PENILIK ADA DAN BISA

Jumat, 31 Desember 2021

PENDIDIK PAUD NONFORMAL: DEDIKASI, PERJUANGAN, DAN PENGHARGAAN

 


Oleh M. Kasim

Tercenung  membaca komentar di blog ini: “Sehebat apapun usaha pemberdayaan yang dilakukan oleh Penilik tidak akan efektif jika tidak direspon dengan baik oleh PTK pada satuan pendidikan yang mengalami penurunan motivasi untuk meningkatkan kinerja dan kompetensi karena penghargaan yang tidak seimbang antara tuntutan pekerjaan dengan honor yang diterima. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi kami terhadap pelaksanaan 8 SNP, semoga sisi suram nasib PTK pada satuan KB/PG mendapatkan perhatian dari pemangku kebijakan layaknya saudara tuanya di satuan TK..Aamiin YRA”. (cttn: identitasnya sengaja di-hiden).

Terkadang hati juga trenyuh dengan kondisi Pendidik PAUD Nonformal, yang belum memperoleh perhatian dan perlakuan yang adil dibandingkan PAUD Formal. Walaupun pernyataan diatas belum dapat digeneralisasikan dan dijadikan dasar kesimpulan, namun fakta tersebut, muncul pada setiap forum diskusi sesama Penilik. Apalagi jika dikaitkan dengan tagline “Kita Berjuang Melahirkan Generasi Emas pada Tahun 2045”.

Siapakah generasi Emas Tahun 2045?. Mereka adalah anak-anak usia dini, anak kelompok usia 0-6 tahun, yang saat ini ada di hadapan kita. Yang pada tahun tersebut, berusia sekitar 23-29 tahun, yang merupakan usia produktif, usia yang menentukan bagaimana kondisi bangsa ini ke depan. Ditangan merekalah, harapan dan cita-cita bangsa ini tergenggam. Dus, Pendidik PAUD Nonformal, tidak terbantahkan, berandil besar melahirkan Generasi Emas Tahun 2045.


Dedikasi  dan Kiprahnya

Guru PAUD Formal, memiliki tugas dan kewenangan mendidik anak usia dini kelompok umur 4-6 tahun. Guru PAUD Jenis layanan Taman Kanak-Kanak (TK), menurut sejarahnya, telah ada sejak jaman Belanda dengan nama Frobelschool. Kemudian pada jaman Jepang baru diganti dengan nama Taman Kanak-Kanak. Ki Hajar Dewantara, dengan Taman Siswa-nya, melahirkan Taman Indria (http:edubdoobali.wordpress.com).

Dengan demikian, guru TK jauh lebih dahulu lahir. Oleh sebab itu, aktivitasnya telah lama melekat di benak masyarakat, dan dengan IGKTI sebagai organisasi profesi, memiliki daya tawar yang tinggi di hadapan seluruh stake holder. Lebih-lebih, IGTKI juga berada dalam subordinat organisasi profesi yang luar biasa besar jumlah anggotanya, PGRI. Lengkap sudah kekokohan pondasi dan eksistensi guru TK.

Bagaimana dengan Guru /(pendidik?) PAUD Nonformal? Sejarah pendidikan PAUD Nonformal, berawal dari perkembangan kebutuhan masyarakat, yang terutama kedua orangtua bekerja di luar tumah. Sejak tahun 1980-an, lahirlah layanan Taman Penitipan Anak dan Kelompok bermain. Kemudian dipertegas dengan terbitnya UU No. 2/1989 tentang Sisdiknas dan PP No. 27/1990 tentang Sistem Pendidikan Prasekolah (http:edubdoobali.wordpress.com).

Guru PAUD Nonformal, semakin eksis dalam kiprahnya sebagai pendidik, juga tidak mau tertinggal dengan saudara tuanya, yaitu mendirikan organisasi profesi HIMPAUDI. Luar biasa gerakan masif organisasi tersebut. Ketertiban dalam berorganisasi benar-benar membuat iri yang lain, bahkan pembinanya, IPI (Ikatan Penilik Indonesia).

Gebrakan Gernas Manjur, Gebyar PAUD sebagai wahana unjuk masa.  Kegiatan Diklat berjenjang (dasar/lanjut/mahir) sebagai bentuk komitmen peningkatan kualitas kompentensi, yang bahkan berkat kegiatan ini, Indonesia mendapat penghargaan apresiasi tingkat dunia. UNESCO memberikan penghargaan pada Diklat berjenjang Pendidik PAUDIndonesia. Luar biasa, patut diacungi dua jempol tangan.

 

Perjuangan dan Penghargaan

Sayangnya, dua saudara sekandung, walaupun sudah mendapat pengasuhan dari orangtua yang sama belum berdampak pada perlakuan yang sama. Hal ini tidak terlepas dari regulasi yang entah disadari atau tidak, memberikan garis dan tembok pembatas yang sulit untuk memadukan keduanya.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang  Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi, Bab IV, bagian Enam, Pasal 69-72, tidak dibedakan PAUD dalam jalur formal dan nonformal.

Sayangnya, Permendikbudristek tersebut, terhalang oleh regulasi yang lebih tinggi kedudukannya, secara eksplisit tetap membedakan antara PAUD formal dengan nonformal. Bahwa tersirat dan tersurat, undang-undang mengatur bahwa TK/RA adalah termasuk jalur pendidikan sekolah (UU No. 2/1989) atau jalur pendidikan formal (UU No. 20/2003). Sementara  TPA/KB/SPS, termasuk jalur pendidikan nonformal.

Oleh sebab itu, dapat dipahami jika TK lebih mendapatkan peluang memperoleh kesejahteraan.  Dampaknya, walaupun ada perubahan nomenklatur di Kemendikbudristek, bahwa TK masuk di Dirjen Guru PAUD dan Dikmas, masih menyisakan ambigiu perlakuan, khususnya: pemberian penghargaan dan perlindungan.

TPA/KB/SPS  dari awal kelahirannya dibawah pembinaan Dirjen PAUD dan Dikmas ( dulu Diklusepora/PLS). Sementara itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, secara tegas menyatakan bahwa guru PAUD yang diakomadasi adalah yang berada di jalur formal.

Maka dari itu, prediksi bahwa perjuangan  Himpaudi untuk memperjuangkan kesetaraan, melalui jalur hukum, dengan meninjau Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sangat berat, terbukti. Artinya, jika ingin mengubah regulasi haruslah dimulai dari yang paling pokok, yaitu undang-undang tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Himpaudi harus mengawal proses revisi Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang konon saat ini sedang bergulir di DPR.

Namun demikian, perjuangan Himpaudi tidaklah sia-sia. Upaya tersebut, telah menorehkan tinta emas, yang menyentakkan pengambil kebijakan, bahwa Himpaudi, tidak dapat dipandang sebelah mata. Mereka bukanlah sebagai pihak yang pasrah dan tertidur dininabobokkan. Dengan honor dalam kisaran Rp. 100 -200 rb, atau sama dengan SaJuTa (Sabar, Jujur dan Tawakal), namun di pundaknya dibebankan melahirkan Generasi Emas Tahun 2045, sangatlah tidak berimbang.  Pertanyaannya: siapa yang berwenang dan bertanggung jawab memperhatikan pendidik PAUD nonformal?

 

Tulungagung, 01 januari 2022

Senin, 27 Desember 2021

PENGENDALIAN MUTU, EVALUASI DAMPAK, DAN PROGRAM PAUDDIKMAS: PENGERTIAN, HUBUNGAN DAN IMPLIKASINYA

 


Oleh M. Kasim

Beberapa pertanyaan, yang menggelitik untuk menelisik. Yang kita jadikan sasaran pengendalian mutu itu program atau pelaksanaan 8 SNP? Apa pengertian Program dalam aktivitas Pengendalian Mutu dan Evaluasi Dampak Program? Apa bentuk atau wujud dari program PAUD dan Dikmas? Bagaimana bentuk instrumen berkaitan dengan pelaksanaan program?

Biarlah, walaupun dipenghujung segera bertransformasinya tugas dan fungsi Penilik dari pengendalian mutu menjadi pemberdayaan, namun keberadaan program PAUD dan Dikmas atau satuan PNF, tetap tak tergoyahkan. Ternyata 11 tahun lebih sejak berlakunya Permenpan RB No. 14 Tahun 2010, masih banyak menyisakan pertanyaan yang menandakan terdapat ketidaktuntasan pemahaman Penilik terhadap Permenpan R tersebut beserta turunannya (Juklak dan Juknisnya).

Sebagai turunan dari Permenpan RB No. 14 tahun 2010, ternyata pula dalam Permendikbud No. 38 tahun 2013, tentang Petunjuk JF Penilik dan Angka Kreditnya, tidak diberikan penjelasan secara tuntas tentang program PAUD dan Dikmas. Kemudian bagaimana jenis dan contohnya, yang selanjutnya bagaimana hubungannya dengan pengendalian mutu dan evaluasi dampak? Hal tersebut berakibat pada kerancuan pemahaman dan pelaksanaan tugas  fungsi oleh sebagian  Penilik. Baiklah mari kita tiliki pengertian dari pengendalian mutu,  evaluasi dampak dan program serta bagaimana hubungan diantara ketiganya berikut implikasinya.

Pengertian Pengendalian Mutu

Pengertian Pengendalian Mutu, tidak perlu dijelaskan secara detail, karena hampir semua Penilik memahaminya. Pengendalian Mutu  adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan melalui pemantauan, penilaian, dan pembinaan program pada satuan PAUD dan DIKMAS dalam rangka memastikan penyelenggaraan layanan pendidikan melalui lembaga PAUD dan DIKMAS dapat mencapai standar yang ditetapkan (Lampiran Permendikbud No. 38 Th. 2013). Catatan: dalam lampiran aselinya ada penjelasan yang kurang tepat, yaitu: .....pada satuan kursus..... Dalam tulisan ini sengaja diganti menjadi PAUD dan Dikmas, semata untuk menyesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku saat ini.

Pengertian Evaluasi Dampak

Konsep evaluasi dampak program PAUD dan Dikmas, menunjukkan bahwa jabatan fungsional penilik berperan yang strategis dalam menentukan pencapaian mutu program PAUD dan Dikmas, karena memiliki data bagaimana suatu program memberikan pengaruh atau perubahan. Evaluasi dampak program memberikan deskripsi ada tidaknya gap (kesenjangan) antara relaita dan kriteria, sebagai ukuran untuk mengetahui terjadinya perubahan atau tidak, setelah program dilaksanakan.

Batasan evaluasi dampak pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 38 Tahun 2013 adalah kajian terhadap pengaruh dari pelaksanaan program PAUD dan Dikmas. Sejalan dengan batasan tersebut, Anan Sutisna (2011) memberikan penjelasan bahwa:

1)   Suatu program layanan pendidikan adalah suatu intervensi yang terencana terhadap target sasaran agar terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. 

2)  Untuk mengetahui sejauh mana program layanan pembelajaran dapat memunculkan perubahan-perubahan demikian maka dilakukan evaluasi dampak. 

3)    Evaluasi dampak program adalah untuk menemukan dan menilai manfaat serta pengaruh program yang telah dilaksanakan, baik terhadap produktivitas penyelenggaraan maupun organisasi.

Khandker dkk (2010) dalam Pamela Jagger dkk (2011: 55) mengatakan evaluasi dampak adalah seperangkat rancangan dan metode penelitian tertentu untuk menilai dan memahami dampak kebijakan, program dan proyek umum yang melakukan upaya tertentu untuk menetapkan sejauh mana pengaruh yang diukur (baik yang diharapkan maupun tidak) dapat dianggap disebabkan oleh kegiatan dan bukan akibat faktor-faktor lain-lain.

Solahuddin Kusumanegara (2010: 132) gambaran khas dari orang yang sedang melakukan evaluasi dampak adalah programnya terlebih dahulu selesai, sehingga beberapa saat kemudian dampaknya dapat dipelajari berdasar pada data yang sudah mencukupi.

Pengertian Program

Joan L., Herman dan Cs dalam Tayibnapis ( 2008: 9) program adalah segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Wirawan (2016: 25) memberikan batasan program yaitu kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas.

Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2014:3-4) ada dua pengertian untuk istilah “program”: Program dapat diartikan dalam arti khusus dan program dalam arti umum. Pengertian secara umum program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. ”Program” apabila dikaitkan langsung dengan evaluasi program maka program diartikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa  program adalah rencana yang terstruktur dan sistematis, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Terstruktur artinya, adanya komponen-komponen yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi yang jelas.  Sistematis mengandung makna adanya komponen-komponen tersebut  saling mengait dalam satu rangkaian kegiatan.

Jenis dan Bentuk Program

Bentuk-bentuk program ditentukan oleh jenis-jenis kegiatannya. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2014: 48-52) mengelompokkan program dalam 3 bentuk.

1)   Program Pemrosesan

Konsep program pemrosesan adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (input) menjadi bahan jadi sebagai hasil proses atau keluaran (output). Artinya  ada kegiatan yang mendiskripsikan sebelum, saat dan sesudah proses dari program tersebut. Ciri khusus adalah adanya proses pengolahan atau transformasi sesuai dengan tujuan, adanya metode, bahan atau materi, penilaian, serta waktu yang terencana.

Kriteria yang digunakan berdasarkan 8 SNP. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diberikan contoh bentuk program pemrosesan dalam program PAUD dan Dikmas adalah: Kursus, Keaksaraan dan Kesetaraan, PAUD, dsb).

2)   Program Layanan

Konsep program layanan adalah program yang kegiatan pokoknya bertujuan memenuhi kebutuhan pihak tertentu sehingga merasa puas sesuai dengan tujuan program. Pihak tertentu yang dimaksud dipoisikan sebagai pihak yang penting atau sebagai fokus kegiatan.

Kriteria sesuai spesifikasi program, biasanya tercantum pada buku pedoman/juknis. Program PAUD dan Dikmas yang termasuk dalam bentuk program layanan, contohnya:  Pojok Baca AUD, PMT AS, Taman Bacaan Masyarakat, Program Perkoperasian, Layanan Perbengkelan, Layanan Tata Rias, dsb.

3)   Program Umum

Konsep program umum adalah progran yang kegiatan pokoknya tidak menunjukkan ciri khas secara jelas, tidak termasuk program pemrosesan dan layanan. Program umum sifatnya temporer dan sesaat. Ada program yang memang memiliki proses transformasi, tetapi tidak ada penilaian secara terencana untuk mengetahui hasil proses tersebut. Contoh: kegiatan insidental perlombaan, peringatan hari besar nasional/agama, parenting dsb.

 

Hubungan Pengendalian Mutu, Evaluasi Dampak dan Program

Agar mempermudah bagaimana memahami hubungan diantar ketiganya, maka mari perhatikan gambar berikut:

Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa sasaran dari pengendalian mutu dan evaluasi dampak program adalah sama, yaitu program PAUD dan Dikmas. Pengendalian mutu sasarannya program PAUD dan Dikmas. Demikian juga, Evaluasi dampak sasarannya juga Program PAUD dan Dikmas. Namun demikian terdapat perbedaan hubungan yang terjadi antara keduanya, dengan program PAUD dan Dikmas. Perbedaan ini dikarenakan oleh spesifikasi dari masing-masing jenis program yang menjadi sasarannya. Hal inilah yang berimplikasi pada bagaimana pelaksanaan pengendalian mutu dan evaluasi dampak.

Implikasi Pengendalian Mutu dan Evaluasi Dampak Program

Perbedaan program sasaran Pengendalian Mutu dengan Evaluasi Dampak Program berimplikasi pada pelaksanaannya. Berikut tabel  perbandingan aspek jenis, kriteria dan waktu pelaksanaan dari keduanya.

Aspek

Pengendalian Mutu

Evaluasi Dampak

Jenis Program

Pemrosesan

Layanan, Umum

Kriteria yang Digunakan

8 SNP

Sesuai Spesifikasi Program

Waktu

Jangka Panjang

Jangka Pendek/ Insindental/temporer, Jangka Menengah

Contoh Program

PAUD, Kejar Paket, Kursus

TBM, Perkoperasian, Layanan Perbengkelan, Parenting, dst

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dijelaskan, bahwa :

1. Persamaan antara Pengendalian Mutu dengan Evaluasi Dampak yaitu sasaran keduanya  Program PAUD dan Dikmas.

2.  Perbedaan antara Pengendalian Mutu dengan Evaluasi Dampak terletak pada jenis program, kriteria yang digunakan, dan waktu pelaksanaan.

Implikasi dari perbedaan tersebut adalah:

1. Instrumen yang digunakan dalam pengendalian mutu  adalah berdasarkan 8 SNP. Pemantauan dan penilaian dilaksanakan dengan indikator-indikator dari 8 SNP, yang mencakup Standar Tingkat Pencapaian perkembangan Anak (STPPA) / Standar Kelulusan (SKL), Standar Proses, Standar isi, Standar Sarana dan Prasarana, Standar GTK, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar penilaian

2. Instrumen yang digunakan dalam Evaluasi Dampak, sesuai dengan spesifikasi program. Contoh: jika ingin melakukan evaluasi dampak program penyelenggaraan TBM terhadap Budaya Literasi Masyarakat, maka kriteria yang digunakan kualitas layanan TBM, dan Indikator Budaya Literasi. Tidak tepat jika digunakan kriteria 8 SNP.

 

Demikian sedikit uraian, semoga bermanfaat.

 

Tulungagung, 27 Desember 2021

 

 

Referensi

Arikunto, Suharsimi dan Jabar, Cepi Safruddin Abdul. 2014. Evaluasi Program Pendidikan:Pedoman Teoretis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan.  Ed. II Jakarta: Bumi Aksara

Jagger, Pamela, et.at. 2011. Pedoman untuk Mempelajari Berbagai Dampak Proyek REDD bagi Mata Pencarian. Terj. CIFOR. 2011. Bogor: CIFOR.

Kusumanagara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media

Sutisna, Anan. 2011. Pengendalian Mutu dan Evaluasi Dampak Program pada Jalur Pendidikan Nonformal dan Informal. Makalah. Disampaikan pada  Pelatihan Penilik April 2011 Bimbingan Tehnis Penilik PNFI se-Indonesia di Bandung  23 - 27 – 2011.

Tayibnapis, Farida Yusuf.2008.  Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Progam Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Wirawan. 2016. Evaluasi Teori, Model, Metodologi, Standar, Aplikasi dan Profesi. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.






Minggu, 26 Desember 2021

TRANSFORMASI JF PENILIK DARI PENGENDALIAN MUTU KE PEMBERDAYAAN SATUAN PNF

 


Oleh M.Kasim

Pada pertengahan Desember ini, di Surabaya, telah dilaksanakan uji petik Draf revisi Permenpan RB No. 14 Tahun 2010 tentang JF Penilik dan Angka Kreditnya. Kegiatan tersebut melibatkan para pemangku JF Penilik, yang terwakili oleh Ketua IPI Prop se-Indonesia. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan saran, masukan dan koreksi atas dua dokumen yaitu : Draf Permenpan RB JF Penilik dan Naskah Akademik.

Dengan dilaksanakan kegiatan ini maka proses revisi Permenpen RB No. 14 Tahun 2010, secara keseluruhan sudah hampir di penghujung selesai. Masih ada beberapa tahapan yang masih harus dilalui yaitu Uji Beban, paparan di Kemenpan RB, dan memungkinkan untuk dilakukan pembenahan atau penyempurnaan lagi. Proses  revisi Permenpan RB JF Penilik, dibatasi oleh ketentuan bahwa paling akhir paling lama 3 (tiga) tahun sejak Permenpan RB No. 13 Tahun 2019 diundangkan, atau 30 Juli 2022, harus sudah selesai.

Berdasarkan pertimbangan itulah, maka tulisan ini, tidak bermaksud memaparkan apa isi keseluruhan Draf Revisi permenpan RB, mengingat masih memungkinkan ada perubahan. Namun demikian, ada konsep dasar dari Draf Revisi Permenpan RB JF Penilik, yang sudah menjadi kata sepakat dari pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunannya (akademisi, praktisi, pemangku jabatan, birokrasi/pengambil kebijakan), yaitu tentang bagaimana profil JF Penilik ke depan. Lebih jelasnya apa tugas dan fungsi JF Penilik pada Draf Revisi Permenpan RB?

KONSEP PEMBERDAYAAN

Dalam Draf Revisi Permenpan RB JF Penilik, ditegaskan  bahwa Penilik adalah PNS yang diberikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pemberdayaan  Satuan Pendidikan Nonformal. Konsep pemberdayaan berasal dari kata power atau daya sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya mengandung arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar.

Dengan merujuk pendapat Richard Carver, Clutterbuck (2003: 3-4) mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggung jawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Mahyudin (2017: 23) mengatakan pemberdayaan adalah pemberian atau pembagian kekuasaan atau wewenang kepada orang lain untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dia bisa terlibat aktif dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaannya.

Ulfatin dan Triwiyanto (2018: 90) menjelaskan kata pemberdayaan berasal dari kata “empowering” (power) yang berarti energi potensi, kemampuan, spirit, dan stamina. Empowering juga mengandung makna “more power”, yaitu lebih berdaya dari sebelumnya dengan batasan sesuai wewenang dan tanggung jawab dalam kemampuan individual yang dimilikinya.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah upaya menumbuhkembangkan seluruh kompetensi baik secara individu ataupun kelompok, agar berkembang secara optimal melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, dalam rangka mencapai tujuan bersama.

 

MENGAPA HARUS PEMBERDAYAAN?

Dengan merujuk pendapat Smith (2000: 5), Wibowo (2016: 352-353)  mengatakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan perlunya pemberdayaan orang. Pertama, karena lingkungan eksternal yang berubah sehingga mengalihkan cara bekerja dengan orang di dalam organisasi bisnis, yang pada abad ke-21 bekerja dalam dunia yang penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan perubahan yang tidak dapat diduga. Kedua, adalah karena orangnya sendiri berubah. Sejak lama manajer memandang orang sebagai sumber daya yang paling berharga.

Sejalan dengan itu, dengan merujuk pendapat Michael Osbaldeston, Clutterbuck (2003: 15-16)  menguraikan mengapa pemberdayaan begitu penting pada akhir-akhir ini secara ringkas dapat disebutkan antara lain: 1) kecepatan perubahan yang semakin tinggi, 2) organisasi-organisasi sendiri tengah berubah, 3) organisasi-organisasi menuntut kerja yang lebih lintas fungsi, 4) bakat manajerial yang benar-benar bagus semakin dipandang langka dan mahal, 5) pemberdayaan bisa mengungkapkan sumber-sumber bakat manajerial, dan 6) staf tidak lagi disiapkan untuk menerima sistem-sistem kontrol dan komando yang kuno.

Bagaimana implementasi konsep pemberdayaan dalam dunia pendidikan? Fenomena bergesernya pendekatan pendidikan saat ini, melalui konsep merdeka belajar, dan program sekolah penggerak, dapat dikatakan adalah upaya memobilisasi seluruh komponen terkait dengan satuan pendidikan, baik orang tua, masyarakat, pembina (pengawas/penilik), kepala sekolah/pengelola, dan pendidik/guru, agar memiliki performance yang mandiri, kreatif, inovatif, tangguh, responsif, siap bekerja secara tim, yang semuanya adalah karakter dari unsur-unsur pemberdayaan.

Oleh sebab itu, konsep dan implementasi pemberdayaan bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan nonformal. Pemberdayaan  sudah  menjadi roh pendidikan nonformal. Justru lahirnya pendidikan nonformal adalah dari bentuk jawaban yang solutif dari berbagai “ketidaktuntasan pendidikan formal”. Sebagaimana dikatakan oleh Supriyono dan Eneng Darol Alfiah (2021) bahwa faktor pendukung perkembangan pendidikan nonformal antara lain: 1) aspirasi masyarakat terhadap pendidikan; 2) sekolah mengalami hambatan dalam merespon kebutuhan masyarakat; 3) keterlambatan sekolah dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat; 4) terjadi kesenjangan antara jumlah dan kemampuan lulusan dengan lapangan kerja; dan 5) sekolah cenderung  menumbuhkan sikap elit di dalam masyarakat.

BAGAIMANA PENILIK SEBAGAI PEMBERDAYA?

Dengan bertransformasinya  tugas dan fungsi penilik dari pengendali mutu menjadi pemberdaya, maka ada konsekuensi yang harus diperankannnya. Sebagai tenaga fungsional yang tugas pokoknya mengawal satuan pendidikan, pada garda terdepan, maka JF Penilik berperan strategis. Tidak ada jabatan fungsional dari unsur tenaga kependidikan yang setiap saat dapat hadir dan mendampingi satuan pendidikan melebihi JF penilik, mengingat kedudukannya di dinas pendidikan kabupaten/kota. JF Penilik dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dari hulu sampai dengan hilir dari setiap aspek satuan pendidikan.

Melalui  penjaminan mutu dengan pendekatan pemberdayaan, Penilik dapat  melakukan direktive control melalui pengarahan, standarisasi dan penguatan kompetensi. Selanjutnya  secara direktif  kolaboratif  Penilik  dapat menempat diri secara sejajar pendidik dan tenaga kependidikan dalam pembuatan keputusan tentang kualitas mutu layanan pendidikan  di satuan pendidikan. Penilik  harus dapat menunjukan prilaku listening, presenting, problem solving dan negotiating yang mengarahkan pada pencapaian kualitas diri .

Berdasarkan kajian di atas  tugas pokok Jabatan Fungsional Penilik saat ini harus dapat mendorong  secara bijak seluruh potensi dalam satuan pendidikan  agar dapat meningkatkan   kemampuan (competency), kepercayaan (confidence), wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan (activities) organisasi untuk meningkatkan kinerja (performance).

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wibowo (2016: 349) yang mengatakan pada masa lalu, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia diadakan melalui pelatihan dan pengembangan atau disebut pula sebagai pembinaan sumber daya manusia. Cara tersebut secara bertahap mulai ditinggalkan karena dinilai terlalu bersifat top-down sehingga kurang mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi sumber daya manusia. Cara pendekatan baru yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan sumber daya manusia tersebut sekarang ini lebih dikenal sebagai pemberdayaan sumber daya manusia, yaitu pendekatan yang lebih bersifat bottom-up.

Berdasarkan paparan tersebut, maka ke depan, tugas dan fungsi Penilik akan mengalami perubahan pada pendekatan serta aspek pemberdayaan yang akan ditumbuhkembangkan pada satuan pendidikan. Pendekatan yang digunakan oleh penilik dalam melaksanakan tugasnya, akan lebih diwarnai sikap humanis, lebih pada tampilan sebagai konsultan, lebih pada pembimbingan/ pendampingan. Sedangkan pada aspek permberdayaan, maka penilik lebih menumbuhkan pada satuan pendidikan akan nilai-nilai pemecahan masalah (problem solving), kerjasama/kolaboratif, melakukan perubahan, dan pengembangan diri. Penilik tugas dan fungsinya adalah melakukan pemberdayaan dalam rangka penjaminan mutu satuan pendidikan nonformal. Semakin berat tantangannya.

 

Tulungagung, 26 Desember 2021



Referensi

Clutterbuck, David. 2003. Daya Pemberdayaan. Menggali dan Meningkatkan Potensi karyawan Anda. Diterjemahkan oleh: Bern. Hidayat. Jakarta: Gramedia.

Mahyudin, Erta. 2017. Manajemen Pemberdayaan Sekolah. Mengembangkan Sekolah Unggulan dengan Kemandirian. Malang: Madani.

Ulfatin dan Teguh Triwiyanto.2016. Manajemen Sumber Daya Manusia Bidang Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers.

Wibowo. 2016. Manajemen Kinerja. Edisi Kelima. Jakarta: Rajawali Perss

Supriyono  dan Afiah, Eneng Darol. 2021. “Landasan Teori dan Konsep dasar PNF”, Materi Pelatihan Kompetensi Asesor Peralihan Rumpun (PKBM) Tahun 2021https://banpaudpnf.kemdikbud.go.id/download-center (diunduh pada tanggal 16 Agustus 2021, pkl. 16.35)



Jumat, 17 Desember 2021

IPI: JALAN LAPANG DAN TERANG, AYO BERJUANG

 


Oleh M. Kasim


Apa yang diharapkan bersama, akhirnya ada dalam genggaman. Permasalahan yang selama ini menggelayut di pundak, tidak menjadi beban turunan. Semuanya tidak terlepas karena atas ridlo-Nya, dan tentu dengan semangat serta kesadaran penuh dari anggota, yang direpresentasikan dalam forum terhormat Munas dan Rakernas ke-1 IPI   Tahun 2021. Sebuah kesempatan yang patut disyukuri, terutama ucapan terima kasih tak terhingga kepada  pihak Ditektorat Guru PAUD dan Dikmas serta PPPPK PKn dan IPS, Kemendikbudristek, yang telah memfasilitasi, sehingga terselenggara kegiatan tersebut.

Sebuah momen yang menentukan bagaimana rancaknya jalan organisasi, telah terbuka lebar. Greget kebersamaan yang lekat dan berbalut rasa seperjuangan telah terpatri dihati para peserta (ketua IPI Prop/yang mewakili). Tercermin pada keputusan-keputusan fundamental, yang berusaha mengembalikan pada obsesi dan cita-cita luhur para founder IPI, dengan tetap berpegang teguh pada regulasi (peraturan/perundang-undangan) yang berlaku.

 

Pijakan dan Arah

Sebelumnya tulisan “Menelisik Legal Standing IPI”,  bernuansa kekhawatiran atas kondisi IPI saat ini. Maka berikut ini sedikit ulasan sebagi bentuk luapan kegembiraan bahwa IPI berhasil mengembalikan pondasi “rumah”nya pada persyaratan konstruksi bangunan yang kokoh dan tangguh.

Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa, seluruh gerak dan langkah sebuah organisasi akan berpegang teguh pada ketentuan dasarnya, yaitu AD/ART. Sebuah keniscayaan, sebuah organisasi memiliki AD/ ART yang memberikan peluang tercapainya tujuan bersama para anggota. Oleh sebab itu, wajib hukumnya, semua anggota mengawal AD/ ART agar terjaga dari upaya-upaya sepihak dari siapapun, dan pihak manapun, yang akan mengubah/membelokkan arah jalan organisasi berdasarkan kepentingan/ motif pribadi/golongan tertentu.

AD/ART IPI yang beredar disahkan tanggal 28 Oktober 2015,  ditandatangani Ketum dan Sekjen. Dokumen ini dalam ulasan sebelumnya, ditegaskan jika diuji dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, cacat formil, karena menyalahi ketentuan tentang perubahan AD/ART. Sebagai pedoman penyelenggaraan organisasi, hal ini harus dihindari. Oleh sebab itu, forum yang terlaksana pada tanggal 16 Desember 2021 kemarin, menjadi peluang untuk mengembalikan bagaimana kecacatan AD/ ART ini pada posisi yang benar.


Forum Munas dan Rakernas

Forum yang terjadi di Surabaya kemarin, menjadi saksi bersama bahwa organisasi IPI berbenah diri dengan mengembalikan fungsi masing-masing forum sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Hal ini sebaiknya diketahui seluruh pihak terkait (pengurus dan anggota pada semua tingkatan: pusat, provinsi maupun kabupaten/kota). Ada dua forum yang kemarin dilaksanakan yaitu kelanjutan Munaslub dan Rakernas IPI. Bagaimana kronologisnya? Berikut penjelasannya.

Mengingat kembali, bahwa bulan Maret 2021, IPI menyelenggarakan Munaslub, dengan hasil beberapa keputusan, diantaranya: terpilih Ketua Umum dan Pembentukan Tim/Panitia Revisi AD/ ART. Progres yang diperoleh  sampai tanggal 16 Desember 2021 kemarin adalah Draf Revisi AD/ ART, dan telah dibahas di hadapan peserta yang dalam hal ini dalam forum, sebagai kelanjutan Munaslub.

Hasilnya: pengesahan Draf Revisi AD/ ART menjadi AD/ ART, dan Susunan Kepengurusan IPI Pusat, oleh Forum Munaslub. Penandatanganan AD/ ART dan Susunan Pengurus IPI Pusat  dilakukan oleh Panitia Munaslub. Hal ini sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Bagian Kedua Perubahan AD dan ART Ormas Pasal 36 (1) Perubahan AD dan ART dilakukan melalui forum tertinggi pengambilan keputusan Ormas. Yang dimaksud forum tertinggi disini adalah Munas.

Selanjutnya, Forum Munaslub, membahas Program Kerja IPI, melalui Sidang Komisi A, B, dan C. Hasil sidang komisi inilah, yang menjadi acuan bagi Pengurus IPI Pusat  membuat Program jangka panjang atau program kerja tahunan. Dengan demikian, diharapkan apa yang dilakukan Pengurus IPI Pusat, merepresentasikan harapan para anggotanya.


Jalan Lapang dan Terang

Alhamdulillah, bahwa permasalahan yang mengganjal selama ini, terpecahkan sudah. Nuansa kekompakan yang dinamis sangat terasa. Semua peserta Munas dan Rakernas, diberikan kesempatan yang sama untuk mengutarakan apa yang menjadi pemikiran dan harapan anggota. Semuanya  tertumpah ruah, gegap gempita, riuh rendah dan kadang terselingi canda dan tawa. Tak terasa telah menghasilkan sebuah keputusan monumental yang mendasar: AD/ ART. Terlepas dari kemungkinan ada kekurangannya, namun jika kita semua mampu menjaga marwah organisasi IPI, maka jalan lapang dan terang ada di hadapan kita.

Sekarang…..Ayo berjuang…!!!!!

 

Surabaya, 18 Desember 2021.

Jumat, 10 Desember 2021

MENILIK MAKNA DI BALIK UJIKOM (EPILOG II)

 


Oleh M. Kasim

Lagi-lagi riuh rendahnya Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan berulang.... Tulisan ini merupakan potret kelanjutan postingan tulisan sebelumnya, setahun yang lalu. Berawal dari pengumuman kelulusan  Ujikom. Sekedar mengingat, bahwa pelaksanaan Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan Tahun 2021 dilaksanakan dua kali. Diawali dengan pengumuman peserta Ujikom yang lulus seleksi administratif, sejumlah 371 orang. Kemudian pada Tahap I, Penilik yang lulus sebanyak 73 orang (20%). Kemudian, Tahap II, yang lulus bertambah 89 orang, dalam pengumuman tercantum jumlah total (Tahap I dan II) sejumlah 162 orang (44%). (Sumber: Dit Guru PAUD dan Dikmas)

Dengan hasil kelulusan yang di bawah 75% (standar keberhasilan evaluasi/penilaian), maka dapat dikatakan masih jauh dari harapan bersama. Tentunya hasil ini pasti menjadi bahan diskusi yang hangat di tingkat bawah antar sesama Penilik. Penilik yang lulus, akan segera menindaklanjuti dengan mengunduh sertifikat di laman yang sudah tersedia, sedangkan yang belum berhasil lulus, menyikapi dengan berbeda-beda. Terjadi polarisasi persepsi dan reaksi sesuai dengan pemahaman masing-masing.

Nah tulisan ini, bermaksud untuk mencoba menyibak, adakah fenomena lain dari hiruk pikuknya peserta ujikom ini? Apakah peserta telah berpikir lebih jauh dari konsekuensi yang harus disandang jika lulus Ujikom kenaikan jenjang jabatan? Apa hal-hal yang dapat dipertimbangkan oleh Penilik yang belum berhasil lulus?? Bagaimana peran pihak Pembina? Baiklah kita tilik bersama, sedikit ulasan berikut ini. Berbeda dengan tulisan yang pertama, maka kali ini lebih pada bagaimana memberikan pertimbangan baik dari segi regulasi maupun konsekuensi logis, atas ketidaklulusan.

Regulasi Ujikom

Pembina tingkat pusat dalam hal ini Direktorat GTK PAUD, menyelenggarakan ujikom kenaikan jenjang jabatan untuk Penilik, dalam rangka menjalankan amanah peraturan yang ada. Khusus untuk Ujikom Penilik termaktub dalam peraturan berikut.


1.      Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

Dalam  Bab V, Pasal 171, diperinci sebagai berikut:

a. Ayat (1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf d merupakan informasi mengenai kemampuan PNS dalam melaksanakan tugas Jabatan.

b. Ayat (2) Dalam rangka menyediakan informasi mengenai kompetensi PNS dalam profil PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap PNS harus dinilai melalui uji kompetensi.

c. Ayat (3) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor independen.

d. Ayat (4) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pengukuran Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural.

e.  Ayat (5) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala.

2.  Permenpan dan RB No. 13 tahun 2019, tentang Pengusulan, Penetapan dan Pembinaan JF PNS, Bab V, Pasal 53, Ayat (4) huruf a: Kenaikan jenjang JF harus memenuhi persyaratan  antara lain: mengikuti dan lulus uji kompetensi.

3.      Peraturan Menpan dan RB  No. 14 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab V, Pasal 8:

a.      Ayat (6) Setiap kenaikan jenjang jabatan Penilik harus lulus uji kompetensi.

b.    Ayat (7) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atur lebih lanjut oleh Instansi Pembina

4.      Peraturan Bersama  Mendiknas dan Kepala  BKN No. 02/III/P Tahun 2011 dan  No. 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional  Penilik dan Angka Kreditnya, Bab IX, Pasal 28:

a.   Ayat (1) Huruf d. Penetapan kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud datam Pasal 27, dapat dipertimbangkan apabila telah lulus uji kompetensi.

b.      Ayat (2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur tebih lanjut dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasionat

5.  Lampiran Permendikbud Nomor 38 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab VI, Subab B, Angka 1 huruf d: Penetapan kenaikan jabatan dapat dipertimbangkan apabila telah  lulus uji kompetensi. Uji kompetensi diatur lebih lanjut dalam pedoman yang diterbitkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan.

Beberapa peraturan diatas, merupakan dasar penyelenggaran Ujikom. Juga ditegaskan bahwa segala ketentuan penyelenggaraan ujikom menjadi kewenangan pembina di tingkat pusat. Dalam hal ini diemban oleh Kemendikbudristek (Direktorat Guru PAUD dan Dikmas). Bagaimana bentuk dan peran ujikom ke depan, sesuai perkembangan regulasi yang baru? Kita cermati peraturan-peraturan yang mengatur tentang uji kompetensi.

