Lagi-lagi
riuh rendahnya Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan berulang.... Tulisan ini merupakan
potret kelanjutan postingan tulisan sebelumnya, setahun yang lalu. Berawal dari
pengumuman kelulusan Ujikom. Sekedar
mengingat, bahwa pelaksanaan Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan Tahun 2021
dilaksanakan dua kali. Diawali dengan pengumuman peserta Ujikom yang lulus
seleksi administratif, sejumlah 371 orang. Kemudian pada Tahap I, Penilik yang
lulus sebanyak 73 orang (20%). Kemudian, Tahap II, yang lulus bertambah 89
orang, dalam pengumuman tercantum jumlah total (Tahap I dan II) sejumlah 162
orang (44%). (Sumber: Dit Guru PAUD dan Dikmas)
Dengan
hasil kelulusan yang di bawah 75% (standar keberhasilan evaluasi/penilaian),
maka dapat dikatakan masih jauh dari harapan bersama. Tentunya hasil ini pasti
menjadi bahan diskusi yang hangat di tingkat bawah antar sesama Penilik.
Penilik yang lulus, akan segera menindaklanjuti dengan mengunduh sertifikat di
laman yang sudah tersedia, sedangkan yang belum berhasil lulus, menyikapi
dengan berbeda-beda. Terjadi polarisasi persepsi dan reaksi sesuai dengan pemahaman masing-masing.
Nah tulisan ini, bermaksud
untuk mencoba menyibak, adakah fenomena lain dari hiruk pikuknya peserta ujikom
ini? Apakah peserta telah berpikir lebih jauh dari konsekuensi yang harus
disandang jika lulus Ujikom kenaikan jenjang jabatan? Apa hal-hal yang dapat dipertimbangkan oleh Penilik yang belum berhasil lulus?? Bagaimana peran pihak Pembina? Baiklah kita tilik
bersama, sedikit ulasan berikut ini. Berbeda dengan tulisan yang pertama, maka
kali ini lebih pada bagaimana memberikan pertimbangan baik dari segi regulasi
maupun konsekuensi logis, atas ketidaklulusan.
Regulasi
Ujikom
Pembina
tingkat pusat dalam hal ini Direktorat GTK PAUD, menyelenggarakan ujikom
kenaikan jenjang jabatan untuk Penilik, dalam rangka menjalankan amanah
peraturan yang ada. Khusus untuk Ujikom Penilik termaktub dalam peraturan
berikut.
1. Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Dalam Bab
V, Pasal 171, diperinci sebagai berikut:
a.
Ayat (1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf d merupakan
informasi mengenai kemampuan PNS dalam melaksanakan tugas Jabatan.
b.
Ayat (2) Dalam rangka menyediakan informasi mengenai kompetensi PNS dalam
profil PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap PNS harus dinilai melalui
uji kompetensi.
c.
Ayat (3) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor independen.
d.
Ayat (4) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
pengukuran Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial
Kultural.
e. Ayat (5) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala.
2. Permenpan dan RB No. 13 tahun 2019, tentang Pengusulan, Penetapan dan Pembinaan JF PNS, Bab V, Pasal 53, Ayat (4) huruf a: Kenaikan jenjang JF harus memenuhi persyaratan antara lain: mengikuti dan lulus uji kompetensi.
3. Peraturan
Menpan dan RB No. 14 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik
dan Angka Kreditnya, Bab V, Pasal 8:
a. Ayat
(6) Setiap kenaikan jenjang jabatan Penilik harus lulus uji kompetensi.
b. Ayat (7) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atur lebih lanjut oleh Instansi Pembina
4. Peraturan
Bersama Mendiknas dan Kepala BKN No. 02/III/P Tahun 2011
dan No. 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab IX, Pasal 28:
a.
Ayat (1) Huruf d. Penetapan kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud datam
Pasal 27, dapat dipertimbangkan apabila telah lulus uji kompetensi.
b. Ayat
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur tebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasionat
5.
Lampiran Permendikbud Nomor 38 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab VI, Subab B, Angka 1 huruf d:
Penetapan kenaikan jabatan dapat dipertimbangkan apabila telah lulus
uji kompetensi. Uji kompetensi diatur lebih lanjut dalam pedoman yang
diterbitkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan.
Beberapa
peraturan diatas, merupakan dasar penyelenggaran Ujikom. Juga ditegaskan bahwa
segala ketentuan penyelenggaraan ujikom menjadi kewenangan pembina di tingkat
pusat. Dalam hal ini diemban oleh Kemendikbudristek (Direktorat Guru PAUD dan Dikmas).
Bagaimana bentuk dan peran ujikom ke depan, sesuai perkembangan regulasi yang
baru? Kita cermati peraturan-peraturan yang mengatur tentang uji kompetensi.
Dibandingkan dengan tiga peraturan (Permenpan dan RB, Peraturan Bersama
Mendiknas dan Kepala BKN, dan Permendikbud), dengan PP No. 11 Tahun 2017
tentang Manajemen PNS dan Permenpan RB No. 13 Tahun 2019 tentang Pengusulan,
Penetapan dan Pembinaan JF PNS, ada perubahan pada teknis dan materi dalam
penyelenggaran ujikom.
Ditinjau dari teknis penyelenggaraan, Ujikom dilaksanakan secara berkala, dalam
rangka memperoleh profil kompetensi PNS. Kemudian, Ujikom dalam hal untuk
kenaikan jenjang jabatan, merupakan bentuk pengangkatan dalam JF melalui
promosi. Materinya pun, terdiri atas Kompetensi teknis, Kompetensi Manajerial,
dan Kompetensi Sosial Kultural.
Bersumber
dari keterangan pihak terkait, ada informasi, pelaksanaan Ujikom Kenaikan
Jenjang Jabatan, dalam satu tahun, dilaksanakan 2 Periode, dan masing-masing
Periode dilaksanakan 2 kali. Artinya, dalam satu tahun, Penilik memiliki
kesempatan untuk mengikuti Ujikom sebanyak 4 kali.
Konsekuensi
Hasil Ujikom
Berdasarkan paparan di atas, maka ada tiga konsekuensi dari
hasil pelaksanaan Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan terhadap pihak-pihak terkait:
1. Peserta Ujikom yang Lulus
Baiklah,
kita beralih ke hal yang sampai saat ini, belum menjadi sesuatu yang tampil
jelas bentuknya di hadapan kita bersama: profil penilik yang lulus Ujikom.
Walaupun, belum menjadi bahan diskusi di forum-forum formal (seminar, talkshow,
dsb), namun dari bisik-bisik teman, sudah santer terdengar: kok gak ada
perbedaan tampilan (performa, kompetensi, kinerja) dari sebelum dan sesudah
lulus ujikom?. Ah, seharusnya, setelah menduduki jabatan Penilik Utama, bisa
gini-gini. Setelah menduduki jabatan Penilik Madya, harusnya bisa
gitu-gitu. Intinya, penilik yang naik jenjang jabatan harus
menunjukkan kompetensi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
2. Peserta Ujikom yang belum Lulus
Pada
peraturan PP No. 11 Tahun 2017, dan Permenpan RB No. 13 Tahun 2019, memang
belum diatur, bagaimana tindak lanjut yang harus dilakukan pihak-pihak terkait,
terhadap Penilik yang belum lulus Ujikom. Namun demikian, sementara yang jelas terdampak
adalah Penilik. Konsekuensinya, maka
kenaikan jenjang jabatan akan tertunda. Nah ini yang memantik hangatnya suasana
yang terjadi, di tingkat bawah. Ada dua penyikapan dari Penilik, yang tentunya
dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi yang beragam.
Pertama,
Penilik yang berpendapat bahwa sebagai JF PNS terikat oleh peraturan yang
berlaku, yang harus dipatuhi. Selain itu, Penilik tersebut berpandangan bahwa
Ujikom adalah tantangan untuk pembuktian diri, kelayakan menduduki jenjang
jabatan yang setingkat lebih tinggi. Oleh karena itu, penilik tersebut,
mengambil langkah, mempersiapkan lebih baik untuk mengikuti Ujikom periode
berikutnya.
Kedua,
Penilik berpendapat bahwa Ujikom dianggap sebagai penghambat pengembangan
kariernya. Kemudian juga ada yang berpendapat Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan,
belum tepat digunakan untuk menjustifikasi kompetensi Penilik. Penilaian
kompetensi, harus dipadukan dengan penilaian kinerja dan lain sebagainya.
3. Pihak
Pengambil Kebijakan
Dengan
hasil yang belum sesuai harapan, maka ada tiga hal yang bisa dijadikan pertimbangan:
a.
Membuka opsi untuk mengkaji ulang instrumen Ujikom Kenaikan Jenjang Jabatan. Sebagai instrumen yang
digunakan untuk mengukur kompetensi, tidak berbeda dengan instrumen kajian ilmiah yang lain, maka tidak dapat melepaskan diri dari prasyarat telah memenuhi uji
validitas dan reliabilitas. Termasuk tahapan-tapan penyusunan instrumen:
menyusun kisi-kisi, menyusun butir instrumen, menguji coba instrumen,
menganalisis hasil uji coba dan merevisi instrumen berdasarkan hasil analisis.
b.
Pembina JF Penilik memiliki tugas yang melekat yaitu peningkatan kompetensi
Penilik. Diyakini soal Ujikom akan selalu mengalami perbaikan baik dari segi
konten maupun prasyarat pemberi daya beda. Oleh sebab itu, hasil Ujikom yang
demikian, akan menjadi bahan Pembina Penilik, dalam mengambil langkah upaya
peningkatan kompetensi, misal: diklat, workshop, seminar dsb.
c.
Mempertimbangkan peningkatan kualitas sosialisasi kepada Penilik, tentang
Ujikom baik dari sudut pandang regulasi, filosofi dan sosial. Artinya, upaya
ini bermanfaat untuk mempersempit kesenjangan pemahaman Penilik terhadap
tujuan, azas, dan prinsip pelaksanaan Ujikom. Hal ini akan mengurangi persepsi
yang tidak diharapkan.
Rasanya,
jika semua pihak yang terkait memahami posisi dan perannya masing-masing, maka tidak
ada terjadi kebuntuan sebagai dampak implementasi sebuah regulasi. Regulasi merupakan instrumen untuk mengatur segala sesuatu ke arah yang lebih baik, namun tidak ada yang lebih bijak, daripada bagaimana mengawal regulasi berjalan dengan suasana
keoptimisan.
Demikian,
sedikit tilikan, mengakhiri rangkaian Uji Kompetensi kenaikan jenjang jabatan.
Selamat dan Sukses bagi rekan penilik yang telah lulus, dan tetap semangat
rekan Penilik yang tertunda kelulusannya. Semoga Amanah. Aamiinn.
Terimakasih atas tulisan ini,semoga bagi teman2 Penilik yang belum berhasil menjadi penyemangat.Sementara bagi teman2 yang berhasil akan lebih meningkatkan kualitas dan etos kerjanya
BalasHapusMantab ulasanx kang, bagi penilik yg belum lulus tetap seperti dulu ya semangat dan tetap semangat.
BalasHapusSebagai Salah satu pelaku ujikom, boleh dikatakan ada dampak yg langsung mengena. Scr psikologis, beban untuk semakin baik dalam kompetensi dan kinerja.... Sukses penilik 🇮🇩
BalasHapusTop pak marsum
Trimakasih ulasannya ...luar biasa.tetap semangat yg blm lulus ..
BalasHapusUlasan yang sangat baik, selamat dan tetap semangat menjadi penilik yang bermartabat sesuai norma yang berlaku.
BalasHapus