PENILIK ADA DAN BISA

Jumat, 17 Juli 2020

MENAKAR KESERIUSAN KITA, MELAHIRKAN GENERASI EMAS TAHUN 2045








M. kasim

Cita-cita dan impian Indonesia untuk tahun 2085 adalah berdaulat, maju, adil dan  makmur.  Untuk itu harus didukung dengan empat pilar yang menopangnya, yakni  1) pembangunan SDM dan penguasaan Iptek, 2) perkembangan ekenomi berkelanjutan, 3) pemerataan pembangunan, dan 4) ketahanan nasional dan tatakelola pemerintahan.    Untuk itu, dalam pembangunan yang berkelanjutan, Indonesia telah ikut menyepakati Document Sustainable Development Goals (SDGs) dengan salah satu fokus pada tujuan secara global peningkatan kualitas pendidikan (Kemendikbud, 2017: 3).

Keterangan tersebut diatas, dinukil dari Dokumen “Peta Jalan Generasi Emas Indonesia 2045”. Peta Jalan Generasi Emas 2045 adalah dokumen rencana yang memuat kebijakan strategis tahapan-tahapan dalam pencapaian kualitas pendidikan tahun 2016 (base line) hingga tahun 2045 yang sesuai dengan sasaran pembangunan nasional. Dengan demikian, akan terpapar dengan jelas bagaimana bangsa ini mewujudkan cita-citanya, meraih generasi emas tahun 2045.

Terus terang dokumen tersebut belum banyak disosialisasikan, sehingga wajar jika di masyarakat umum, bahkan  para pelaku pendidikan di tingkat bawah, masih samar-samar dengan berbagai pertanyaan: apa, siapa, bagaimana, dan kapan, generasi emas itu. Rerata yang diketahui,  sebatas bangsa ini bercita-cita, akan memperoleh generasi emas yaitu generasi yang unggul berkualitas, berdaya saing pada tahun 2045. Pertanyaannya, sudah seiya sekatakah seluruh anak bangsa ini?

Menakar regulasi

Menilik generasi emas pada tahun 2045, dapat dilakukan dengan berkaca pada AUD yang saat ini ada di depan kita. Merekalah yang akan memiliki kesempatan mewujudkan harapan bangsa ini. Pada  tahun 2030 hingga 2035 nanti, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi di mana Indonesia akan lebih banyak ditopang oleh 52 persen penduduk dengan usia produktif

Untuk mewujudkan cita-cita bangkitnya Generasi Emas 2045, arah kebijakan pendidikan diprioritaskan pada pendidikan usia dini yang digencarkan sampai ke desa-desa.

Namun demikian, setiap kebijakan tidak akan optimal bahkan terancam gagal jika tidak ada penjaminan program implementasi. Hal tersebut, tidak cukup hanya dengan dirumuskannya regulasi turunan untuk mengeksekusi sebuah kebijakan. 

Yang tidak kalah penting adalah bagaimana sinkronisasi  berbagai regulasi yang terkait, sehingga terjamin harmoninasi diantaranya.  Mari kita uji apakah prasyarat tersebut tercukupi atau tidak.

1. Salinan Lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.

Dalam lampiran peraturan ini, dapat dikutip beberapa hal yang menegaskan betapa pentingnya PAUD, bagi perkembangan anak ke tahap selanjutnya, anatara lain:

a. Masa usia dini adalah masa emas perkembangan anak dimana semua aspek perkembangan dapat dengan mudah distimulasi. Periode emas ini hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Oleh karena itu,  pada masa usia dini perlu dilakukan upaya pengembangan  menyeluruh  yang melibatkan aspek pengasuhan, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan.

b. Penelitian menunjukkan bahwa masa peka belajar anak dimulai dari anak dalam kandungan sampai 1000 hari pertama kehidupannya. Menurut  ahli neurologi,   pada saat lahir otak bayi mengandung 100 sampai 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100% ketika berusia 8 sampai 18 tahun.

Uraian dalam Lampiran I Permendikbud No. 146 Tahun 2014 ini, menegaskan bahwa, jika menginginkan kelak anak mencapai perkembangan optimal, yang tentunya berkaitan dengan kualitas SDM, maka tidak ada strategi yang lebih tepat, selain memberikan layanan pendidikan yang optimal sejak usia 0-4 tahun. Hal inilah yang menjadi dasar rasional dalam pengembangan Kurikulum 2013 PAUD.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal

a.  Pasal 1 menegaskan:
Standar Pelayanan Minimal, yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal

b.  Pasal 5, ayat (3) mengatur:
Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pendidikan Daerah kabupaten/ kota terdiri atas:  pendidikan anak usia dini; pendidikan dasar; dan pendidikan kesetaraan.

c.  Pasal 5, ayat (5) mengatur:
Penerima pelayanan dasar untuk setiap jenis pelayanan dasar yaitu Warga Negara dengan ketentuan usia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun untuk Jenis Pelayanan Dasar pendidikan anak usia dini.

Peraturan pemerintah ini mengatur bahwa pelayanan dasar pendidikan AUD, diperuntukkan kelompok usia 5-6 tahun. Dapat diartikan, bahwa semangat untuk mempersiapkan generasi emas, yang jika ditakar berdasarkan teori perkembangan AUD, dipastikan sulit terealisasikan.

3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Nomor 32 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan

     a. Pasal 1 menegaskan:
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan yang selanjutnya disingkat SPM Pendidikan adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar pendidikan yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap Peserta Didik secara minimal

b. Pasal 6 mengatur:
Penerima Pelayanan Dasar SPM Pendidikan pada pendidikan anak usia dini merupakan Peserta Didik yang berusia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

Ternyata Permendikbud ini juga tidak berbeda jauh dengan apa yang ada dalam PP No. 2 tahun 2018. Urgensitas usia Emas, tidak menjadi spirit dalam memberikan pelayanan minimal pendidikan.

Harmonisasi regulasi

Jika dibedakan dari bagaimana komitmen peraturan itu mendukung terlahirnya generasi emas, maka ada 2 kelompok. Pertama, pada Lampiran I Permendikbud Tahun 146Tahun 2014, tetang Kurikulum 2013 PAUD, jelas memberikan dasar pemikiran (rasional), mengapa pendidikan AUD harus dimulai sejak lahir ( 0 tahun). Usia emas (0-4 tahun), benar-benar masa yang tidak boleh terlewatkan dari sentuhan pendidikan.

Kedua, PP No. 2 Tahun 2018, tentang Standar Pelayanan Minimal dan Permendikbud No. 32 tahun 2018, tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan, mengatur bahwa pelayanan dasar PAUD diperuntukkan kelompok usia 5-6 tahun, atau hanya 1 tahun pra sekolah. Kedua regulasi ini jelas mengabaikan  urgensitas usia emas (0-4 tahun).

Selanjutnya, cermati permendikbud tentang PPDB yang rutin tiap tahun diterbitkan. Maka pengaturan tentang bagaimana tatacara penerimaan peserta didik baru, hanya mengatur mulai PAUD kelompok usia 5-6 tahun. Padahal pengelola PAUD kelompok usia di bawahnya, juga memerlukan panduan dalam penyelenggaraan PPDB.

Bagaimana hal ini terjadi? Bahwa regulasi-regulasi tidak mampu membentuk harmonisasi  nada yang padu dan apik, dalam upaya mewujudkan generasi emas tahun 2045? Dampak selanjutnya, ditataran pelaksana paling bawah, maka muncul persepsi bahwa generasi emas hanya berupa slogan pepesan kosong. Generasi emas bukan sebuah obsesi yang menjiwai seluruh gerak langkah anak bangsa. Dikhawatirkan, generasi emas tidak akan lahir pada tahun 2045, karena sudah layu di dalam kandungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...