PENILIK ADA DAN BISA

Minggu, 21 Agustus 2022

IKM PAUD, PROBLEMATIKA YANG TERULANG

 

                       M. Kasim

Saya termasuk pihak yang slow respon terhadap hiruk-pikuknya IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka), khususnya IKM PAUD. Sikap ini bukan disebabkan apariori atau skeptis, melainkan lebih pada jengahnya pada situasi yang ibaratnya baru saja para pendidik PAUD binaan melek Kurikulum 2013 PAUD, harus dihadapkan pada beban tugas yang tampilannya menyentakkan mereka: Kurikulum Merdeka.

Bukan pula memandang dengan sebelah mata, apalagi bermaksud meremehkan kompetensi mereka, melainkan lebih pada konsekuensi pendampingan kepada pendidik PAUD dengan mengulang lagi bagaimana memahami dan menyikapi perubahan kurikulum. Bahwa perubahan kurikulum tidak bisa melepaskan diri dari pemahaman prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dan aspek-aspek pengembangan kurikulum.

Namun gencarnya gerakan sosialiasi IKM yang begitu masif dan dan terstruktur, telah menyentuh seluruh elemen dan komponen Pendidikan, termasuk PAUD layanan KB/SPS, “memaksa” saya untuk bergerak dari ketermanguan diri. Gerak organisasi profesi pendidik PAUD,  ikut mendorong saya, mau tidak mau harus mencermati IKM PAUD. Sebuah konsekuensi profesi.

 

PENGEMBANGAN KURIKULUM

 Dengan mengambil sikap dan jalan yang berbeda dari orang pada umumnya, dua langkah yang saya lakukan antara lain:

1. Menginventarisasi materi-materi dari narasumber di berbagai kegiatan seminar, informasi dari laman resmi kemendikbudristek yang menyangkut regulasi (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Mendikbudristek,  Keputusan Mendikbudristek, dsb).

2. menginventarisai teori-teori PAUD, Pengembangan kurikulum dsb., untuk mendukung dalam mengkontruksi prinsip dan aspek kurikulum.

Mengapa langkah ini perlu dilakukan? Kurikulum pendidikan sejak negara ini merdeka, sampai saat ini, telah mengalami metamoforsis berkali-kali. Hal ini dapat dipahami, karena memang satu diantara prinsip pengembangan kurikulum adalah relevansi, yang artinya perkembangan kurikulum dalam rangka mempersiapkan anak agar memiliki kompetensi (sikap, pengetahuan dan keterampilan) yang dibutuhkan dalam menghadapi masa depan.

Dengan demikian, pada prinsipnya, sebuah kurikulum baru, ansich tidak dapat melepaskan diri dari kurikulum sebelumnya. Paling tidak, sebuah kurikulum baru merupakan konsekuensi dari pengambil kebijakan bahwa ada “kekurangan/kelemahan” kurikulum sebelumnya. Lebih dari itu, yang harus dicamkan adalah bahwa  pengembangan kurikulum tidak dapat melepaskan aspek-aspek kontruksi kurikulum.

ASPEK-ASPEK KURIKULUM

Dalam kajian pengembangan kurikulum, ada 4 aspek pokok kurikulum yang  minimal harus dipenuhi. Menurut (Achasius Kaber (1988) dalam  Asep Hernawan, dkk (2021:1.18) 4 aspek kurikulum yang dimaksud digambarkan sebagai berikut:

 

 

                                                     

Pertanyaannya, apakah Kurikulum Merdeka PAUD sudah mempersiapkan 4 aspek tersebut?  Beberapa regulasi yang ada, dapat dipaparkan  sebagai berikut.

1. Capaian Pembelajaran (Sebagai Tujuan Kurikulum Merdeka)

    (Kep. Ka.BSKAP 033_H_Kr_2022 Perubahan 008 H Kr 2022 Capaian Pembelajaran)

2. Materi Kurikulum Merdeka

(Permendikbudristek No.7 Th 2022 Ttg Standar Isi)

(Kep.Ka.BSKAP 009 H Kr 2022 Dimensi Profil Pelajar Pancasila)

3. Kegiatan (Perencanaan, Pelaksanaan Penilaian) Kurikulum Merdeka

(Permendikbudristek 16 Th 2022 Standar Proses)

4. Asesmen (Sebagai Penilaian Kurikulum Merdeka)

(Permendikbudristek 21 Th 2022 Standar Penilaian)

 

Berdasarkan regulasi di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa 4 aspek kurikulum sudah dipersiapkan dalam Kurikulum Merdeka. Hanya saja ada perbedaan istilah walaupun secara subtansial sama. Antara lain: konsep tujuan dalam IKM adalah capaian pembelajaran dan penilaian dalam IKM adalah asesmen.

 

PROBLEMATIKA YANG TERULANG

Sebagaimana judul tulisan ini, bahwa ingin fokus pada permasalahan yang berdasarkan cermatan perubahan kurikulum PAUD khususnya sejak Kurikulum 2013 PAUD, ternyata terulang lagi. Tidak dimengerti mengapa ini terjadi? Apakah “sengaja” atau “kelalaian”. Pendapat ini bukan tanpa dasar. Sebagai pihak yang memiliki background Pendidikan SPG (Sekolah Pendidikan Guru), maka beberapa mata pelajaran relatif lengkap yang berkaitan dengan kurikulum, baik pengembangan kurikulum ataupun perangkat pembelajaran.

Dengan segala kelebihan dan kelemahan, maka pada Kurikulum 1975, dikenal adanya GBPP (Garis-Garis Besar Program Pembelajaran), dan dalam perkembangan berikutnya dengan fungsi yang serupa dikenal dengan Silabus. Fungsi GBPP atau Silabus sangat penting bagi pendidik didalam mempersiapkan perencanaan pembelajaran. Unsur-unsur pokok didalamnya mencakup: tujuan, materi, alokasi waktu, metode dsb. Pendidik selanjutnya tinggal mem-breakdown ke dalam perangkat pembelajaran baik dalam program semester, RPP (Mingguan/harian).

Apa yang dipaparkan di atas, tidak ditemukan dalam Kurikulum 2013 PAUD. Pendidik setelah diberi  Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), kemudian STPPA (Permendikbud No. 137) dan Indikator (Permendikbud. 146), langsung dipaksa membuat Prosem (Program Semester), RPPM dan RPPH. Oke, bolehlah berpendapat bahwa mendistribusikan KI/KD ke dalam Prosem, relatif mudah. Bagaimanakah mendistribusikan ke dalam RPPM/RPPH, yang sekaligus harus mencantumkan materi-materinya? Bagaimanakah penyusunan indikator yang harus memadukan dua Permendikbud di atas? Bolehlah berpendapat itu tidak jadi masalah, tetapi kesemuanya akan lebih mudah jika keberadaan perangkat silabus atau yang serupa, tidak dihilangkan.

Dengan berlakunya IKM,  maka setelah mencermati kontruksi Kurikulum Merdeka, yang terbukti telah memersiapkan 4 aspek kurikulum, muncul pertanyaan apakah problematika tidak dipandang pentingnya silabus pada Kurikulum 2013 PAUD terulang?.

Dari berbagai regulasi IKM khususnya yang berkaitan dengan PAUD tidak ada secara spesifik  yang membahas tentang silabus baik pengertian, aspek apalagi format-formatnya. Namun ditemukan kalimat yang cukup melegakan walaupun dsinggung secara sekilas. Dalam Buku Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PAUD, Dikdas dan Dikmen), tahun 2022, yang diterbitkan oleh BSKAP, halaman 19 dijelaskan: “Setelah merumuskan tujuan pembelajaran, langkah berikutnya dalam perencanaan pembelajaran adalah menyusun alur tujuan pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran sebenarnya memiliki fungsi yang serupa dengan apa yang dikenal selama ini sebagai “silabus”, yaitu untuk perencanaan dan pengaturan pembelajaran dan asesmen secara garis besar untuk jangka waktu satu tahun”.

Dengan demikain, dapat disimpulkan bahwa, keberadaan silabus dalam IKM PAUD, diakui dengan nama lain, yaitu : Alur Tujuan Pembelajaran. Cukup melegakan, bayang-bayang problematika ternyata tidak semenakutkan sebelumnya. Konsekuensinya, diperlukan langkah bagaimana mem-breakdown  aspek capaian pembelajaran, materi pembelajaran, tujuan pembelajaran sehingga menjadi alur tujuan pembelajaran, yang memiliki fungsi yang serupa dengan silabus.


Tulungagung, 21 Agustus 2022


Catatan: 

Artikel bagaimana membuat alur tujuan pembelajaran yang memiliki fungsi serupa dengan silabus, segera menyusul.

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...