Oleh M. Kasim
Entah sampai kapan
stigma negatif terhadap penilik terkikis habis. Dari tingkat atas kalangan
pejabat, akademisi, sesama ormit, hampir kompak, tatkala berbicara penilik,
maka tarikan ujung bibir kanan kiri ke bawah semakin jelas. Cibiran. Untunglah,
masyarakat belum atau tidak seperti itu. Apakah, masyarakat tersebut, memang
tersekat dengan info dari kelompok pertama, ataukah, memang masyarakat
benar-benar merasakan kehadiran dan kiprah penilik nyata dirasakan. Yang jelas,
ada kata-kata bijak dari seorang filsuf: suara rakyat adalah suara Tuhan.
Jika ada penilik,
yang bermasa kerja lebih dari 15 tahun, sejak sebelum era Otoda (Otonomi
Daerah), maka sangat merasakan, bagaimana perubahan sikap, penilaian,
tanggapan, dari seluruh pihak terkait, terhadap sosok: PENILIK. Sebelum Otoda,
dan status penilik PNS, sosok penilik dipandang cukup bergengsi, berwibawa,
disegani, dihormati dan jadi impian pengembangan karir dari jabatan fungsional
pendidikan yang lain (guru dan Kepala Sekolah). Sekarang?. Jawaban tercekat di
leher, tertelan bersama ludah.
Konsep Pengendalian Mutu (Dalmut), yang melemah.
Para penilik, hafal di luar kepala apa
konsep dalmut. Uraian singkat ini mencoba telaah, sisi lain dari dalmut, dengan
harapan, agar semua pihak dengan rela membuka diri, memahami permasalahan
penilik dengan ikhlas dan terbuka (bahasa jawa: legowo). Sebagaimana dipahami
bahwa Dalmut adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan
melalui pemantauan, penilaian, dan pembinaan program pada satuan PAUDDIKMAS
dalam rangka memastikan penyelenggaraan layanan pendidikan melalui lembaga
PAUDDIKMAS dapat mencapai standar yang ditetapkan. Konsep yang luar biasa,
karena mengandung konsekuensi, Dalmut memiliki kedudukan yang sangat strategis
dan faktor utama yang menentukan keberhasilan program PAUDDIKMAS.
Hanya saja, selama ini hampir semua
pihak memandang sosok penilik, sebagai pejabat fungsional yang memiliki tugas
dan fungsi sebagai pelaksana Dalmut, terpotong pada titik tertentu, tidak
tuntas sampai ke ujung makna. Pemahaman dalmut tereduksi. Dalmut, adalah proses
yang sangat berat dan harus didudukkan pada posisi pokok pada setiap kajian
atau upaya apapun dalam rangka mencapai mutu Program PAUDDIKMAS yang
diharapkan. Kenyataannya, seperti yang dipaparkan diawal, kewibawaan dalmut,
menjadi remeh dan ditutupi oleh pihak-pihak tersebut, dengan profil sosok
penilik.
Dalmut dan Penilik, dua sisi mata uang
Mau tidak mau, suka atau tidak, semua
pihak harus menerima bahwa penilik adalah pejabat fungsional yang melaksanakan
tugas dan fungsi Dalmut. Peniliklah yang memikul beban yang sangat mulia ini. D
tangan peniliklah, bergantung torehan tinta emas keberhasilan mutu program
PAUDDIKMAS. Ibarat nahkoda, maka peniliklah adalah navigator, yang bertanggung
jawab bagaimana kapal besar yang berupa program PAUDDIKMAS ini berlayar
mencapai tujuan. Jika nahkoda, harus menguasai ilmu pelayaran, maka penilik
harus menguasai dalmut. Jika nahkoda harus menguasai penggunaan, kompas, peta,
radar dsb, maka penilik harus menguasai, peraturan, pedoman, juklak, juknis,
instrumen, media/ sumber, yang dibutuhkan.
Keberadaan penilik tidak bisa dilepaskan
dari konsep dalmut. Bukan masalah konsekuensi dari peraturan, melainkan
keharusan dari konsep manajemen, karena proses pendidikan memang tidak terlepas
dari fungsi manajemen. Bahwa secara garis besar, fungsi manajemen terdiri atas planing, oragnization, actuating, dan controling. Nah, posisi penilik adalah
pemeran dari fungsi controlling. Sebuah
fungsi yang vital dan penting. Oleh sebab itu, jika sesaat, ada wacana, peran
penilik akan dihapuskan, maka sebuah pemikiran yang tidak memahami konsep
manajemen pendidikan, kalau tidak boleh disebut emosional.
Penutup: Penilik, cintai dan sayangi
Dengan meresapi uraian singkat di
atas, maka diharapkan semua pihak untuk bijak menyikapi kondisi penilik saat
ini. Pahamilah penilik dari seluruh sisi, tidak hanya terhenti pada yuridis
formal, tetapi kronologis historis, dan filosofis. Kondisi penilik saat ini
tidak bisa terlepas dari bagaimana terpontang-pantingnya penilik, sebagai
dampak peralihan status kepegawaian, karena Otoda. Tidak terkontrolnya
implementasi regulasi penilik didaerah, yang meliputi rekrutmen, pembinaan,
penilaian kinerja dan penghargaan serta perlindungan.
Penilik bagaikan kehilangan induk semangnya.
Lepas dari orang tua kandung, dan diadopsi orang tua yang lain, dengan sistem
dan teknik perawatan yang bermacam-macam. Penilik, anak kandung pemerintah
pusat (kemendikbud), hampir 15 tahun lebih, hidup dengan orangtua yang
berbeda-beda. Maka yang terjadi polarisasi profil dan sosok penilik. Terus
terang, penilik merindukan belaian dan sentuhan kasih sayang dari orangtua
kandung. Jika bertemu, jika tak mampu membelikan kue “puthu” atau roti marie,
minimal usapan atau belaian tangan. Paling tidak senyuman. Sulitkah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar