PENILIK ADA DAN BISA

Kamis, 07 Februari 2019

TANTANGAN PENILIK: DAMPAK AKREDITASI TERHADAP SATDIK


Oleh M. Kasim

Alhamdulillah…berakhir sudah beban yang kami rasakan, selama mempersiapkan visitasi akreditasi. Begitu jawaban rata-rata pengelola dan guru PAUD, dari hasil pengamatan yang ada. Jawaban yang tidak bisa dibiarkan  begitu saja tanpa direnungkan dalam-dalam.

Jangan sampai rangkaian proses akreditasi, dimaknai sepotong-potong, dan lepas dari tujuan pokok, akreditasi. Dari diskusi kecil, muncul pernyataan tujuan akreditasi adalah “percepatan” pencapaian mutu program PAUDDIKMAS. Kata yang berasal dari sumber yang berkompeten. Jawaban yang dapat menyentakkan kesadaran semua pihak, terutama penilik selaku pengendali mutu.

Tujuan akreditasi adalah menentukan kelayakan satuan pendidikan (satdik) sesuai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Fungsi akreditasi, memberikan data bahan pemetaan kondisi tingkat mutu layanan satuan pendidikan.

Data tersebut, digunakan sebagai bahan untuk menindaklanjuti dengan proses pembinaan dan Pembimbingan. Pemerintah (Kemendikbud), akan menggunakan data ini sebagai dasar pengembangan program-program peningkatan kualitas layanan satuan pendidikan berorientasi pada 8 SNP.

Dengan demikian terus terang, kata “percepatan” akan memberi warna dan makna yang akan ditangkap satdik secara berbeda-beda atas proses akreditasi. Mengapa?

Akreditasi
, adalah Penilaian
Makna akreditasi janganlah dikembangkan meluas melebihi batas sebagaimana yang diharapkan dalam peratuaran dan perundang-undangan. Bahwa akreditasi adalah proses mendokumentasikan fakta dan dan data, yang telah dan sedang dilakukan oleh satdik. Asumsinya, satdik tersebut tetap melakukannya, untuk waktu yang “akan datang”.

Tanpa akreditasi, logikanya, satdik tetap melakukan layanan pendidikan dengan apa adanya, dan berkembang mengikuti proses pembimbingan dan pembinaan oleh pejabat berwenang, maupun oleh pihak lain yang terkait, bahkan dari upaya satdik sendiri. Posisi akreditasi dalam hal ini sebagai alat pemerintah (Kemdikbud), untuk memetakan mutu layanan satdik, sesuai kondisi realitas yang ada.

Oleh sebab itu, agar diperoleh fakta dan data yang “apa adanya”, maka semua pihak harus memiliki kesamaan visi, misi, tujuan dan komitmen. Tujuannya, agar akreditasi berjalan “sebagaimana adanya”, tanpa tersentuh upaya “ harus ada”. Disinilah, kata “percepatan” dimungkinan akan menjadi stempel pengesahan dalam memaknai  “akreditasi adalah proses ramai-ramai melengkapi borang akreditasi”. Memilukan.

Akreditasi: Energi Positif atau Negatif ?
Berdasarkan pengamatan, nuansa akreditasi belumlah seperti yang diharapkan. Ketegangan, kegelisahan dan kegalauan mewarnai satdik.  Banyak faktor penyebabnya: lembaga yang belum siap, karena data yang diunggah melalui sispena, hanya sebatas contoh dan tidak linier dengan fakta dan data yang ada. Bisa juga, hal itu disebabkan oleh performen asesor, yang membawakan diri sebagai algojo bagi satdik. Asesor yang tidak menyadari bahwa ia sebatas petugas penilai, yang tidak memiliki peran ganda sebagai pembimbing atau pengarah satdik.

Suasana tersebut yang tidak mendukung satdik untuk menyikapi proses akreditasi sebagai momen yang tepat untuk terapi diri. Satdik seharusnya memahami proses akreditasi sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh fakta dan data dari pandangan kaca mata pihak luar, yang dilakukan secara kredibel, transparan, dan akuntabel.

Jika kondisi minor itu yang terjadi, maka bukan saja pencapaian tujuan akreditasi  “jauh panggang dari api”, melainkan ibarat anak panah yang tidak hanya meleset dari sasaran, tetapi berbalik menjadi bumerang dan menancap tajam di jantung kematian satdik. Keberuntungan minimal, satdik berjalan di tempat atau stagnan, dan nilai akreditasi sebatas “sertifikat monumental” sebagai tanda pernah ikut ekreditasi. Tiga atau enam bulan berikutnya, kondisi tetap sama dengan saat visitasi akreditasi tidak bertambah.

Semua pihak sebaiknya mengawal, menumbuhkan, membangun rangkaian akreditas mulai perencanaan, input, proses hingga output menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai fungsi dan manfaat yang tinggi. Oleh sebab itu, selain proses akreditasi yang saharusnya berjalan natural, maka hasilnya pun, diibaratkan dapat berfungsi sebagai “jamu” atau “energi positif” bagi satdik  dalam meningkatkan mutu layanan.

Akreditasi: Harapan ke depan
Akreditasi segera dikembalikan kepada marwahnya: sebagai alat penilaian mutu layanan satdik. Untuk itu, perlu diberikan penguatan prinsip-prinsip akreditasi yang secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif.

Proses akreditasi ini dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan untuk membantu dan memberdayakan program dan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Perlu diingat bahwa akreditasi erat kaitannya dengan konsep standarisasi. Standardisasi pendidikan memiliki makna sebagai upaya penyamaan arah pendidikan secara nasional yang mempunyai keleluasaan dan keluwesan dalam implementasinya berdasarkan 8 SNP.

Semua pihak harus mendorong  terciptanya kondisi  bahwa 8 SNP harus dijadikan acuan oleh pengelola satdik. Yang lebih penting, juga mendorong tumbuhnya inisiatif dan kreativitas pengelola satdik untuk mencapai standar yang ditetapkan. Impian ke depan: akreditasi menumbuhkan budaya pelayanan bermutu 8 SNP




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IKM PAUD: ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) PAUD SERUPA SILABUS

  Oleh M. Kasim Menyambung artikel sebelumnya, mencermati konsep dan bentuk fisik ATP. Terus terang, artikel ini memungkinkan memantik dis...