M. kasim
Cita-cita dan impian Indonesia untuk tahun 2085
adalah berdaulat, maju, adil dan
makmur. Untuk itu harus didukung
dengan empat pilar yang menopangnya, yakni
1) pembangunan SDM dan penguasaan Iptek, 2) perkembangan ekenomi
berkelanjutan, 3) pemerataan pembangunan, dan 4) ketahanan nasional dan
tatakelola pemerintahan. Untuk itu,
dalam pembangunan yang berkelanjutan, Indonesia telah ikut menyepakati Document Sustainable Development Goals
(SDGs) dengan salah satu fokus pada tujuan secara global peningkatan kualitas
pendidikan (Kemendikbud, 2017: 3).
Keterangan tersebut diatas, dinukil dari
Dokumen “Peta Jalan Generasi Emas Indonesia 2045”. Peta Jalan Generasi
Emas 2045 adalah dokumen rencana yang memuat kebijakan strategis
tahapan-tahapan dalam pencapaian kualitas pendidikan tahun 2016 (base line) hingga tahun 2045 yang sesuai
dengan sasaran pembangunan nasional. Dengan demikian, akan terpapar dengan
jelas bagaimana bangsa ini mewujudkan cita-citanya, meraih generasi emas tahun
2045.
Terus terang dokumen tersebut
belum banyak disosialisasikan, sehingga wajar jika di masyarakat umum,
bahkan para pelaku pendidikan di tingkat
bawah, masih samar-samar dengan berbagai pertanyaan: apa, siapa, bagaimana, dan
kapan, generasi emas itu. Rerata yang diketahui, sebatas bangsa ini bercita-cita, akan
memperoleh generasi emas yaitu generasi yang unggul berkualitas, berdaya saing
pada tahun 2045. Pertanyaannya, sudah seiya sekatakah seluruh anak bangsa ini?
Menakar regulasi
Menilik generasi emas pada tahun
2045, dapat dilakukan dengan berkaca pada AUD yang saat ini ada di depan kita.
Merekalah yang akan memiliki kesempatan mewujudkan harapan bangsa ini. Pada
tahun 2030 hingga 2035 nanti, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi
di mana Indonesia akan lebih banyak ditopang oleh 52 persen penduduk dengan
usia produktif.
Untuk mewujudkan cita-cita bangkitnya Generasi
Emas 2045, arah kebijakan pendidikan diprioritaskan pada pendidikan usia dini
yang digencarkan sampai ke desa-desa.
Namun demikian, setiap kebijakan tidak akan
optimal bahkan terancam gagal jika tidak ada penjaminan program implementasi.
Hal tersebut, tidak cukup hanya dengan dirumuskannya regulasi turunan untuk
mengeksekusi sebuah kebijakan.
Yang
tidak kalah penting adalah bagaimana sinkronisasi berbagai regulasi yang terkait, sehingga
terjamin harmoninasi diantaranya. Mari kita
uji apakah prasyarat tersebut tercukupi atau tidak.
1. Salinan Lampiran I Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.
Dalam lampiran peraturan ini, dapat
dikutip beberapa hal yang menegaskan betapa pentingnya PAUD, bagi perkembangan
anak ke tahap selanjutnya, anatara lain:
a. Masa usia dini
adalah masa emas perkembangan anak dimana semua aspek perkembangan dapat dengan
mudah distimulasi. Periode emas ini hanya berlangsung satu kali sepanjang
rentang kehidupan manusia. Oleh karena itu,
pada masa usia dini perlu dilakukan upaya pengembangan menyeluruh
yang melibatkan aspek pengasuhan, kesehatan, pendidikan, dan
perlindungan.
b. Penelitian
menunjukkan bahwa masa peka belajar anak dimulai dari anak dalam kandungan
sampai 1000 hari pertama kehidupannya. Menurut
ahli neurologi, pada saat lahir
otak bayi mengandung 100 sampai 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap
melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah
terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan
mencapai titik kulminasi 100% ketika berusia 8 sampai 18 tahun.
Uraian dalam Lampiran I Permendikbud No. 146
Tahun 2014 ini, menegaskan bahwa, jika menginginkan kelak anak mencapai
perkembangan optimal, yang tentunya berkaitan dengan kualitas SDM, maka tidak
ada strategi yang lebih tepat, selain memberikan layanan pendidikan yang
optimal sejak usia 0-4 tahun. Hal inilah yang menjadi dasar rasional dalam
pengembangan Kurikulum 2013 PAUD.
2. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
a. Pasal 1 menegaskan:
Standar
Pelayanan Minimal, yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan mengenai
Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang
berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal
b. Pasal 5, ayat (3) mengatur:
Jenis Pelayanan
Dasar pada SPM pendidikan Daerah kabupaten/ kota terdiri atas: pendidikan anak usia dini; pendidikan dasar;
dan pendidikan kesetaraan.
c. Pasal 5, ayat (5) mengatur:
Penerima
pelayanan dasar untuk setiap jenis pelayanan dasar yaitu Warga Negara dengan
ketentuan usia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun untuk Jenis
Pelayanan Dasar pendidikan anak usia dini.
Peraturan
pemerintah ini mengatur bahwa pelayanan dasar pendidikan AUD, diperuntukkan
kelompok usia 5-6 tahun. Dapat diartikan, bahwa semangat untuk mempersiapkan
generasi emas, yang jika ditakar berdasarkan teori perkembangan AUD, dipastikan sulit terealisasikan.
3. Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Nomor 32 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan
a. Pasal 1 menegaskan:
Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan yang selanjutnya disingkat SPM Pendidikan adalah
ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar pendidikan yang merupakan
urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap Peserta Didik secara
minimal
b. Pasal 6
mengatur:
Penerima
Pelayanan Dasar SPM Pendidikan pada pendidikan anak usia dini merupakan Peserta
Didik yang berusia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Ternyata
Permendikbud ini juga tidak berbeda jauh dengan apa yang ada dalam PP No. 2
tahun 2018. Urgensitas usia Emas, tidak menjadi spirit dalam memberikan
pelayanan minimal pendidikan.
Harmonisasi regulasi
Jika dibedakan dari bagaimana
komitmen peraturan itu mendukung terlahirnya generasi emas, maka ada 2
kelompok. Pertama, pada Lampiran I Permendikbud Tahun 146Tahun 2014, tetang
Kurikulum 2013 PAUD, jelas memberikan dasar pemikiran (rasional), mengapa
pendidikan AUD harus dimulai sejak lahir ( 0 tahun). Usia emas (0-4 tahun),
benar-benar masa yang tidak boleh terlewatkan dari sentuhan pendidikan.
Kedua, PP No. 2 Tahun 2018,
tentang Standar Pelayanan Minimal dan Permendikbud No. 32 tahun 2018, tentang Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan, mengatur bahwa pelayanan dasar PAUD diperuntukkan
kelompok usia 5-6 tahun, atau hanya 1 tahun pra sekolah. Kedua regulasi ini
jelas mengabaikan urgensitas usia emas
(0-4 tahun).
Selanjutnya, cermati permendikbud
tentang PPDB yang rutin tiap tahun diterbitkan. Maka pengaturan tentang
bagaimana tatacara penerimaan peserta didik baru, hanya mengatur mulai PAUD
kelompok usia 5-6 tahun. Padahal pengelola PAUD kelompok usia di bawahnya, juga
memerlukan panduan dalam penyelenggaraan PPDB.
Bagaimana hal ini terjadi? Bahwa
regulasi-regulasi tidak mampu membentuk harmonisasi nada yang padu dan apik, dalam upaya mewujudkan
generasi emas tahun 2045? Dampak selanjutnya, ditataran pelaksana paling bawah,
maka muncul persepsi bahwa generasi emas hanya berupa slogan pepesan kosong. Generasi emas bukan sebuah obsesi yang menjiwai seluruh gerak langkah anak bangsa.
Dikhawatirkan, generasi emas tidak akan lahir pada tahun 2045, karena sudah
layu di dalam kandungan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar