M. Kasim
Saya termasuk pihak yang slow
respon terhadap hiruk-pikuknya IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka),
khususnya IKM PAUD. Sikap ini bukan disebabkan apariori atau skeptis, melainkan
lebih pada jengahnya pada situasi yang ibaratnya baru saja para pendidik PAUD
binaan melek Kurikulum 2013 PAUD, harus dihadapkan pada beban tugas yang
tampilannya menyentakkan mereka: Kurikulum Merdeka.
Bukan pula memandang dengan
sebelah mata, apalagi bermaksud meremehkan kompetensi mereka, melainkan lebih
pada konsekuensi pendampingan kepada pendidik PAUD dengan mengulang lagi bagaimana
memahami dan menyikapi perubahan kurikulum. Bahwa perubahan kurikulum tidak
bisa melepaskan diri dari pemahaman prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum dan aspek-aspek pengembangan kurikulum.
Namun gencarnya gerakan sosialiasi
IKM yang begitu masif dan dan terstruktur, telah menyentuh seluruh elemen dan
komponen Pendidikan, termasuk PAUD layanan KB/SPS, “memaksa” saya untuk
bergerak dari ketermanguan diri. Gerak organisasi profesi pendidik PAUD, ikut
mendorong saya, mau tidak mau harus mencermati IKM PAUD. Sebuah konsekuensi
profesi.
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dengan mengambil sikap dan jalan yang berbeda
dari orang pada umumnya, dua langkah yang saya lakukan antara lain:
1. Menginventarisasi materi-materi dari narasumber di berbagai
kegiatan seminar, informasi dari laman resmi kemendikbudristek yang menyangkut
regulasi (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Mendikbudristek, Keputusan Mendikbudristek, dsb).
2. menginventarisai teori-teori PAUD, Pengembangan kurikulum dsb.,
untuk mendukung dalam mengkontruksi prinsip dan aspek kurikulum.
Mengapa langkah ini perlu dilakukan?
Kurikulum pendidikan sejak negara ini merdeka, sampai saat ini, telah mengalami
metamoforsis berkali-kali. Hal ini dapat dipahami, karena memang satu diantara prinsip
pengembangan kurikulum adalah relevansi, yang artinya perkembangan kurikulum
dalam rangka mempersiapkan anak agar memiliki kompetensi (sikap, pengetahuan
dan keterampilan) yang dibutuhkan dalam menghadapi masa depan.
Dengan demikian, pada prinsipnya, sebuah kurikulum baru, ansich tidak dapat melepaskan diri dari kurikulum sebelumnya. Paling tidak, sebuah kurikulum baru merupakan konsekuensi dari pengambil kebijakan bahwa ada “kekurangan/kelemahan” kurikulum sebelumnya. Lebih dari itu, yang harus dicamkan adalah bahwa pengembangan kurikulum tidak dapat melepaskan aspek-aspek kontruksi kurikulum.
ASPEK-ASPEK KURIKULUM
Dalam kajian pengembangan
kurikulum, ada 4 aspek pokok kurikulum yang
minimal harus dipenuhi. Menurut (Achasius Kaber (1988) dalam
Asep Hernawan, dkk (2021:1.18) 4 aspek kurikulum yang dimaksud digambarkan
sebagai berikut:
Pertanyaannya, apakah Kurikulum
Merdeka PAUD sudah mempersiapkan 4 aspek tersebut? Beberapa regulasi yang ada, dapat
dipaparkan sebagai berikut.
1. Capaian
Pembelajaran (Sebagai Tujuan Kurikulum Merdeka)
(Kep. Ka.BSKAP 033_H_Kr_2022 Perubahan 008
H Kr 2022 Capaian Pembelajaran)
2. Materi Kurikulum Merdeka
(Permendikbudristek No.7 Th
2022 Ttg Standar Isi)
(Kep.Ka.BSKAP 009 H Kr 2022 Dimensi Profil
Pelajar Pancasila)
3. Kegiatan (Perencanaan, Pelaksanaan Penilaian)
Kurikulum Merdeka
(Permendikbudristek 16 Th 2022
Standar Proses)
4. Asesmen (Sebagai Penilaian Kurikulum Merdeka)
(Permendikbudristek 21 Th 2022
Standar Penilaian)
Berdasarkan
regulasi di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa 4 aspek kurikulum sudah dipersiapkan
dalam Kurikulum Merdeka. Hanya saja ada perbedaan istilah walaupun secara
subtansial sama. Antara lain: konsep tujuan dalam IKM adalah capaian pembelajaran
dan penilaian dalam IKM adalah asesmen.
PROBLEMATIKA
YANG TERULANG
Sebagaimana judul tulisan ini, bahwa ingin fokus pada permasalahan yang berdasarkan cermatan perubahan kurikulum PAUD khususnya sejak Kurikulum 2013 PAUD, ternyata terulang lagi. Tidak dimengerti mengapa ini terjadi? Apakah “sengaja” atau “kelalaian”. Pendapat ini bukan tanpa dasar. Sebagai pihak yang memiliki background Pendidikan SPG (Sekolah Pendidikan Guru), maka beberapa mata pelajaran relatif lengkap yang berkaitan dengan kurikulum, baik pengembangan kurikulum ataupun perangkat pembelajaran.
Dengan segala
kelebihan dan kelemahan, maka pada Kurikulum 1975, dikenal adanya GBPP
(Garis-Garis Besar Program Pembelajaran), dan dalam perkembangan berikutnya dengan
fungsi yang serupa dikenal dengan Silabus. Fungsi GBPP atau Silabus sangat
penting bagi pendidik didalam mempersiapkan perencanaan pembelajaran. Unsur-unsur
pokok didalamnya mencakup: tujuan, materi, alokasi waktu, metode dsb. Pendidik
selanjutnya tinggal mem-breakdown ke dalam perangkat pembelajaran baik
dalam program semester, RPP (Mingguan/harian).
Apa yang
dipaparkan di atas, tidak ditemukan dalam Kurikulum 2013 PAUD. Pendidik setelah
diberi Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD), kemudian STPPA (Permendikbud No. 137) dan Indikator (Permendikbud.
146), langsung dipaksa membuat Prosem (Program Semester), RPPM dan RPPH. Oke, bolehlah berpendapat bahwa mendistribusikan KI/KD ke dalam Prosem, relatif mudah. Bagaimanakah
mendistribusikan ke dalam RPPM/RPPH, yang sekaligus harus mencantumkan
materi-materinya? Bagaimanakah penyusunan indikator yang harus memadukan dua
Permendikbud di atas? Bolehlah berpendapat itu tidak jadi masalah, tetapi
kesemuanya akan lebih mudah jika keberadaan perangkat silabus atau yang serupa,
tidak dihilangkan.
Dengan
berlakunya IKM, maka setelah mencermati
kontruksi Kurikulum Merdeka, yang terbukti telah memersiapkan 4 aspek
kurikulum, muncul pertanyaan apakah problematika tidak dipandang pentingnya
silabus pada Kurikulum 2013 PAUD terulang?.
Dari berbagai regulasi IKM khususnya yang berkaitan dengan PAUD tidak ada secara spesifik yang membahas tentang silabus baik pengertian, aspek apalagi format-formatnya. Namun ditemukan kalimat yang cukup melegakan walaupun dsinggung secara sekilas. Dalam Buku Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PAUD, Dikdas dan Dikmen), tahun 2022, yang diterbitkan oleh BSKAP, halaman 19 dijelaskan: “Setelah merumuskan tujuan pembelajaran, langkah berikutnya dalam perencanaan pembelajaran adalah menyusun alur tujuan pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran sebenarnya memiliki fungsi yang serupa dengan apa yang dikenal selama ini sebagai “silabus”, yaitu untuk perencanaan dan pengaturan pembelajaran dan asesmen secara garis besar untuk jangka waktu satu tahun”.
Dengan demikain, dapat disimpulkan bahwa, keberadaan silabus dalam IKM PAUD, diakui dengan nama lain, yaitu : Alur Tujuan Pembelajaran. Cukup melegakan, bayang-bayang problematika ternyata tidak semenakutkan sebelumnya. Konsekuensinya, diperlukan langkah bagaimana mem-breakdown aspek capaian pembelajaran, materi pembelajaran, tujuan pembelajaran sehingga menjadi alur tujuan pembelajaran, yang memiliki fungsi yang serupa dengan silabus.
Tulungagung, 21 Agustus
2022
Catatan:
Artikel
bagaimana membuat alur tujuan pembelajaran yang memiliki fungsi serupa dengan
silabus, segera menyusul.
Setuju Mas Marsum. Di IKM TDK begitu jelas silabusnya, walaupun secara eksplisit adanya alur pembelajaran. Di sinilah peran pendamping, fasilitator yg handal utk memberikan bimbingan secara intensif. Mas Pon ketua IPI kab Deli Serdang
BalasHapusPenilik..juga boleh lho ..Pak..
Hapussenada dengan kesetaraan. Delalah kurikulum yg dsuguhkan ternyata sudah dilakukan PKBM dan SKB selama ini. Kesetaraan selangkah bahkan beberapa langkah sudah menapaki IKM. Dan kita sebagai pembimbing -yang pernah bapak sampaikan di artikel sebelumnya- bertransformasi menjadi pemberdaya. Maka, mari memberdayakan,. Semangat selalu pak. Senada pula, "masih, dan tetap penilik" ☺️🙏🏻
BalasHapusMangteubz...Bu..
Hapus