Dibandingkan dengan tiga peraturan (Permenpan dan RB, Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN, dan Permendikbud), dengan PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan Permenpan RB No. 13 Tahun 2019 tentang Pengusulan, Penetapan dan Pembinaan JF PNS, ada perubahan pada teknis dan materi dalam penyelenggaran ujikom.

Ditinjau dari teknis penyelenggaraan, Ujikom dilaksanakan secara berkala, dalam rangka memperoleh profil kompetensi PNS. Kemudian, Ujikom dalam hal untuk kenaikan jenjang jabatan, merupakan bentuk pengangkatan dalam JF melalui promosi. Materinya pun, terdiri atas Kompetensi teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural.

Bersumber dari keterangan pihak terkait, ada informasi, pelaksanaan Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan, dalam satu tahun, dilaksanakan 2 Periode, dan masing-masing Periode dilaksanakan 2 kali. Artinya, dalam satu tahun, Penilik memiliki kesempatan untuk mengikuti Ujikom sebanyak 4 kali.

Konsekuensi Hasil Ujikom

Berdasarkan paparan di atas, maka ada tiga konsekuensi dari hasil pelaksanaan Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan terhadap pihak-pihak terkait:

1. Peserta Ujikom yang Lulus

Baiklah, kita beralih ke hal yang sampai saat ini, belum menjadi sesuatu yang tampil jelas bentuknya di hadapan kita bersama: profil penilik yang lulus Ujikom. Walaupun, belum menjadi bahan diskusi di forum-forum formal (seminar, talkshow, dsb), namun dari bisik-bisik teman, sudah santer terdengar: kok gak ada perbedaan tampilan (performa, kompetensi, kinerja) dari sebelum dan sesudah lulus ujikom?. Ah, seharusnya, setelah menduduki jabatan Penilik Utama, bisa gini-gini. Setelah menduduki jabatan Penilik Madya, harusnya bisa gitu-gitu.  Intinya, penilik yang naik jenjang jabatan harus menunjukkan kompetensi yang lebih tinggi dari sebelumnya.

2. Peserta Ujikom yang belum Lulus

Pada peraturan PP No. 11 Tahun 2017, dan Permenpan RB No. 13 Tahun 2019, memang belum diatur, bagaimana tindak lanjut yang harus dilakukan pihak-pihak terkait, terhadap Penilik yang belum lulus Ujikom. Namun demikian, sementara yang jelas terdampak adalah Penilik.  Konsekuensinya, maka kenaikan jenjang jabatan akan tertunda. Nah ini yang memantik hangatnya suasana yang terjadi, di tingkat bawah. Ada dua penyikapan dari Penilik, yang tentunya dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi yang beragam.

Pertama, Penilik yang berpendapat bahwa sebagai JF PNS terikat oleh peraturan yang berlaku, yang harus dipatuhi. Selain itu, Penilik tersebut berpandangan bahwa Ujikom adalah tantangan untuk pembuktian diri, kelayakan menduduki jenjang jabatan yang setingkat lebih tinggi. Oleh karena itu, penilik tersebut, mengambil langkah, mempersiapkan lebih baik untuk mengikuti Ujikom periode berikutnya.

Kedua, Penilik berpendapat bahwa Ujikom dianggap sebagai penghambat pengembangan kariernya. Kemudian juga ada yang berpendapat Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan, belum tepat digunakan untuk menjustifikasi kompetensi Penilik. Penilaian kompetensi, harus dipadukan dengan penilaian kinerja dan lain sebagainya.

3. Pihak Pengambil Kebijakan

Dengan hasil yang belum sesuai harapan, maka ada tiga hal  yang bisa dijadikan pertimbangan:

a. Membuka opsi untuk mengkaji ulang instrumen Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan. Sebagai instrumen yang digunakan untuk mengukur kompetensi, tidak berbeda dengan instrumen kajian ilmiah yang lain, maka tidak dapat melepaskan diri dari prasyarat telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas. Termasuk tahapan-tapan penyusunan instrumen: menyusun kisi-kisi, menyusun butir instrumen, menguji coba instrumen, menganalisis hasil uji coba dan merevisi instrumen berdasarkan hasil analisis.

b. Pembina JF Penilik memiliki tugas yang melekat yaitu peningkatan kompetensi Penilik. Diyakini soal Ujikom akan selalu mengalami perbaikan baik dari segi konten maupun prasyarat pemberi daya beda. Oleh sebab itu, hasil Ujikom yang demikian, akan menjadi bahan Pembina Penilik, dalam mengambil langkah upaya peningkatan kompetensi, misal: diklat, workshop, seminar dsb.

c. Mempertimbangkan peningkatan kualitas sosialisasi kepada Penilik, tentang Ujikom baik dari sudut pandang regulasi, filosofi dan sosial. Artinya, upaya ini bermanfaat untuk mempersempit kesenjangan pemahaman Penilik terhadap tujuan, azas, dan prinsip pelaksanaan Ujikom. Hal ini akan mengurangi persepsi yang tidak diharapkan.

Rasanya, jika semua pihak yang terkait memahami posisi dan perannya masing-masing, maka tidak ada terjadi kebuntuan sebagai dampak implementasi sebuah regulasi. Regulasi merupakan instrumen untuk mengatur segala sesuatu ke arah yang lebih baik, namun tidak ada yang lebih bijak, daripada bagaimana mengawal regulasi berjalan dengan suasana keoptimisan.

Demikian, sedikit tilikan, mengakhiri rangkaian Uji Kompetensi kenaikan jenjang jabatan. Selamat dan Sukses bagi rekan penilik yang telah lulus, dan tetap semangat rekan Penilik yang tertunda kelulusannya. Semoga Amanah. Aamiinn.

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...