Oleh M. Kasim
Jengah rasanya, jika permasalahan tentang eksploitasi anak usia dini (AUD) terus berulang, dari kurun waktu ke waktu tiada henti. Hal ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang berkompenten tidak serius, cenderung mengabaikan, bahkan memandang “remeh” PAUD.
Topik yang terkait dengan calistung untuk PAUD, Bimbel PAUD, Tes Calistung Masuk SD, dan topik-topik yang sejenis, seakan tiada henti terus digulirkan. Mengapa? Apakah memang topik ini menarik untuk dikaji?
Tidak ada yang menarik dari topik ini, sebab secara teoritis dan dukungan empiris, permasalahan pemaksaan AUD untuk menguasai tahapan tumbung kembang anak sebelum waktunya, secara tegas dan gamblang berbahaya bagi AUD.
Proses inilah yang sering disebut mencuri start dengan tujuan memperoleh AUD yang “unggul” sebelum waktunya, atau AUD karbitan atau digegas
Pendekatan PAUD
Hampir semua ahli pendidikan sepakat bahwa PAUD identik dengan upaya perangsangan tumbuh kembang (tukem) AUD, dengan pengkondisian suasana yang penuh kasih sayang, menyenangkan, nyaman, kelembutan dan kesabaran.
Kondisi yang demikian menjadi faktor utama yang menjadikan prasyarat AUD bertumbuh dan berkembang secara optimal. Sebaliknya, jika AUD mengalami kekerasan, maka akan berdampak buruk bagi perkembangan berikutnya.
Permendikbud N0. 146 tahun 146, tentang Kurikulum PAUD 2013, dalam Pendahuluannya menguraikan bahwa stimulasi pada usia lahir-3 tahun ini jika didasari pada kasih sayang bahkan bisa merangsang 10 trilyun sel otak. Namun demikian, dengan satu bentakan saja 1 milyar sel otak akan rusak, sedangkan tindak kekerasan akan memusnahkan 10 miliar sel otak.
Wibowo (2008), menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam PAUD, adalah:
1). AUD baru mulai memunculkan / mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar, tugas kita mengoptimalkan perkembangan anak, dengan cara: memahami anak, mengetahui kebutuhan anak, dan mengetahui cara memenuhi kebutuhan tersebut.
2). Setiap AUD unik. Memang ada karakteristik umum dalam perkembangan AUD, sebagaimana yang tercantum dalam STPPA, namun itu adalah merupakan kontinum. Artinya, hanya rentangan tahapan perkembangan anak. Masing-masing AUD memiliki karakteristik, berbeda antara satu dengan yang lainnya.
3). AUD perlu dipahami dan dihargai. Tugas kita mendampingi anak berkembang sesuai dengan derap langkahnya dan kemampuannya.
Sementara itu Saichudin (2005), dengan mengutip pendapat Ganong, menyimpulkan berdasarkan hasil penelitiannya, bahwa pembelajaran Calistung yang monoton, membosankan dan memaksakan anak untuk melakukan kegiatan tersebut dapat berakibat timbulnya stres pada anak, kalau kejadian ini berlangsung lama akan mengakibatkan makin banyak sel otak yang mati.
Berdasarkan paparan teoritis dan bukti empiris di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat berbahaya, jika pendekatan perangsangan tukem AUD, mengabaikan prinsip-prinsip pendidikan/pembelajaran AUD.
Pemaksaan AUD untuk mencapai tahapan tukem sebelum waktunya, tidak hanya berdampak fisik, seperti kelelahan atau cacat, tetapai yang lebih fatal adalah akan terjadi cedera otak.
AUD hasil “Era Superkids”
Apa yang terjadi saat ini, telah dirasakan dampaknya oleh Amerika, lebih 2 dasa warsa yang lalu. Itulah negara kita, selalu tertinggal, dalam segala bidang, termasuk dunia pendidikan. Ironis memang, di tengah canggihnya alat komunikasi, yang bisa menembus ruang, jarak dan waktu, namun fakta belum berpengaruh positif dalam mengubah mindset masyarakat/orangtua, dalam memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Masyarakat/orangtua belum memahami bagaimana fenomena pendidikan yang melanda di negeri Paman Sam, tersebut, dan bagaimana dampaknya.
Era “Super Kids”, adalah konsep Era Superkids berorientasi kepada " Competent Child" . Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya " earlier is better ". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, tari balet, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya (Faizah, 2006).
Bagaimanakah hasil dari era “superkids”?. Sebagaimana yg terjadi, bahwa bahwa para ahli pendidikan, sekarang menyadari, bahwa terbukti, kesuksesan seseorang tidak bergantung pada satu ranah saja (dari afektif, kognitif dan psikomotorik). Keberhasilan anak meraih masa depannya, tidak hanya ditentukan oleh tinggi IQ ( Intelligence Quotient) tetapi perlu dikembangkan EQ ( Emotional Quotient), SQ ( Spritual Quotient) , dan yang lainnya.
Berikut kisah yang dipaparkan oleh Oleh Dewi Utama Faizah, ( Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Depdiknas, makalah tanpa tahun), banyak AUD yang cemerlang dan fenomenal, sebagai hasil produk “Era Superkids”, namun tenggelam tertelan waktu, tidak terdengar pada masa dewasanya.
AUD bernama William James Sidis, putra seorang psikiater. Usia 11 tahun masuk Harvard College. Kecerdasannya dibidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian? James Thurber seorang wartawan terkemuka pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis.
Yang lain, Edith di usia 5 tahun telah menyelesaikan membaca Ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia membaca enam buah buku dan koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun ia menjadi guru matematika di Michigan State University. Orangtuanya berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar.
Penutup
Lelah rasanya jika bangsa ini selalu mengulang kesalahan yang sama, yang telah dilakukan oleh bangsa lain. Teori dan bukti empiris, tentang AUD, sangat udah diakses lewat berbagai media (cetak dan elektronik. Akases tanpa batas dunia maya, mempermudah masyarakat/ ortu/ pendidik dan semua pihak untuk memperoleh segala informasi, termasuk PAUD.
Janganlah memandang remeh akan urgensitas PAUD, bagi kelangsungan bangsa ini. Tahun 2045, bangsa ini dihadapkan dua pilihan yang menentukan. Dampak dari bonus demografi, akan mengunduh berjaya, atau sebaliknya bencana. Jika bangsa ini ingin mencapai target diperolehnya Generasi Emas pada tahun 2045, maka, tidak ada pilihan lan: selamatkan AUD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar