Oleh M. Kasim
Sssstttt….jangan panik dulu….
Judul catatan ini, bukan
provokatif, melainkan mencoba menyentuh alam bawah kesadaran kita bersama.
Sebenarnya, semangat pengambil kebijakan untuk mengangkat harkat dan martabat
PAUDDIKMAS, sangat luar biasa. Pada saat Simposium Nasional DIKMAS di Sumut
(bulan Agustus 2018, bertepatan dengan peringatan HAI , di tingkat Nasional),
apa yang dipaparkan pada Rembug Nasional di Semarang, kemarin, menunjukkan hal
tersebut.
Benar-benar luar biasa. Mengubah mindset, paradigma, pendekatan atau
apalah namanya tentang DIKMAS. Dari fungsnyai sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap, menjadi mengejar, melengkapi/mengiringi dan mendahului
(Iskandar, 2018). Semuanya dilakukan dalam rangka mempersiapkan DIKMAS ( saya lebih
memilih DIKMAS dari pada Nonformal), untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0.
(Catatan: 4.0., dibaca “fourth”,
artinya revolusi industri tahap ke-empat. Revolusi industri yang dipelopori
Jerman, dengan mengutamakan komputerisasi dalam segala aspeknya).
Pertanyaannya, bagaimanakah kita
berharap semangat perubahan tersebut akan terealisasi jika, hal yang bersifat
subtansial dan urgen, justru terabaikan, atau terlupakan? Penjaminan Mutu
adalah kewajiban, bukan pilihan atau beban tambahan.
Dasar Penjaminan Mutu Pendidikan
Pemerintah sudah memberikan dasar
pemikiran yang kokoh dan baku. Semuanya dilakukan dalam rangka melaksanakan
amanah yang tercantum pada alenia 4 Pembukaan UUD 1945: mencerdaskan kehidupan
bangsa. Apa saja yang telah dilakukan? Berikut produk peraturan dan
perundang-undangan yang mengatur tentang penjaminan mutu pendidikan.
a. Undang-Undang No.
20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
1.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi. (Bab IV, Pasal 11)
2.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan
dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu. (Bab XI, Pasal 41, Ayat 3)
3. Pemerintah menentukan kebijakan
nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan
nasional. (Bab XIV, Pasal 50, Ayat 2)
b. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
1. Evaluasi pendidikan adalah
kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan (Bab I, Pasal 1)
2. Untuk penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. (Bab II, Pasal 2, Ayat 2 ).
3. Standar Nasional Pendidikan
bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. (Bab II,
Pasal 4).
Jelaslah bahwa penjaminan mutu,
adalah kewajiban pemerintah, bukan pilihan. Artinya, ada konsekuensi sanksi
kepada pihak-pihak terkait, jika ada pembiaran.
Pelaksana Penjaminan Mutu
Selanjutnya dalam rangka
pelaksanaan penjaminan mutu, juga sudah diatur, siapa saja yang terkait dengan
proses penjaminan mutu.
1. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya
disingkat BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan,
memantau, dan mengendalikan Standar Nasional Pendidikan (PP. N0. 13 tahun 2015,
Pasal 1, Angka 29 )
2. Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan yang selanjutnya disingkat LPMP adalah unit pelaksana teknis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berkedudukan di provinsi dan
bertugas untuk membantu pemerintah daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan,
arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah,
dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai Standar
Nasional Pendidikan. (PP. N0. 13 tahun 2015, Pasal 1, Angka 30 ).
3. Badan Akreditasi Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal yang selanjutnya disebut BAN
PAUD dan PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan nonformal dengan
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. (PP. N0. 13 tahun 2015, Pasal 1,
Angka 32 ).
Pihak-pihak yang dimaksud diharapkan membangun sinergisitas
untuk mewujud pelayanan pendidikan yang bermutu. Jika dibuatkan alurnya, BSNP memiliki tugas
fungsi yang bertanggung jawab mempersiapkan standar penjaminan mutu. LPMP dan
pemerintah (pusat dan daerah), bekerja sama merealisasikan penjaminan mutu, dan
BAN/BAP memiliki peran mengevaluasi tingkat pencapaian mutu.
Bagaimana Penjaminan
Mutu PAUDDIKMAS?
Sampai saat ini, belum ditegaskan
siapa, dan bagaimana penjaminan mutu PAUDDIKMAS. Minimal peraturan dan lembaga
atau badan yang ditunjuk sebagai penangung jawab penjaminan mutu. Mengapa hal
tersebut terjadi?. Apakah pemerintah lalai atau memang belum serius
melaksanakan amanah tersebut? Mari kita telusuri jejak-jejaknya.
Pada awal implentasi UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas, melalui PP. No. 19 tahun 2005 Tentang SNP, telah
diatur secara tegas tentang penjaminan mutu, termasuk pendidikan nonformal.
Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa PP No. 19 tahun 2005, telah diadakan perubahan dua kali, yaitu dengan
terbitnya PP No. 32 tahun 2013 dan PP No. 13 tahun 2015. Pada perubahan pertama, tidak banyak pasal
yang berubah, terutama dengan hal penjaminan mutu pendidikan nonformal. Baru
pada perubahan ke-2, PP No. 13 tahun 2015, secara mengejutkan kata “nonformal”,
hilang.
Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan yang selanjutnya disingkat LPMP adalah unit pelaksana teknis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berkedudukan di provinsi dan
bertugas untuk membantu pemerintah daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan,
arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah,
dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai Standar
Nasional Pendidikan. (PP No. 13 Tahun, Pasal, Angka 30)
Dalam penjelasannya, disebutkan:
cukup jelas. Tidak ada penjelasan penghilangan kata “nonformal”. Kemudian juga
tidak ada penjelasan, sebagai konsekuensi penghilangan “nonformal” dilimpahkan
ke pihak siapa. Bena-benar sesuatu yang jelas-jelas-jelas, membuat penjaminan
mutu pendidikan nonformal menjadi tidak jelas. Nah…?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar