PENILIK ADA DAN BISA

Selasa, 14 Juli 2020

PAUD BDR, BUAH SIMALAKAMA, BUKAN? BUKAN…!!!





M. Kasim

Judul di atas bukan  tanpa maksud….. “Bukan” yang pertama adalah pertanyaan, yang berisi keraguan bernuansa kegalauan.  Sedangkan “bukan” yang kedua adalah jawaban, yang berisi ketegasan yang tidak memiliki  maksud lain, selain demi melindungi hidup anak-anak.

Hari pertama masuk tahun ajaran baru lewat sudah, dengan berbagai pernak-perniknya. Setelah sebelumnya (sampai sekarang?) banyak pertanyaan, konfirmasi, debat, saran, himbauan, permohonan, bantahan, dan tumpah ruah menjadi satu: memprihatinkan. Ternyata kebijakan dari pemerintah pusat, yang tegas dan jelas (bukan multi tafsir, tidak abu-abu), berubah menjadi beribu persepsi pada tataran implementasi di tingkat bawah. Siapa yang salah, siapa yang benar?

Silang pendapat tidak hanya di intern sesama profesi, namun antar profesi. Namun jika dicermati, bukan disebabkan oleh lenturnya regulasi atau aturan yang dikeluarkan institusi atau organisasi, melainkan oleh penafsiran individual. Berbeda bukan hal yang tabu. Permasalahannya akan menjadi sesuatu yang berbahaya, jika hal tersebut didasarkan motif yang tidak pada tempatnya.

Memahami resiko sebuah pilihan

Sebagaimana pernah saya posting sebelumnya, untuk PAUD, saya mengusulkan BDR dilaksanakan dengan daring, home visit, dan video conference (say hello). Kesemuanya, mempersyaratkan harus ada upaya membangun komunikasi positif antara satuan pendidikan dengan orang tua. Tatap muka secara individu (home visit), dengan tetap memegang teguh protokol kesehatan.

Namun apa yang terjadi? Ada yang melaksanakan dengan “menawar” home visit tapi dengan 1-2 anak yang berdekatan tempat tinggalnya, kemudian guru memberikan pelajaran. Ada lagi yang “menyiasati” dengan masuk sekolah dengan sistem “shift”, setiap “shift” 5 anak. Sesuatu yang sangat beresiko untuk dilakukan di tengah masa pandemik Covid-19 yang masih ganas ini.

Setiap bertemunya AUD, dalam satu kegiatan, maka jumlahnya berlipat kali dua dari jumlah AUD. Sudah paham kan? Kelipatannya adalah orangtua masing-masing. Tinggal menghitung, kalau menghadirkan 2 AUD, yang hadir minimal 4, jika menghadirkan 5, yang hadir 10, bahkan bisa 15, jika orangtua/wali sangat kompak berdua mendampingi. Sudah terpikirkankah hal ini?

Satuan pendidikan yang mengambil langkah ini, beralasan akan dengan ketat menerapkan protokol kesehatan, phisycal distanching, menggunakan APD, memakai masker, jarak duduk 2 meter dst.  Argumentasi yang masuk akal. Namun apakah mereka berpikir, bagaimana ketika menjelang pulang? Mampukah mengawal dan menjamin sampai di pintu gerbang AUD tidak saling menyentuh?

Simaklah, berita ter-update, bagaimana dampak ketika PSBB, agak dilonggarkan. Terbukti, paparan Covid-19 melonjak dengan jumlah yang signifikan. Pemerintah propinsi/kabupaten/kota dari berbagai wilayah, akan mengkaji dan memperpanjang PSBB. Nampak kita belum bisa hidup berdamai dengan Covid-19, di era new normal.

 

 

Sekali lagi, pegang teguh regulasi

Tidak bosan-bosannya, diulang-ulang keputusan 4 menteri tentang penyelenggaran pendidikan pada masa Covid-19 ini. Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri pada tangal 15 Juni 2020 mengumumkan keputusan bersama tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran untuk tahun ajaran di masa pandemi COVID-19. Keputusan tersebut merupakan panduan pembelajaran tahun ajaran baru di masa pandemi Covid-19 bagi satuan pendidikan formal dari pendidikan tinggi sampai pendidikan usia dini dan pendidikan non formal.

Dalam keputusan itu pula ditegaskan bahwa Sekolah di wilayah yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sebagai zona kuning, oranye dan merah, tetap menjalankan belajar dari rumah. Sedangkan yang diperbolehkan melaksanakan pembelajaran dengan bertatap muka langsung, di sekolah (sistem klasikal), hanya wilayah yang termasuk zona hijau. Itupun dengan tahapan sesuai dengan jenjang pendidikan, di mulai dari PT, SLTA, SLTP, SD/MI, terakhir PAUD, dengan protokol kesehatan yang ketat.

Kebijakan gayung bersambut dengan pihak pemerintah daerah. Masing-masing menindaklanjuti dengan mengeluarkan ketentuan tentang penerapan BDR. Lebih kokoh lagi, hal ini didukung dengan organisasi profesi masing-masing. Selain memobilisasi anggota secara masif untuk mengikuti kegiatan peningkatan  kompetensi pendidik melalui webinar, juga mengeluarkan peraturan tentang teknis penyelenggaraan BDR.

Pesan singkat

Pada situasi yang masih memerlukan kewaspadaan yang tinggi ini, diperlukan pemikiran yang panjang. Interpretasikan segala ketentuan dan aturan dari pemerintah dengn lurus. Jauhkan dari motif apalagi kepentingan sesaat. Infokan ke orangtua/wali disertai penjelasan yang persuasif dengan tetap mematuhi apa yang ditegaskan pemerintah. Pada situasi seperti bini, adakah yang lebih layak dari pada memperjuangkan hak hidup anak?


6 komentar:

  1. Hasil Kebijakan yang tidak sinkron

    BalasHapus
  2. Pemerintah hanya pemb.daring yg didegungkan,tapi kenapa tidak menyinggung pemb.luring.padahal pemb.luring juga alternatip,untuk paud😀😀

    BalasHapus
  3. Kami di daerah tidak dapat melaksanakan Daring maupun Ruling dg segala keterbatas android, sinyal janakau rumah anak berjauhan

    BalasHapus
  4. Yg diperjuangkan tak hanya kesehatan ini lebih besar lagi, keselamatan generasi bangsa ini...semoga akan segera ada kata dalam perbuatan yaitu SEPAKAT

    BalasHapus
  5. BDR adalah model pembelajaran yang patut dicoba guna keselamatan anak bangsa, marilah kita semua berdamai dengan teknologi, kalo Ndak sekarang kapan lagi, inilah saatnya para GTK meningkatkan kompetensi nya dalam hal penggunaan TIK.

    BalasHapus

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...