M. Kasim
Judul di atas bukan tanpa maksud….. “Bukan” yang pertama adalah
pertanyaan, yang berisi keraguan bernuansa kegalauan. Sedangkan “bukan” yang kedua adalah jawaban,
yang berisi ketegasan yang tidak memiliki
maksud lain, selain demi melindungi hidup anak-anak.
Hari pertama masuk tahun ajaran baru lewat sudah, dengan
berbagai pernak-perniknya. Setelah sebelumnya (sampai sekarang?) banyak
pertanyaan, konfirmasi, debat, saran, himbauan, permohonan, bantahan, dan
tumpah ruah menjadi satu: memprihatinkan. Ternyata kebijakan dari pemerintah
pusat, yang tegas dan jelas (bukan multi tafsir, tidak abu-abu), berubah
menjadi beribu persepsi pada tataran implementasi di tingkat bawah. Siapa yang
salah, siapa yang benar?
Silang pendapat tidak hanya di intern sesama
profesi, namun antar profesi. Namun jika dicermati, bukan disebabkan oleh lenturnya
regulasi atau aturan yang dikeluarkan institusi atau organisasi, melainkan oleh
penafsiran individual. Berbeda bukan hal yang tabu. Permasalahannya akan
menjadi sesuatu yang berbahaya, jika hal tersebut didasarkan motif yang tidak
pada tempatnya.
Memahami resiko sebuah
pilihan
Sebagaimana pernah saya posting sebelumnya, untuk PAUD, saya mengusulkan BDR dilaksanakan
dengan daring, home visit, dan video conference (say hello). Kesemuanya,
mempersyaratkan harus ada upaya membangun komunikasi positif antara satuan
pendidikan dengan orang tua. Tatap muka secara individu (home visit), dengan tetap memegang teguh protokol kesehatan.
Namun apa yang terjadi? Ada yang melaksanakan
dengan “menawar” home visit tapi
dengan 1-2 anak yang berdekatan tempat tinggalnya, kemudian guru memberikan
pelajaran. Ada lagi yang “menyiasati” dengan masuk sekolah dengan sistem “shift”, setiap “shift” 5 anak. Sesuatu
yang sangat beresiko untuk dilakukan di tengah masa pandemik Covid-19 yang
masih ganas ini.
Setiap bertemunya AUD, dalam satu kegiatan,
maka jumlahnya berlipat kali dua dari jumlah AUD. Sudah paham kan? Kelipatannya
adalah orangtua masing-masing. Tinggal menghitung, kalau menghadirkan 2 AUD,
yang hadir minimal 4, jika menghadirkan 5, yang hadir 10, bahkan bisa 15, jika
orangtua/wali sangat kompak berdua mendampingi. Sudah terpikirkankah hal ini?
Satuan pendidikan yang mengambil langkah ini,
beralasan akan dengan ketat menerapkan protokol kesehatan, phisycal distanching, menggunakan APD, memakai masker, jarak duduk
2 meter dst. Argumentasi yang masuk akal.
Namun apakah mereka berpikir, bagaimana ketika menjelang pulang? Mampukah
mengawal dan menjamin sampai di pintu gerbang AUD tidak saling menyentuh?
Simaklah, berita ter-update, bagaimana dampak ketika PSBB, agak dilonggarkan. Terbukti,
paparan Covid-19 melonjak dengan jumlah yang signifikan. Pemerintah
propinsi/kabupaten/kota dari berbagai wilayah, akan mengkaji dan memperpanjang
PSBB. Nampak kita belum bisa hidup berdamai dengan Covid-19, di era new normal.
Sekali lagi, pegang
teguh regulasi
Tidak bosan-bosannya, diulang-ulang
keputusan 4 menteri tentang penyelenggaran pendidikan pada masa Covid-19 ini. Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri
Agama, dan Menteri Dalam Negeri pada tangal 15 Juni 2020
mengumumkan keputusan bersama tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran
untuk tahun ajaran di masa pandemi COVID-19. Keputusan tersebut merupakan panduan pembelajaran tahun ajaran baru di masa
pandemi Covid-19 bagi satuan pendidikan formal dari pendidikan tinggi sampai
pendidikan usia dini dan pendidikan non formal.
Dalam keputusan itu pula ditegaskan bahwa Sekolah di wilayah
yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sebagai zona kuning,
oranye dan merah, tetap menjalankan belajar dari rumah. Sedangkan yang
diperbolehkan melaksanakan pembelajaran dengan bertatap muka langsung, di
sekolah (sistem klasikal), hanya wilayah yang termasuk zona hijau. Itupun
dengan tahapan sesuai dengan jenjang pendidikan, di mulai dari PT, SLTA, SLTP,
SD/MI, terakhir PAUD, dengan protokol kesehatan yang ketat.
Kebijakan gayung bersambut dengan pihak
pemerintah daerah. Masing-masing menindaklanjuti dengan mengeluarkan ketentuan
tentang penerapan BDR. Lebih kokoh lagi, hal ini didukung dengan organisasi
profesi masing-masing. Selain memobilisasi anggota secara masif untuk mengikuti
kegiatan peningkatan kompetensi pendidik
melalui webinar, juga mengeluarkan peraturan tentang teknis penyelenggaraan
BDR.
Pesan singkat
Pada situasi yang masih memerlukan kewaspadaan yang tinggi ini, diperlukan pemikiran yang panjang. Interpretasikan segala ketentuan dan aturan dari pemerintah dengn lurus. Jauhkan dari motif apalagi kepentingan sesaat. Infokan ke orangtua/wali disertai penjelasan yang persuasif dengan tetap mematuhi apa yang ditegaskan pemerintah. Pada situasi seperti bini, adakah yang lebih layak dari pada memperjuangkan hak hidup anak?

Hasil Kebijakan yang tidak sinkron
BalasHapus😊 Dulurku....
BalasHapusPemerintah hanya pemb.daring yg didegungkan,tapi kenapa tidak menyinggung pemb.luring.padahal pemb.luring juga alternatip,untuk paud😀😀
BalasHapusKami di daerah tidak dapat melaksanakan Daring maupun Ruling dg segala keterbatas android, sinyal janakau rumah anak berjauhan
BalasHapusYg diperjuangkan tak hanya kesehatan ini lebih besar lagi, keselamatan generasi bangsa ini...semoga akan segera ada kata dalam perbuatan yaitu SEPAKAT
BalasHapusBDR adalah model pembelajaran yang patut dicoba guna keselamatan anak bangsa, marilah kita semua berdamai dengan teknologi, kalo Ndak sekarang kapan lagi, inilah saatnya para GTK meningkatkan kompetensi nya dalam hal penggunaan TIK.
BalasHapus