PENILIK ADA DAN BISA

Senin, 10 Februari 2020

Jambore Nas …YES, Raker Nas… WAJIB






Maaf….ibarat jerawat yang sudah ranum….maka tak tahan uneg-uneg ini saya biarkan bercokol di benak terlalu lama…… Terus terang, tulisan ini rentetan dari sebelumnya…. tentang urgensitas Rakernas/Rakerdaprop/Rakerdakab…

Nampak 1-2 bulan ini hampir di semua grup WA, di-posting Calon Peserta Jambore Penilik.. Luar biasa .. ini sebuah indikator bahwa kerinduan para penilik untuk bertemu, bertegur sapa secara langsung, bercengkerama, atau sekedar ber-say hellow. tidak dapat dibendung. Angan-angan untuk merealisasikan bahwa eksistensi penilik perlu pengakuan, minimal di intern harus terjadi.

Satu periode kepengurusan IPI Pusat, hampir lima tahun belakangan ini, tenggelam dalam hiruk pikuk tuntutan dari para anggota untuk memperoleh persamaan hak, penghargaan dan perlakuan. Paling tidak proporsional sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Oleh sebab itu, sebaiknya kita memaklumi gelora semangat kawan-kawan untuk bersua berbagi suka dan duka, atau sekedar cerita dari sana.

Jika boleh, menengok ke belakang, ide untuk berkumpul baik dalam forum seminar, atau yang lain, mengalami peningkatan yang luar biasa. Seminar IKAPENSI 2016 di Jakarta (peserta dari penilik sekitar 10 orang ), FGD Surabaya 2017 (63 penilik), Seminar Bandung 2019 (250-an penilik), dan kegiatan sejenis yang lain adalah bukti bahwa para penilik, siap berkorban apapun demi untuk berbuat berarti bersama.

Ada pertanyaan menggelitik, sebenarnya semangat untuk bertemu itu didasari motif apa? Sekedar berkumpul berbagi kangen? Ataukah lebih dari itu, sebuah agenda yang mempunyai target tertentu? Kegiatan untuk kepentingan pribadi, ataukah organisasi? Mengapa penilik lebih memilih kegiatan yang non struktural, seperti seminar, FGD, Jambore atau yang lain? Mengapa tidak menggunakan forum IPI seperti Rakernas? Apakah merasa ada kebuntuan saluran penyampaian aspirasi? Baiklah berikut dipaparkan kajian dari teori kelompok dan tujuan serta fungsi organisasi.

IPI ditinjau Teori Kelompok

Robbins dan Judge (2019) menjelaskan evolusi kelompok melalui Model Lima Tahap, yang dapat digunakan sebagai kerangka kerja memahami perkembangan kelompok.
1) Tahap membentuk
     Tahap membentuk digolongkan sebagai kondisi kelompok dalam ketidak pastian berkaitan hal tujuan, struktur dan kepemimpinan.

2) Tahap mempeributkan
     Tahap mempeributkan  adalah salah satu konflik  dalam kelompok. Konflik terkait siapa yang akan mengendalikan. Jika selesai konflik maka akan relatif jelas siapa pemimpin dalam kelompok.

3) Tahap menyusun norma
     Tapak menyusun norma  bercirikan tumbuhnya hubungan yang dekat dan kelompok 
menunjukkan kekompakan. Pada tahap ini telah tumbuh kesepakatan akan harapan umum tentang norma-norma perilaku anggota yang benar.

4) Tahap mengerjakan
     Tahap mengerjakan ditandai dengan terbentuknya struktur pada kelompok ini yang memiliki fungsional dan diterima. Artinya,
kelembagaan telah memerankan tugas fungsinya masing-masing.

5) Tahap membubarkan
     Tahap membubarkan berlaku bagi kelompok komite-komite, tim, satgas, dan kelompok sejenis yang bersifat sementara. Panitia seminar, workshop, reuni dan sebagainya, adalah contoh   kelompok bersifat sementara. Sedangkan kelompok permanen, maka berhenti pada tahap ke
 empat.   Kelompok  permanen contohnya, organiasi profesi: IPI, HIMPAUDI, PKBM dan sebagainya. Permanen dalam arti, tidak ada cita-cita kecuali dalam kondisi memaksa, kelompok  ini membubarkan diri.

Berdasarkan teori kelompok tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa organisasi IPI termasuk kelompok permanen, yang telah melewati empat tahap, yaitu, membentuk, mempeributkan, menyusun norma dan mengerjakan. Artinya, sudah tidak pada tempatnya, anggota IPI mempeributkan eksistensi IPI, atau siapa yang berperan mengendalikan IPI, karena semua telah dianggap mengetahui tugas dan fungsi  masing-masing.

Pada saat ini, IPI sudah pada tahap mengerjakan, melaksanakan AD/ART untuk mewujudkan ekspektasi seluruh anggota.  Pergantian pengurus lima tahunan, hanyalah mekanisme yang menjadi bagian dari mengerjakan tugas itu sendiri, bukan membuka tahap mempeributkan lagi. Akhirnya, menjadi sebuah kewajiban semua anggota IPI untuk menyadari, bahwa menegakkan Panji IPI berkibar selama bumi ini bisa dipijak, adalah keharusan.

IPI sebagai organisasi profesi

Mengupas IPI sebagai organisasi profesi, akan lebih menancap ke jantungnya, jika langsung mencermati AD/ART. Dalam Teori Lima Tahap, AD/ART merupakan bentuk hasil penyusunan norma-norma yang disepakati anggota. Oleh sebab itu, AD/ART menjadi pedoman bagi pengurus dan semua pihak terkait untuk menjalankan tugas dan fungsinya.

Berkaitan dengan itu, ada beberapa hal pokok yang ada dalam AD/ART, yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, yaitu tujuan, fungsi dan tugas. (AD  Pasal 2 dan 3)
1) Tujuan IPI, antara lain menyamakan persepsi penilik dalam menjalankan tugas, meningkatkan profesionalisme penilik, menampung dan menyalurkan aspirasi, meningkatkan harkat martabat penilik, memberi perlindungan hukum, berperan meningkatkan kesejahteraan penilik.

2) Fungsi IPI, sebagai wadah perjuangan dalam meningkatkan kemampuan profesi dan kesejahteraan penilik.

3) Tugas IPI, kerjasama dalam pelatihan, mengadakan bimbingan, memberikan solusi permasalahan dalam tugas, berbagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman.

Sedemikian mulia tujuan, fungsi dan tugas IPI. Maka tidak salah jika anggota menggantungkan harapan besar kepada IPI.  Mereka menginginkan para pimpinan (pengurus) untuk bekerja keras menggerakkan seluruh fungsinya yang ada demi tercapainya tujuan.

Analisis Kritis

Bagaimanakah dengan fenomena yang terjadi saat ini? Maraknya tuntutan anggota untuk mengadakan pertemuan dalam bentuk Seminar, Jambore, atau forum-forum sejenis, apakah disebabkan IPI dipandang tidak mampu menjalankan tahap mengerjakan? Ataukah, karena secara organisasi dipandang tidak mampu menjalankan norma-norma (AD/ART)? Tidak ada jawaban yang tepat, kecuali berdasarkan data hasil angket yang telah lolos uji validitas dan reliabilitas.

Namun secara kasat mata, fenomena tersebut, bisa ditafsirkan bahwa dengan terhambatnya jalur komunikasi dan jalinan silaturahmi antar anggota, maka pertemuan menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk menjaga tumbuh suburnya kekompakkan. Artinya, norma-norma/ AD-ART, tidak berfungsi dengan baik menjadi instrumen untuk membangun dan merajut sendi-sendi organisasi yang kokoh.

Oleh sebab itu, perlu disadari semua pihak, suka-atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, bahwa sebaiknya Organisasi IPI dikembalikan pada marwahnya dan didukung agar tetap memiliki nilai fungsional. Hal ini bukan berarti, pertemuan langsung seluruh anggota menjadi haram, tidak sama sekali tidak. Sebaliknya, pada waktu yang tepat, hal ini justru menjadi sebuah kebutuhan untuk dilakukan, sebagai kekuatan yang besar untuk berhadapan dengan hal-hal yang tidak mempan oleh jalur koordinasi dan komunikasi yang normal.  Hanya saja, semua melalui mekanisme organisasi yang cantik dan manis.

Jambore, bukan bentuk yang  tidak elok, melainkan IPI Pusat wajib me-manage dalam balutan organisasi. Ada agenda IPI Pusat yang seharusnya, menjadi prioritas didahulukan, yaitu Raker Nas. Didalamnya, nanti bisa dilakukan pembahasan yang satu di antaranya adalah : Jambore Nas. Gimana?

1 komentar:

  1. JamNas ta Pak?
    Seperti Pramuka ada :
    JamRan
    JamCab
    JamDa
    JamNas

    🤣🤣🤣🤣
    🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽
    👖👖👖👖
    👣👣👣👣

    BalasHapus

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...