-sendi organisasi
yang kokoh.
Oleh sebab itu, perlu disadari semua pihak,
suka-atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, bahwa sebaiknya Organisasi IPI
dikembalikan pada marwahnya dan didukung agar tetap memiliki nilai fungsional.
Hal ini bukan berarti, pertemuan langsung seluruh anggota menjadi haram, tidak
sama sekali tidak. Sebaliknya, pada waktu yang tepat, hal ini justru menjadi sebuah kebutuhan
untuk dilakukan, sebagai kekuatan yang besar untuk berhadapan dengan hal-hal yang
tidak mempan oleh jalur koordinasi dan komunikasi yang normal. Hanya saja, semua melalui mekanisme
organisasi yang cantik dan manis.
Jambore, bukan bentuk yang tidak elok, melainkan IPI Pusat wajib
me-manage dalam balutan organisasi. Ada agenda IPI Pusat yang seharusnya,
menjadi prioritas didahulukan, yaitu Raker Nas. Didalamnya, nanti bisa dilakukan
pembahasan yang satu di antaranya adalah : Jambore Nas. Gimana?