Oleh
M. Kasim
Judul di atas bukan kata provokatif,
melainkan bentuk kejengahan setelah membaca judul ulasan di Harian Kompas (27
Set. 2018) di halaman muka “ Milenial Penentu Indonesia Emas”. Ini lebih
provokatif (setidak-tidaknya bagi saya). Bayangkan, dari tesa s.d. kesimpulan
ulasan tersebut, tidak ada satupun, kata “PAUD” disebut. Sakitnya tuh, di seluruh
tubuh ini.
Ulasan diawali dengan pernyataan dari
Kepala Badan Pusat Statistik, pada Seminar Peringatan Hari Statistik nasional
(HSN), (26 Sept. 2018): “ Siapkan generasi muda sejak dini agar bonus demografi
tidak berubah jadi bencana”. Sebenarnya, sempat berharap, kata dini menjadi
dasar pemikiran berikutnya untuk menguraikan betapa urgennya posisi PAUD dalam
membentuk “Generasi Milinial, pada Indonesia Emas tahun 2045 (100 tahun setelah
Indonesia merdeka). Namun, sekali lagi… hati ini terus tersakiti.
Bonus
Demografi
Bonus demografi adalah bonus yang
dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif
(rentang usia 15-64 tahun dalam evolusi kependudukan yang dialaminya ( http://demografi-bonus.blogspot.com/2015/08/pengertian-bonus-demografi.html ). Suatu
kondisi yang terwujud dari dampak beberapa hal antara : fertilitas (angka
banyaknya bayi yang lahir hidup), peningkatan layanan kesehatan, serta
keberhasilan program-program yang lain.
Berdasarkan pendapat para ahli, bahwa
pada tahun 2045 (seratus 100 Indonesia merdeka), Indonesia akan memperoleh
limpahan generasi muda usia produktif (bonus demografi). Asumsinya, Negara
Indonesia pada saat itu, telah siap menjadi negara maju dan termasuk penentu
persaingan di tingkat global, tidak hanya sebatas “macan Asia”. Alasannya,
Indonesia memiliki semuanya: sumber daya alam (SDA) dan jumlah penduduk pada
urutan ke-4 di dunia (tahun 2015).
Namun demikian bonus demografi akan
berbalik dari sebuah “harapan” menjadi sebuah “kehantuan”, jika limpahan usia
produktif tidak seperti yang diharapkan. Seperti yang dipaparkan Kepala BPS,
bonus demografi yang berupa “bencana”. Jumlah penduduk usia produktif, namun
justru “tidak produktif”, melahirkan dampak sosial yang luar biasa. Pengangguran,
kejahatan, depresi sosial dan masih banyak lagi, adalah kemungkinan yang tak
terhindarkan akan terwujud.
Generasi
Emas dan Milenial: PAUD dimana?
Generasi
emas adalah generasi yang
diharapkan menjadi perintis perubahan dalam membentuk kehidupan dan peradaban
bangsa yang lebih baik. Artinya, sebuah generasi yang dicita-citakan mampu
mewujudkan mimpi besar para founding
fathers bangsa ini, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Negara
ini bersepakat, bahwa pada waktu 100 tahun Indonesia merdeka, cit-cita pendiri
bangsa terwujud nyata. Oleh sebab itu, generasi muda saat itu diberi mahkota
dan gelar “generasi emas”.
Pengertian milenial adalah berkaitan dengan
generasi yang lahir di antara tahun 1980-an dan 2000-an (KBBI). Milenial (juga dikenal
sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X
(Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok
ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai
awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai
akhir kelahiran. Berdasar kelompok usia, milenial adalah mereka yang berusia
15-35 tahun.
PAUD, sudah tidak perlu dijelaskan
secara detail, karena hampir semua orang saat ini mengakui urgensitasnya. Teori
psikologi hampir semua sepakat, usia emas 0-4 th, mempengaruhi optimalisasi
perkembangan otak manusia sebesar 50%. Artinya, jika diinginkan kelak AUD
menjadi Generasi Emas, maka investasi bangsa hrs dimulai dengan peningkatan
mutu Program PAUD.
Hallo, Apa kabar PAUD?
Bagaimana perhatian pemerintah saat ini thd
PAUD? Seriuskah atau cukup seriuskah?. Seharusnya tdk ada alasan apapun untuk
melakukan pembenaran bahwa PAUD bisa dimaklumi jika dinomorduakan atau memiliki
urgensitas rendah, dibanding jenjang pendidikan di atasnya.
Sebenarnya, pemerintah sudah mengambil langkah yang tepat, dengan
memberikan pondasi yang kokoh utk terwujudnya layanan Program PAUD yg bermutu,
yaitu dengan Pemberlakuan Kurikulum 2013 PAUD (K.13 PAUD). Hal ini terurai dg
tegas dalam Permendikbud No. 146 Th 2014, ttg Kurikulum 2013 PAUD., Bab II,
Kerangka Dasar Kurikulum. khususnya dlm Landasan Filosofisnya.
Hanya sayangnya, lagi-lagi
sinkronisasi antar departemen tentang visi, misi dan tujuan, dalam menyikapi
Prolegnas (Program Legeslasi Nasiona), berjalan tertatih-tatih, terseok-seok (
bhs. Jawa” rujak sentul: siji ngalor, siji ngidul). Hal ini terlihat dari
regulasi yang setengah hati (ataukah, bentuk kekurangan pe-de?).
Satu contoh: mari cermati
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM). Standar Pelayanan Minimal, yang selanjutnya disingkat
SPM adalah ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan
Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara
minimal (Pasal 1, Ayat 1).
Pasal 5, Ayat (3), Huruf a,
memang telah ditegaskan bahwa SPM Pendidikan mencakup PAUD, namun yang
mengecewakan adalah Pasal 5, Ayat (5) Huruf c, yang dimaksudkan dengan PAUD
adalah Usia 5-6 Tahun. Artinya apa?. Urgensitas PAUD tidak dipahami oleh
pemerintah sampai tuntas, kalau tidak boleh disebut diskriminasi terhadap PAUD
di bawah Usia 5 tahun. Padahal, sudah dipaparkan di atas, bahwa para ahli
psikologi sepakat, 50% perkembangan otak AUD, ditentukan pada usia 0-4 tahun. Ironis
sekali.
Bagaimana generasi milenial
diharapkan mewarnai generasi muda pada tahun 2045? Bagaimana bonus demografi
berupa kado istimewa? Bagaimana kita menjadi bangsa yang amanah atas apa yang
diharapkan founding fathers?. Bagaimana
harapan dapat berakhir dengan “indah pada waktunya?”. Mungkin dengan meminjam
lagu DP, bahwa PAUD “belum beruntung”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar